28 December 2019

Perempuan yang Terpaku Bisu di Luar Jeruji Besi

Elma mengembangkan bibir. Tersenyum ke cermin, menatap raut wajah letihnya. Kelopak matanya menghitam dan cekung. Dalam kelelahan dipaksakannya tersenyum. Ia berharap, senyum itu benar-benar akan jadi senyum kebahagian.
Senyum itu mengembang sejak empat hari lalu. Sejak Diki memberi kabar, hukumannya segera berakhir. Ia memperoleh remisi tahunan. Jika tak ada aral melintang, hukuman itu berakhir dalam pekan ini, tapi Ia tak tahu jadwal pastinya.
“Dalam pekan ini, saya akan bebas,” kata Diki, ketika Elma menemuinya di penjara, dua hari lalu.
Kalimat itu sudah cukup membahagiakannya. Jika bebas, berarti Ia tak akan repot lagi ke penjara menemani hari-hari Diki, lelaki yang tak pernah  bisa dilupakannya.

P i e n

Pien menatap sekeliling ruangan. Matanya liar. Merasa berada di ruangan yang sangat asing. Sebuah ruangan tamu yang sangat besar. Ada tiga set kursi tamu. Ada dua alat pendingin ruangan tergantung di kiri kanan ruangan, sebuah akuarium besar di pojok kanan pintu masuk. Di samping pintu yang menghubungkan dengan ruangan lain, sebuah lemari besar memajang beragam koleksi kristal, piala dan buku.
Sepeninggal Fathan, Pien tak bisa menghilangkan rasa groginya. Ruangan itu sangat mewah untuk ukurannya. Kursi yang didudukinya pun terasa aneh. Ia tak bisa mengelak ketika Fathan menuntunnya.
”Biasa sajalah. Kenapa harus grogi?” ujar lelaki berpostur atletis itu sebelum meninggalkan Pien di ruangan tamu. Pien hanya menjawab dengan memberikan senyuman yang dipaksakan.
Sebenarnya Pien tidak grogi. Pien justru terkejut ketika menghenyakkan pantatnya di kursi. Seakan pantat dan tubuhnya disedot kursi itu. Seumur-umur, baru kali ini Pien duduk di kursi yang sangat empuk.

Menara Kembar yang Hancur di Kepala


Padang - Kuala Lumpur, Sabtu Malam, 1 April 2006
Murni terpaku di bibir jendela. Dari kamar 707 di sebelah barat menara kembar, Ia menatap warna perak terpancar dari menara kembar tertinggi di dunia, trade mark Kualalumpur. Kilauan cahaya itu mestinya mententramkan hati. Sedamai dunia anak-anak yang berlarian di lantai marmar yang mengkilat.
Tapi kedamaian itu terganggu kelap-kelip dua lampu di puncak dua manara dan enam cahaya di setiap menara. Murni terganggung lampu yang berkalap-kelip. Ketika sinarnya mati, Murni tersenyum. Tak ada lagi persoalan yang dicemaskannya. Ketika bersinar, Murni pun tersentak. Ada pancaran kecemasan dari wajah bersihnya. Ketika lampu itu mati, ia kembali tersenyum. Ketika kembali bersinar, Ia kembali cemas. Begitu terus. Berulang dan berulang.
Kelap-kelip cahaya itu dibayangkannya seperti orang-orang yang mentertawai dirinya. Semakin sering kelap-kelip itu, semakin banyak orang kampung yang menertawainya. Murni panik. Ditutupnya krai. Murni beranjak dari jendela. Baru tiga langkah, Murni berbalik. Kembali ke arah jendela. Dibukanya lagi krai yang barusan ditutup. Hatinya tetap ke menara kembar.

Uang Jemputan

Hari menjelang petang. Gema takbir sudah berkumandang. Besok lebaran haji. Hujan belum juga reda. Sejak selepas Zuhur, Abdie tak bisa apa-apa. Hanya berganti koran dan majalah saja di tangannya. Abdie tampak gelisah.

Tak ada pekerjaan lain yang bisa dilakukannya, meski sebenarnya banyak rencana yang sudah disusun. Panjar orgen belum dibayar, begitupun dengan panjar kursi, tenda, pelaminan dan katering. Jika tak dibayar sesore ini, alamat pesanan itu akan dibatalkan sepihak pemilik kursi, tenda, pelaminan dan katering.

Undangan sudah disebar. Tak mungkin diundur. Kalaupun bisa, tentu orang akan tertawa. Pernikahan Abdie diundur gara-gara tak dapat kursi, tenda, pelaminan dan katering. Kalau ini terjadi, maka akan tertawalah dunia.

16 December 2019

Berani Menulis, Berani Berkarya

Berani Menulis, Berani Berkarya. Insya allah, tak ada yang sulit jika kita pernah mencoba. Lebih tegas lagi, kata Dra Yetti, Kepala SMA Kartika 1-5 Padang, jangan takut salah. Tak ada yang salah dalam proses belajar.
"Yang salah, jika kita tak pernah mencoba," katanya.
Anak-anaknya pun termotivasi. Semangat mereka berlipat ganda. Aktivitas perdana, sejatinya berlangsung pukul 8 pagi hingga 3 siang, baru berakhir pukul 5 sore.
Pada sesi ini, saya ditemani empat orang personil Bengkel Literasi Rakyat Sumbar untuk berbagi dengan siswa. Ada Isran Bastian, Moeh Arman, Zhilan Zhalila dan Sukma Murdani.
Thanks untuk pak Mulyadhie Wijaya Ry yang telah menjembatani. Hasil karya siswa tersebut, ada di antaranya yang bisa diperhitungkan.



“Tulisannya biasa-biasa saja, Kok Dimuat..?"







Menulislah. Maka, menulislah mereka! Tak ada kalimat yang sulit, jika kata-kata dibuhul jadi satu.  Tak ada tulisan yang rumit, jika kata dan kalimat dipadu menjadi satu. Maka menulislah. Awali dengan Bismillah. Akhiri dengan Alhamdulillah.
"Kami sangat berminat sekali menulis. Ingin pula seperti mereka. Bisa mengekspresikan diri melalui tulisan, tetapi banyak kendala yang dihadapi," kata Tiara, menjelang sore di pinggiran Batang Alahanpanjang, Mega Wisata,  Bonjol, Kabupaten Pasaman, Sabtu (14/12)
Tiara,  anak Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI) Pasaman, tak sendiri. Ia datang bersama komunitasnya. Ada juga anak muda dari Komunitas dan Pustaka Ladang Raso serta  anak-anak muda dari Forum Pegiat Literasi Pasaman.
Aku dan Zhilan Zhalila menjadi pembuka Rentak Sastra Pasaman.
"Apa kendalamu, dik?" tanyaku. Aku datang bersama Zhilan Zhalila, penulis muda Sumatera Barat, yang beberapa waktu lalu meluncurkan buku kumpulan cerpen tunggalnya; Tasbih Untuk Papa.
"Tak tahu dari mana memulai," kata yang lain menimpali.
"Saat asyik menulis, tiba-tiba blank. Tak tahu lagi apa yang hendak ditulis,"
"Ada tulisan di media, sepertinya biasa-biasa saja. Kok bisa?" tanya Puja, siswi SMA Negeri 1 Bonjol.
"Ide sudah ditemukan, sangat banyak, tapi harus tulis yang mana?"
"Tulis judul dulu atau isinya dulu?"
"Sudah, ini dulu," kata Arbi Tanjung, sang moderator menengahi, "nanti dilanjutkan pada sesi kedua,"
Wow, banyak sekali. Mereka sangat antusias. Mereka membawa harapan besar dalam bincang Menulis Kreatif dan Strategi Publikasi. Impian mereka sama seperti orang-orang yang sudah menjalani aktivitas menulis. Kendati impian mereka sama, tetapi mereka punya perbedaan  nyata. Mereka tak hanya sekadar mencintai dunia kepenulisan, tetapi juga mencintai lingkungan. Mereka memiliki komunitas arung jeram yang sekaligus menyatukan diri dengan lingkungan, sungai dan sejarah.
Harus mulai dari mana? Dari mana saja bisa dimulai. Coba mulai dari lingkungan terdekat. Berjuta kisah ada disekeliling kita. Pungut satu persatu. Catat secara detail, lalu pilih beberapa kisah menarik dan pilah untuk dijadikan naskah.

Artinya, ide tak perlu cari jauh-jauh. Terkadang kisah yang ada di sekitar kita juga akrab dengan orang lain. Kisah di sekitar kita, ada kalanya tak jauh berbeda dengan kisah orang lain, sehingga ketika membaca kisah tersebut, orang lain turut merasakan akrab dengan cerita tersebut.
Mau tulis yang mana dulu? Judul atau kisahnya, terserah. Jika sudah ada kebiasaan, tergantung kebiasaan. Mana enaknya. Jangan dibebani oleh naskah yang ditulis. Jangan terlalu memaksakan diri, atau sampai merasa terpaksa. Hakikat menulis, menulislah dengan hati dan perasaan. Jika menulis dengan memaksakan diri, maka diri akan terbebani. 
Ada yang terbiasa langsung menulis judul. Kehadiran judul menjadi “pengawal” terhadap rangkaian tulisannya. Judul dijadikan garis merah untuk memastikan agar tulisannya tetap pada “rel” yang dirancang. Ada juga yang langsung menulis judul, kemudian  naskahnya  “melenceng” dari judul tersebut. Biarkan saja. Lanjutkan tulisan tersebut sesuai “kata hati” yang hendak ditulis. Judul bisa diganti belakangan.
Seseorang kemudian menimpali, “ada tulisan di media, sepertinya biasa-biasa saja. Kok bisa?" katanya mengingatkan kalau pertanyaannya belum dijawab.
Tulisan biasa-biasa saja, tetapi dimuat di koran. Hop. Ini menarik. Ini ----barangkali--- “kemenangan” di penulis dalam menjalani strategi publikasi naskahnya. Setelah naskah selesai, lalu hendak dikirim ke media, maka pelajari medianya. Adakah naskah yang ditulis layak di media tersebut? Apakah tersedia rubrikasi yang sesuai dengan naskah tersebut? Misalnya, sebuah media cetak tidak memiliki halaman atau rubrikasi untuk sastra, lalu dipaksakan juga mengirim cerpen atau puisi ke sana. 
Sebuah naskah yang hendak dikirim ke media, juga harus diperhitungkan waktunya. Apa jadinya jika dipenghujung tahun, naskah yang dikirimkan ke media justru seputar patriotisme tujuhbelasan?
Suara azan berkumandang. Diskusi pun hentikan. Magrib dulu.
*

Selepas magrib, sesi kedua dilanjutkan. Persiapan Baca Puisi Pasaman, yang akan menghadirkan penyair Asia Tenggara, 27-29 Desember 2019, dipersiapkan secara matang. Komunitas ini menjadikan iven Baca Puisi Pasaman sebagai kegiatan menutup tahun.
Di 2020, sejumlah agenda sudah dipersiapkan. Setiap bulan, minimal diusung satu hajatan. Sudah tertata empat agenda untuk empat bulan pertama. Wow.., luar biasa. Mereka mengemas acara dengan biaya secara swadaya saja. Adakah yang mau ikut serta? *

08 December 2019

Yuk, Menulis





Menikmati Sabtu dengan berbagi. Dalam sepakan ini, tim Bengkel Literasi Rakyat Sumbar berbagi di tiga lokasi berbeda; SMPN 2 Sijunjung, SMPN 25 Padang dan SMA Kartika 1-5 Padang.
Materi yang diadakan beragam. Di SMPN 2 Sijunjung berbagi bekal menulis cerpen. Di SMPN 25 Padang tentang jurnalistik, "kami merencanakan akan menerbitkan media internal," kata sang Kepsek.
Di SMA Kartika 1-5 Padang, tak hanya Kepsek Yetti S.Pd, tetapi siswanya juga. Seharian mendapatkan dua materi sekaligus; menulis cerpen dan jurnalistik.
"Ini pertama bagi kita, semoga juga bukan yang terakhir," kata buk Kepsek disambut tepuk tangan meriah siswanya.
"Rencana lanjutannya, akan kita jadikan Ekskul. Mari sama-sama kita mempersiapkan diri," kata beliau saat membuka kegiatan.
Dua materi tersebut, didampingi empat pemateri sekaligus. Materi menulis cerpen, diisi Firdaus Abie bersama Zhilan Zhalila, penulis kumpulan cerpen Tasbih Untuk Papa.
Materi jurnalistik, diberikan Muharman Moel (Koordinator Liputan Harian Umum Rakyat Sumbar) dan Isran Bastian, salah seorang redaktur.
Sesi berbagi bekal menulis ini lebih banyak diarahkan dalam bentuk praktek. Siswa tak hanya mendengarkan materi yang diberikan, tetapi juga diminta berbagi dan menyampaikan apa persoalan yang dihadapi serta membantu menyelesaikan masalah kawan-kawan yang lain.
Sesi berikutnya, mereka menulia bersama. Selesai menulis, diminta untuk membacakan naskah tersebut lalu didiskusikan kembali.
Yuk, menulis. *

Simpangharu, 30 November 2019


Inspirasi di SD 07 Belakangbalok




Ada senyum bahagia dari Kepala SD 07 Belakangbalok, Kota Bukittinggi, Efri Yenni S.Pd, ketika menerima kumpulan cerpen Tasbih Untuk Papa,  karya Zhilan Zhalila, siswi SMA Negeri 3 Padang, disaat peluncuran program Rakyat Sumbar Mengaji dan Bengkel Literasi Rakyat Sumbar, di sekolah tersebut, Kamis 11 April 2019.
"Alhamdulillah, buku ini akan menambah koleksi perpustakaan kami," katanya, lalu menyampaikan kepada muridnya, teruslah membaca. Jadikan membaca sebagai kebutuhan.
Sang Kepsek semakin bersemangat ketika mengetahui cerpen karya pertama Zhilan Zhalila dimuat di koran, saat ia duduk di kelas VI SD.
"Nah, berarti sama besar dengan ananda sekarangkan?" katanya sembari menatap anak-anaknya yang kelas VI.
Saat itu juga, sang Kepsek yang murah senyum tersebut meminta Harian Umum Rakyat Sumbar sebagai mitra medianya.
"Bukankah begitu, pak?" tanyanya sembari memandang kepada Kepala Dinas Pendidikan Kota Bukittinggi Melfi Abra.
Kepala Dinas Pendidikan yang mantan wartawan tersebut mengangguk sembari bertepuk tangan, "setuju buk. Saya setuju..." katanya.
Ketua Komite Kurniawan Husein, Ketua LPM Belakangbalok Djasman, Lurah Belakangbalok Taufik Adi Putra, Camat Aur Birugo Tigo Baleh Hendri, mendukung.
Maka, dipagi itu, kloplah. Semua pihak akan bergandengan tangan untuk sekolah, dan untuk anak-anak muda, penerus generasi muda bangsa dikemudian hari.
"Insya allah, di bulan Ramadan ini, kita akan adakan MTQ antar sekolah dasar se kota Bukittinggi," kata Kurniawan Husein, menyimpulkan.
Mohon doa dan dukungan dunsanak semua.

Bukittinggi, 13 April 2019

Ruang Buku Karya Dosen Unand

   Suatu ketika, saat podcast dengan Pak Ir  Insannul Kamil , M.Eng, Ph.D , WR III Unand. Kata beliau, Jangan Mengaku Mahasiswa jika tak B...