28 June 2020

Semba Lakon


Oleh: Firdaus Abie

Dulu. Dulu sekali. Aku punya teman. Rumah kami saling berdekatan, hanya dipisahkan jalan raya tak beraspal. Orang tua kami sangat dekat. Aku dan temanku, sama-sama satu sekolah sejak TK hingga SMA.

Hubungan kami terasa semakin sangat dekat ketika duduk di bangku SD. Sekali pun selama enam tahun tak pernah duduk semeja, dan sering berbeda kelas, tapi hubungan kami sangat dekat. Saking dekatnya, ia sering membelaku jika aku diganggu orang.

Di angkatanku yang terdiri dari dua kelas, ia termasuk kawan yang pemberani, kuat dan sulit ditaklukkan. Di antara permainan paling populer kami, main semba lakon. Aturan permainannya sederhana. Setelah terkumpul sejumlah orang, maka dibagi dua. Lalu disepakati grup mana yang jadi lakon. Tim lain harus menangkap lakon. Setiap lakon yang tertangkap, harus dikurung. Para lakon yang tersisa harus berupaya membebaskan kawan-kawannya yang terkurung. Caranya, mereka harus menembus pengawalan lakon yang terkurung. Para lakon baru bisa dikurung jika ketika menyerah saat ditangkap. Ia boleh melakukan perlawanan. Lawannya juga boleh melakukan berbagai cara untuk “melumpuhkan” lakon tersebut.

Temanku yang satu ini, termasuk kuat jika main semba lakon. Ia bahkan mampu melepaskan diri dari hadangan tiga orang sekaligus. Ketika akan main, banyak yang berharap bisa menjadi bagian dari timnya.

Ketika Ia membelaku, tak pernah tanggung-tanggung. Ia terkadang sampai berkelahi benaran karena aku diganggu orang. Tapi sesungguhnya, tak jarang, aku yang lebih duluan mengganggu orang tersebut. Kemudian orang itu membalas. Jika aku sanggup menghadapinya, aku akan terus memberikan perlawanan, kalau tak sanggup, aku lapor kepadanya. Tapi aku lebih sering tak mampu melawan orang yang kuganggu, namun temanku tu  akan langsung melabrak orang tersebut.  Ia kemudian beberapa kali ditegur guru. Jujur saja, sebenarnya teman ku itu bukan  anak bandel, tetapi sangat setia kawan.

Ketika aku merenung, aku ingat masa tersebut.  Tapi itu dulu. Dulu sekali. Puluhan tahun silam. Kini, sahabatku tersebut telah menjadi seorang ustad.*

No comments:

Ruang Buku Karya Dosen Unand

   Suatu ketika, saat podcast dengan Pak Ir  Insannul Kamil , M.Eng, Ph.D , WR III Unand. Kata beliau, Jangan Mengaku Mahasiswa jika tak B...