28 October 2022

Literasinya Empat Lap di Depan

SMPN 3 Ampek Angkek, Kab Agam – Sumbar

 Sekolah ini, SMP Negeri 3 Ampek Angkek, Kab Agam, Sumbar, tergolong sekolah baru. Didirikan tahun 2016, melalui program Unit Sekolah Baru (USB). Penerimaan siswa pertama, tahun ajaran 2017/2018. Menariknya, disaat pembentukan panitia pembangunan, juga langsung dibahas rencana program sekolah. Impian masyarakat setempat, kehadiran SMP Negeri 3 Ampek Angkek bernuansa Islami.

Keinginan masyarakat tersebut ditindaklanjuti dalam sejumlah pertemuan. Akhirnya disepakati point penting pembangunan sekolah tersebut. SMPN 3 Ampek Angkek melaksanakan Kurikulum Plus. Ada penambahan empat mata pelajaran. Tahfizh Al-Quran, Bahasa Arab, Adat Basandi Syara’ dan Syara’ Basandi Kitabullah, serta Bahasa Inggris plus, dengan adanya penambahan jam pelajaran di luar jam pelajaran. Visi sekolah disempurnakan menjadi Generasi Muslim Qurani yang Beradat, Unggul, Berprestasi dan Berwawasan Lingkungan.

Tingginya intensitas pendidikan agama yang selaras dengan bidang umum, menghadirkan keyakinan orang tua murid untuk mengantarkan anak-anaknya ke sini. Apalagi, di tengah-tengah masyarakat saat ini, ada yang secara berseloroh menyebutkan, sekolah ini adalah SMP Negeri tetapi rasa sekolah Madrasah Tsanawiyah. Hal tersebut karena pendidikan agama dan adat budaya Minangkabau sangat kuat diberikan.

Diantara beberapa kesamaan yang dimiliki sekolah lain, ada hal yang berbeda di SMP Negeri 3 Ampek Angkek. Terutama terkait dengan pengembangan literasi.

“Kami sudah lakukan pengembangan gerakan literasi sekolah, sejak lama,” kata Kepala SMP Negeri 3 Ampek Angkek Yetti Yulia, M.Pd, disela-sela Gebyar Literasi Sekolah ke-4, Senin (24/10) lalu.

Pada ivent ke empat ini, mengangkat tema Optimalisasi Gerakan Literasi Sekolah. Sejumlah kegiatan diadakan, diantaranya Bedah Buku, Lomba Tahfizh, Lomba Puisi, Makan Bajamba, Pasambahan ka Makan.

“Ketika sekolah lain masih bicara langkah pengembangan literasi sekolah, tetapi di sini sudah bicara soal optimalisasi gerakan literasi sekolah,” kata jurnalis senior yang juga wartawan utama Firdaus Abie, ketika menjadi narasumber bedah buku berjudul Membangun Karakter, Mendidik dengan Hati. Ditulis Yetti Yulia, M.Pd.

Ia juga menyebutkan, tidaklah berlebihan jika disebutkan, dalam kontek literasi, sekolah ini berada tiga hingga empat lap (putaran) dibandingkan sekolah lain. Fakta membuktikan, kendati sekolah baru, namun dari sekolah ini sudah ada 250 judul buku hasil karya siswa, guru dan kepala sekolah. Termasuk menerbitkan majalah sekolah secara berkala.

“Satu lagi, semua orang sudah bisa mengakses buku-buku karya siswa, guru dan kepala sekolah serta buku perpustakaan secara digital melalui scan barkode. Literasi Digital sudah dimulai tahun lalu,” kata Firdaus Abie menjelaskan.

Apresiasi luar biasa juga diberikan Bunda Literasi Kab Agam Yenni Andri Warman. Langkah-langkah yang dilakukan sekolah menjadi tolok ukur terhadap aktivitas dan kesungguhan sekolah dalam mencetak generasi muda yang cerdas, berwawasan dan tangguh dikemudian hari.

“Membiasakan membaca akan meningkatkan kecerdasan,” kata Yenni Andri Warman.

Sry Eka Handayani, seorang pegiat literasi bereputasi Nasional yang juga pengelola Rumah Baca Anak Nagari, di Agam, menyebutkan, aktivitas yang dilakukan sekolah ini, hendaknya bisa menjadi acuan bagi sekolah lain. Tak ada yang tak mungkin. Tak ada yang tak bisa.

Yetti Yulia, Kepala SMPN 3 Ampek Angkek, menyampaikan secara jelas langkah-langkah yang dilakukannya di sekolah tersebut. Malahan, katanya, ditahun pertama sekolah tersebut berdiri, sudah memiliki akreditasi B. *

“Pertaruhan” Uji Kemampuan Wartawan

Mencari, menghimpun dan menulis berita, bagi seorang wartawan, merupakan hal biasa. Biasanya berita tersebut cenderung diidentikkan dengan berita permukaan, atau Straight News. Pekerjaan tersebut justru merupakan aktivitas dasar dan standar bagi seorang wartawan. Tidaklah bisa disebut sebagai wartawan jika yang bersangkutan tidak melakukan hal tersebut.

Tingkatan di atasnya, sangat beragam. Tingkatan yang sangat penting dalam keberadaan seseorang yang menjalani profesi kewartawanan.

Bagi seorang wartawan, semakin memiliki jam terbang di lapangan, maka mereka akan semakin teruji untuk bisa meningkatkan kualitas diri, termasuk dalam karya jurnalistiknya. Begitu pun dengan tingkat kesulitan dalam menghasilkan karya jurnalistik. Setelah Straight News, ada Depth News (Berita Mendalam), Investigation News (Berita Investigasi), Interpretative News (Berita Interpretatif),  Opinion News (Berita Opini)

Selain ditantang memiliki kemampuan untuk menulis berita dengan berbagai variasi tersebut, ada satu lagi sebagai bagian pembuktian seorang wartawan. Seorang wartawan juga dituntut untuk bisa menulis artikel opini.

Ada yang menyebutkan, tidak semua wartawan memiliki kemampuan tersebut, khususnya wartawan pemula, sebab artikel opini ini menuntut pengetahuan lebih terhadap apa yang ditulisnya. Artikel opini merupakan tulisan yang berisi fakta lapangan dan opini dari si penulis. Opini ini berupa gagasan yang dimiliki, dikombinasikan dengan fakta dan data yang ada. Target dari karya tulis ini untuk menyampaikan gagasan atau pemikiran secara ilmiah karena membahas suatu masalah tertentu.

Ketika Komisi Informasi (KI) Provinsi Sumatera Barat mengadakan lomba menulis artikel bagi wartawan, secara spesifik Opini Populer, pada tahun 2022, inilah momentum “pertaruhan” uji kemampuan para wartawan. Wartawan tak hanya sekadar menjadi seorang pencari dan menulis kabar yang didapatkan di lapangan, tetapi pada lomba ini juga diuji kemampuan analisis dan pandangannya terhadap satu obyek tertentu. Dalam hal ini tentang Keterbukaan Informasi Publik di Sumatera Barat.

Ketika membaca dan menilai karya tulis tersebut, butuh perhatian super serius menyigi satu secara detail setiap naskah. Hal ini dikarenakan, naskah yang masuk adalah naskah-naskah terbaik, lantaran sebelum dikirim ke panitia dan juri, semua tulisan tersebut sudah dimuat di media cetak dan online. Artinya, saringan pertama sudah dilakukan di media masing-masing.

Saya dan empat juri lainnya harus bekerja ekstra dalam memutuskan tiga tulisan terbaik. Tidak mudah untuk memilih tiga dari banyaknya tulisan yang baik. Akhirnya, secara berseloroh (namun serius) kami menyampaikan; cari yang tidak ada masalah atau tidak ada kekurangan tulisannya. Kalau sama-sama ada, cari yang paling sedikit.

Akhirnya, proses “mempreteli” dilakukan kembali. Proses ini dilakukan setelah semua naskah unggulan kami dapatkan. Hasilnya? Ya, seperti yang sudah diumumkan.

 

Salam,

 

 

Firdaus Abie

Wartawan Utama/Ketua Dewan Juri Menulis Opini Populer

20 October 2022

Membangun Karakter,

Mendidik dengan Hati

Yetti Yulia, M.Pd

 

 

Penulis             : Yetti Yulia, M.Pd

ISBN               : 978-623-290-056-1

Penerbit           : CV Cipta Media Edukasi – Surabaya

Cetakan I        : Juli, 2020

Pembedah      : Firdaus Abie

 

 

 

Banyak orang beranggapan, menulis adalah pekerjaan yang paling sulit. Bukti nyata dari anggapan tersebut, tak sedikit orang mengelak jika diminta menulis.

Di kalangan guru pun demikian. Sangat banyak guru yang mentok pangkatnya di IV.a karena syarat untuk bisa ke IV.b dan seterusnya, harus memenuhi angka kredit 12 pada unsur sub publikasi ilmiah.

Akibat mentok ini, akhirnya guru-guru tersebut pasrah dengan pangkat IV.a hingga pensiun, padahal jika syarat angka kredit tersebut dipenuhi, maka yang bersangkutan akan bisa ke IV.b dan seterusnya.

Tapi tak sedikit pula guru yang bisa menembus IV.e.

Lalu, apa sebabnya guru yang tertahan di IV.a tersebut? Apakah karena tak bisa menulis, atau malas belajar dan membiasakan diri? Coba kita lihat;

1.      Malas Menulis

·         Kalau urusannya dengan kata; Malas Menulis, ya, selesai! Tak ada rumus apa pun!

2.      Tak Bisa Menulis

·         Jika persoalannya tidak bisa menulis, maka jalan keluarnya, mengapa tidak dipelajari atau mengapa tidak pernah dicoba.

·         Sulitnya menulis, atau tak bisa menulis, sebenarnya terletak pada pikiran kita saja. Ketika kita “berdamai” dengan pikiran bahwa menulis itu sulit, atau kita tidak bisa menulis, maka, selama itu pula kita akan kesulitan atau tidak akan bisa menulis.

·         Mengapa kita tidak bersahabat dengan pikiran, bahwa menulis itu tidak sesulit yang dibayangkan? Menulis itu tidak serumit yang dipikirkan. Insya allah, semuanya akan bisa dituntaskan.

·         Belajar menulis, bisa saja diibaratkan seperti balita yang hendak belajar berjalan. Mulanya merangkak dulu, lalu jalan pegang kursi, pegang meja, pegang dinding. Sekali-sekali dilepas, jatuh. Bangkit lagi. Lepas lagi. Jatuh lagi. Sampai akhirnya bisa berjalan lepas tangan sendiri.

·         Pada banyak pengalaman, dalam sejumlah kunjungan saya ke sekolah, saya sering mendapatkan hal tersebut. Tak sedikit guru menyatakan, tak bisa menulis karena menulis tersebut susah.

·         Bagaimana langkah praktisnya?

o   Pada dasarnya, saya yakin, guru sudah punya dasar atau konsep dasar menulis dalam pikirannya, sebab semasa kuliah, konsep-konsep menulis tersebut sudah menjadi makanan sehari-hari. WR III Unand Dr Insannul Kamil pernah mengatakan; ketika kuliah, jika seorang mahasiswa tak bisa menulis, maka jangan pernah mengaku sebagai mahasiswa.

o   Pengalaman di SMPN 2 Sijunjung, ketika memberikan materi; Teknik Menulis Cerpen bagi Guru Bahasa Indonesia SMP se-Kab Sijunjung.

o   Menulis, mulailah dengan (Rumus 3 Minus 1)

§  Sebaiknya berangkat dari lingkungan

§  Sesuatu yang dikuasai

§  Sesuatu yang menyenangkan

o   Hindari menulis dengan memaksakan diri dan menulis yang tidak dikuasai.

·         Beberapa fakta menulis didasarkan pada tiga hal di atas;

o   Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

o   Novel Siti Nurbaya

o   Novel Laskar Pelangi

o   Novel Ayat-ayat Cinta

o   Novel Negeri 5 Menara

o   Membangun Karaktek, Mendidik dengan Hati (Yetti Yulia, M.Pd)

 

B u k u

Membangun Karakter,

Mendidik dengan Hati

Yetti Yulia, M.Pd

                                                         Pembedah      : Firdaus Abie

 


 

 

Merupakan contoh nyata, bahwa menulis yang berangkat dari Rumus 3 Minus 1 akan menghasilkan sesuatu yang bisa diandalkan.

Setelah saya membaca buku ini, maka dengan mengetahui latar belakang penulisnya, saya tak perlu lagi mencari tahu kepada penulis, bagaimana suasana beliau ketika menulisnya, apakah sudah sesuai dengan rumus di atas atau belum. Saya tak perlu bertanya, tetapi saya hakkul yakin, beliau secara tidak sadar sudah “masuk” pada rumusan tersebut.

Apa alasan saya? Mari kita lihat dan kita “uji” agak sejenak;

·                Sebaiknya berangkat dari lingkungan

§  Naskah ini ditulis karena penulisnya sudah berada di lingkungan ini dalam rentang waktu yang panjang. Dimulai dari persiapan menghadirkan sekolah ini, lalu rapat-rapat pembahasan mengolah dan mendudukkan visi dan misi sekolah, lalu ikut langsung terlibat menjadi eksekutor dan pembuat kebijakan terhadap langkah-langkah sekolah.

·                Sesuatu yang dikuasai

§  Berangkat dari poin pertama tersebut, maka dapat dipastikan, penulis buku ini benar-benar menguasai secara detail setiap aspek dan komponen yang ada. Tak hanya dalam berupa konsep dan indicator-indikatornya, tetapi juga menguasai secara detail evaluasi kegiatan tersebut. Potensi, keunggulan, kelemahan dan evaluasinya dipaparkan secara terperinci.

·                Sesuatu yang menyenangkan

§  Bagian ini akan mengikuti secara tegak lurus jika dua komponen sebelumnya sudah dikuasai dan dapat dijinakkan.

Kita juga bisa simak secara detail pada biografi sang penulis, kesimpulan saya;

 

1)      Ternyata sudah banyak karya tulis yang dihasilkan. Semua karya yang ditulis berangkat dari apa yang ada di lingkungan beliau, baik berupa jurnal, buku mau pun karya ilmiah. Semuanya berangkat dari apa yang ada disekitarnya.

2)      Apa yang dilakukan buk Yetti Yulia M.Pd sekaligus mematahkan argumentasi banyak orang, bahwa menulis adalah untuk orang-orang atau guru bidang studi Bahasa Indonesia, atau IPS saja. Tidak! Menulis adalah untuk semua orang. Bagi guru, untuk semua guru!

·         Saya menemukan banyak guru yang bukan guru bahasa Indonesia jago menulis. Dari sejumlah guru di berbagai sekolah yang saya kenal, justru banyak guru non bahasa Indonesia yang menulis dibandingkan guru bahasa Indonesia. Bagi saya, kondisi ini, agak menjadi tanda-tanya. Guru bahasa Indonesia bisa dan jago menulis, sebenarnya sudah seharusnya. Justru kebanggetan jika tak bisa menulis. Perkenalan saya dengan buk Yetti, sekaligus menambah perbendaharaan teman saya dari guru fisika yang hebat menulis.

o   Sebelumnya, dua pekan silam, saya mengenal Susidawati, guru fisika di SMAN 1 2x11 Enam Lingkung. Tak hanya buku terkait bidang studinya, tetapi juga karya sastra.

o   Sebelumnya lagi, Karnalis, guru fisika di SMAN 5 Padang. Menulis tentang fisika yang dihubungkan dengan falsafah adat Minang; adat basandi syara’ dan syara’ basandi kitabullah.

3)      Buku ini sesungguhnya sudah memenuhi kaidah sebuah buku, keilmiahannya bisa dipertanggungjawabkan. Memenuhi standar sebuah buku dan tidak banyak catatan.

·         Penulisannya sudah rapi. Saya hanya menemukan satu kata yang typo (salah ketik), dan tak lebih dari lima kata hubung diawal kalimat.

 

Lalu, kembali kepada persoalan di atas, mengapa orang cenderung mengatakan; tak bisa menulis, atau; menulis sangat susah, menulis itu rumit, dan bla..bla..bla.. lainnya. Persoalan utamanya terletak kepada Tidak Meluruskan Cara Berpikir. Cenderung “Berdamai” dengan Hati bahwa; Menulis itu Sulit! Padahal, sesungguhnya tidak seperti yang dibayangkan!

Dari pengalaman saya berbagi kiat praktis menulis, sebenarnya semua yang dikhawatirkan, semua hal yang ditakutkan dan menjadi ketakutan banyak orang tentang menulis, dapat disingkirkan dengan cara; 1) Tahu Kiatnya, 2) Mau Mencoba.

Terhadap kedua hal ini, dalam berbagi pengalaman di ratusan sekolah, secara intensif sejak 2010, sebenarnya hal tersebut didapat disingkirkan kalau sekolah, atau guru benar-benar mau melaksanakannya. Kiat-kiat praktis yang biasa saya berikan diberbagai sekolah, rata-rata butuh waktu empat sampai lima jam. Diawali dengan memberikan kiat praktis, lalu praktek dan evaluasi. Langkah awal yang sangat sederhana tersebut, sebenarnya sudah bisa memberikan stimulus bagi peserta untuk bisa memahami dan mempraktekkan, kemudian dapat menghasilkan semua tulisan sederhana.

Langkah praktis tersebut memang tidak serta merta menjadikan sebuah karya sempurna, tetapi setidaknya mampu menerobos dinding terjal yang selama ini membatasi ruang gerak mereka yang selama ini bersikukuh pada prinsip; Tak Bisa Menulis. Menulis itu Sulit!

Saya menemukan standar menarik dalam buku ini, Halaman 154. Di sana dituliskan; guru yang bertugas untuk membentuk agar budaya membaca dan menulis itu terpatri dalam karakter siswa, oleh karena itu, seorang guru harus memiliki kemampuan membaca dan menulis yang baik.

Saya sepakat!

Ada dua kisah berbeda yang saya dapatkan;

1.      Di SMAN Negeri 5 Padang

2.      Saat saya menjadi pemateri pelatihan menulis bagi pelajar di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Sumatera Barat, tahun 2019.

 

Saran:

1.      Jika memberikan hukuman kepada siswa, misalnya siswa terlambat, tidak buat tugas dan lain-lain, sebaiknya jangan dalam bentuk hukuman fisik lagi; membersihkan pekarangan sekolah, membersihkan wc, membereskan taman dan lain-lain, tetapi hukumannya dihubungkan dengan hal-hal produktif yang berhubungan dengan pengembangan literasi sekolah.

 

 

 

Biodata Narasumber:

 

Nama                           : Firdaus Abie

Tempat/Tgl Lahir        : Padang/8 Desember 1971

Alamat                                    : Komplek Lubuk Intan Blok D.9 Lubuk Buaya, Koto Tangah – Padang.

Nomor Kontak            : 082170531100

Medsos                        : FB                 Firdaus Abie

                                      Youtube        Firdaus Abie

Pekerjaan                     : Jurnalis

Kompetensi                 : Wartawan Utama

Jabatan                                    :

1.      2010 – sekarang Direktur Harian Umum Rakyat Sumbar

2.      2009 – 2010 Wakil General Manager Padang TV

3.      2008 – 2009 Pemimpin Redaksi Padang Ekspres

4.      2007 – 2008 Pemimpin Redaksi & Manager Program Padang TV

5.      2007                Merintis Padang TV

6.      2004 – 2007    Wakil Pemimpin Redaksi Padang Ekspres

7.      1999 – 2004    Redaktur & Redaktur Pelaksana Padang Ekspres

8.      1999                Merintis Padang Ekspres

9.      1991 – 1999    Wartawan Harian Semangat

10.  1989 – 1991 Wartawan Pelajar KMS Singgalang

Karya Non Jurnalistik :

1.      Novel berbahasa Minang, Indak Talok Den Kanai Ati

2.      Novel Cincin Kelopak Mawar

3.      Novel Pong Pong Nan

4.      Novel Telepon Ibu

5.      Kumpulan Cerpen Cincin Kelopak Mawar

6.      Antologi Cerpen Uang Jemputan

7.      Antologi Cerpen Potongan Tangan di Kursi Tuhan

8.      Antologi Cerpen Sepenggal Rindu Dibatasi Waktu

9.      Editor Buku:

·         Kumcer Tasbih Untuk Papa

·         Kumcer Apalah Makna Sebatang Pohon

·         Kumcer Dua Pilar Rindu

·         Kumcer Hujan yang Mengawali

·         Kumpulan Puisi Jalinan Kata Kita

·         Best Praktis Taksi Uda Menuju BIM

·         Dilema Guru Diera Milenial

·         Padang Under Cover

·         Suluh

·         Mengelola Hutan dengan Hati

10.  Buku 25 Tahun Universitas Baiturrahmah

11.  Buku 36 Tahun Ikatan Alumni SMA Negeri 3 Padang dan 40 Tahun SMA Negeri 3 Padang

12.  Buku 121 Wartawan Hebat Sumatera Barat (karya bersama)

 

Aktivitas Lain             :

1.      Pembina Bengkel Literasi Rakyat Sumbar.

2.      Menulis Cerpen, Puisi dan Novel.

3.      Instruktur Pelatihan Menulis.

4.      Guru berbagai lomba menulis dan bercerita.

Ruang Buku Karya Dosen Unand

   Suatu ketika, saat podcast dengan Pak Ir  Insannul Kamil , M.Eng, Ph.D , WR III Unand. Kata beliau, Jangan Mengaku Mahasiswa jika tak B...