28 June 2020

Tamu dari Kerinci

Oleh: Firdaus Abie

Dulu. Dulu sekali. Ketika itu, aku masih SMA. Tapi lupa,  saat itu aku kelas I. Sekolah kami kedatangan tamu dari sebuah SMA di Hiang, Kerinci, Jambi. Tiga hari mereka berada di sekolah. Kunjungan mereka, sebenarnya tidak semata-mata ke sekolahku.
Sesungguhnya, tujuan utama mereka adalah perjalanan ke Sumbar. Ketika itu populer dengan sebutan Studi Tour. Hari pertama di sekolahku, mereka datang menjelang malam. Besoknya berangkat setelah sarapan pagi. Besoknya lagi, juga demikian, namun di hari ketiga, mereka datang kembali selepas makan siang.
Sorenya ada sejumlah pertandingan persahabatan, di antaranya voli, basket dan sepakbola. Malamnya dibentang Malam Kesenian yang sekaligus menjadi Malam Perpisahan, sebab besok pagi, mereka harus kembali ke Kerinci.
Di sela-sela malam acara tersebut, aku berkenalan dengan seorang siswi. Setelah berkenalan nama, kami bicara tentang banyak hal, namun seputar kesukaan belaka. Tak sekali pun menyinggung tentang sekolah mau pun lingkungan sekolah. Kami bicara dalam bahasa Minang.
Aku paham, orang-orang di Kerinci juga bisa berbahasa Minang. Kendati ada sedikit perbedaan intonasi, tapi sesungguhnya bahasa Minang yang sehari-hari dipakai di Kerinci, sama dengan bahasa Minang keseharian di Padang. Aku tahu karena di bengkel karoseri ayahku sering ada bus dari Kerinci yang diperbaiki, dan rata-rata pemilik mau pun pengemudinya adalah orang Kincai.
Ketika acara Malam Kesenian dan Malam Perpisahan selesai, satu persatu siswa dari Kerinci mulai memisahkan diri. Mereka minta izin untuk istirahat karena besok pagi akan berangkat. Aku melihat, teman ngobrolku, belum juga hendak beranjak.
Aku kemudian mengingatkan dia agar segeralah istirahat.
Ia terkejut, “Kok aku yang disuruh istirahat?” tanyanya.
“Besok kan balik ke Kerinci,” jawabku.
“Siapa yang ke Kerinci,” ada nada heran dari jawabannya.
Ternyata, Ia sekolah di sekolahku juga. Kami satu sekolahan. Awalnya aku menduga Ia dari Kerinci, sementara Ia menduga justru aku yang dari Kerinci. Akhirnya kami tertawa bersama. Kami sama-sama jadi tamu di sekolah sendiri.
Ah, itu dulu. Dulu sekali. Puluhan tahun silam. *

No comments:

Ruang Buku Karya Dosen Unand

   Suatu ketika, saat podcast dengan Pak Ir  Insannul Kamil , M.Eng, Ph.D , WR III Unand. Kata beliau, Jangan Mengaku Mahasiswa jika tak B...