19 June 2018

Serahkan Dua Unit Bantuan Usaha Ekonomi Produktif untuk Sahabat

* Halal bi Halal Angakatn '91 SMAN 4 Padang


Padang, Rakyat Sumbar---Halal halal bi halal 1439 Hijriah, dijadikan sebagai momentum memperkokoh silaturrahmi sesama alumni Angkatan '91 SMA Negeri 4 Padang. Dua unit bantuan usaha ekonomi produktif diserahkan untuk dua sahabat mereka.
Rustam memperoleh becak motor, Ernita mendapatkan gerobok untuk jualan gorengan dan aneka jus. Dua bantuan usaha ekonomi produktif ini didapatkan dengan cara berbeda.
"Becak motor sepenuhnya dari donasi yang diberikan kawan-kawan, sedangkan gerobak didapatkan dari kerjasama dengan pihak ketiga," kata Firdaus Abie, Ketua Ikatan Alumni Angkatan '91 SMA Negeri 4 Padang, disela-sela halal bi halal, di Oma Cafe Lubukbegalung, Senin (18/8) kemarin.
Kerjasama dengan pihak ketiga, katanya, upaya pengurus Angkatan '91  memenuhi  kebutuhan sahabatnya tersebut disambut baik LAZ Mitra Umat Madani.

SATU CINTA UNTUK '91

 Kami Bersahabat, Satu dalam Rasa...  

 



Kami bersahabat sejak dulu. Tiga tahun kami seiring sejalan. Tiga tahun bergandengan tangan untuk satu langkah yang sama. Menuntut ilmu di SMA Negeri 4 Padang, yang masa itu akrab dalam sebutan Smanpex. SMA Ampek.
Sekolah kami, berada di pinggir sungai. Ketika kami memulai sekolah di sana, kami mengenal sungai itu dengan sebutan Sungai Babilon. Entah apa sejarah yang memunculkan nama sungai tersebut begitu, konon tak seorang pun yang tahu. Kami menerima apa adanya, seperti kami menerima aroma udara yang dikeluarkan pabrik getah, atau aliran sungai yang sudah bercampur limbah.
Tiga tahun kami bersama, lalu terengut tuntutan. Janjian telah sampai. Waktu menghukum segalanya. Kami harus pergi, meninggalkan Smanpex tercinta. Meninggalkan sekolah dan para guru. Langkah pun diseret terpisah. Anak muda matah dari 10 kelas (satu kelas 30-40 orang) harus menyeret langkah sesuai hakikatnya. Ada yang termangu, tersentak dalam diam. Ada yang melangkah optimis, menuntut ilmu pasti. Ada yang mengatur langkah, menata diri menatap hari.
Belasan tahun terpisah, tercerai-berai, entah dimana.  Masa yang panjang itu, akhirnya memendam rindu. Rindu merentang, memagut angan. Ah, segeralah ke sini!

07 June 2018

“Kapunduang..!”


 
Sampai di rumah sepulang dari  pos ronda, menjelang malam, Badri membawa dendang dari siulan. Hatinya berbunga-bunga. Ia mendapati mande masih menjahit.
“Mande, siapa yang akan menikah?” tanya Badri, ketika ia menemukan seonggok siriah langkok[1] di meja ruang tengah rumahnya.
Rabiatun ka baralek. Tadi ayah dan ibunya ke sini. Beliau juga mengundangmu sekalian meminta bantuanmu untuk persiapan pesta nanti,”  jawab  mande. Ia terus menyulam.
Badri tergagap. Langkah dan siulannya terhenti.
“Rabiatun,  mande?” tanyanya tergagap.

Menjemput Hati Rabiatun


Sejak melepaskan diri dari Mirna, Badri kembali mengejar cinta Rabiatun. Ia menjemput kisah masa lalu bersama Rabiatun. Perempuan idamannya itu terus dibuntuti. Hari-harinya selalu mencari celah agar bisa kembali dekat pada Rabiatun.
Bisikan untuk kembali mengintip Rabiatun di tapian, sepanjang waktu terus membuntutinya. Ketika bisikan itu semakin deras, Badri sudah melangkah menuju tapian menjelang asyar. Ketika langkahnya terus mengarah ke tempat biasa dulu ia mengintip, darahnya mengalir deras.
Badri tertegun. Langkahnya terhenti. Ia merasakan ada sesuatu yang menjalari tubuhnya. Bulu romanya berdiri. Perasaan cemas berubah menjadi ketakutan. Ia menggigil dalam diam. Selang beberapa saat kemudian, ia balik kanan dan kemudian melangkah meninggalkan tapian.

Ancaman Melepas Mirna


 
Sejak pertemuan di malam jahanam, Badri mencoba mengubur jauh tentang Mirna. Ia sebenarnya sudah mulai merasakan hatinya terpaut pada Mirna. Mulanya memang hanya sandiwara. Ia mendekati Mirna untuk menutup malunya agar Mirna tak membocorkan perangainya mengintip Rabiatun di tapian.
Mulanya Badri hanya patuh pada permintaan Mirna karena takut perangainya dibocorkan ke orang kampung. Bagaikan sapi yang diberi tali di hidungnya, Badri menurut saja. Ia patuh jika ada permintaan dari Mirna.

Malam Jahanam



Hari belum gelap, namun Mirna sudah menutup jendela kamarnya. Sinar lembayung menerobos masuk dari pintu angin. Pintu kamar sudah terkunci sebelum Mirna menutup jendela.
Mirna membolak-balik pakaian di lemari. Ia mencari sesuatu. Tak lama di antaranya, ia membentangkan handuk kecil dengan kedua tangannya. Handuk itu diciumnya dalam-dalam sembari memejamkan mata.
Sesaat kemudian ia membuka matanya, menjauhkan hidungnya dari handuk kecil itu. Tak lama berselang, ia kembali mengulangi caranya semula. Cara mencium yang sama dilakukannya tujuh kali, setelah itu ia meletakkan handuk itu di bawah bantalnya.

Tantangan Mirna


Sejak pertemuan di rumah Mirna, ternyata tanpa sengaja, Badri dan Mirna  sering berjumpa. Pertemuan mereka terjadi di tempat berbeda. Terkadang di tempat  baralek, sama-sama pulang dari surau, di jalan ketika menuju atau pulang dari ladang. Sejak itu pula, tak pernah Badri bisa bicara langsung.
 Setiap ia hendak menyampaikan persoalan mengintip Rabiatun, seketika itu juga Mirna mengalihkan cerita. Permintaan Mirna selalu sama, bicarakan dikesempatan lain saja. Sejak itu pula, Badri sering kali mencoba membuat janji dengan Mirna. Gadis itu menurut, namun setiap Badri hendak mengulang pembicaraan serupa, Mirna pun mengelak. Badri makin bingung.
Diam-diam mereka saling buat janji. Mengukir waktu, mencuri kesempatan untuk bisa bertemu. Mereka bertemu diam-diam, tak mau ada yang tahu. Kalau pun mereka tahu bahwa orang tua mereka sudah berteman sejak masih muda, namun mereka tak percaya kalau pertemuan diam-diam itu akan direstui. Kalau pun harus datang ke rumah masing-masing lebih memungkinkan, namun mereka juga harus berjuang untuk mengakali agar pertemuan itu benar-benar logis.
Tak mudah bagi mereka untuk skenario. Badri terus mencari jalan agar ia diminta mande ke rumah amak, begitu pun Mirna. Ia juga terus mencari akal agar diminta amak untuk menemui mande. Kalau itu terjadi, maka memungkin bagi mereka untuk bertemu dalam kurun waktu yang agak lama dan tidak perlu kuatir dilihat orang.

03 June 2018

Rakyat Sumbar untuk Indonesia


Judul di atas bukan sekadar judul,  tapi dikutip dari tema ulang tahun ke-8 (delapan) Harian Umum Rakyat Sumbar. Sejak 1 Juni 2010, koran yang sedang dibaca hari ini, telah turut mengambil peran untuk  pembangunan Sumatera Barat. Mendorong dan menginspirasi masyarakat untuk berbuat yang terbaik.
Dilihat dari usia, Harian Umum Rakyat Sumbar tergolong lebih muda dibandingkan koran-koran harian lain di Sumbar. Koran ini salah satu produk era reformasi. Dua puluh tahun perjalanan era reformasi, baru separoh waktu menemani dan mengawal perjalanan masa yang disebut-sebut sebagai era keterbukaan.
Tapi usia muda bukanlah alasan untuk tertinggal dibandingkan yang lebih tua. Jika yang muda  kreatif; berpikir, melangkah dan bertindak out of the box, maka akan dapat menyodok ketertinggalan  dari seniornya. Tidak berarti yang muda kalah dalam persaingan.
Diusia sewindu ini, kami mengusung tema; Rakyat Sumbar untuk Indonesia. Inilah semangat kami untuk memberikan kontribusi positif kepada negeri ini, hari ini dan hari-hari selanjutnya. Ada makna dan semangat berlipat ganda di sana.

Ruang Buku Karya Dosen Unand

   Suatu ketika, saat podcast dengan Pak Ir  Insannul Kamil , M.Eng, Ph.D , WR III Unand. Kata beliau, Jangan Mengaku Mahasiswa jika tak B...