22 December 2013

Malin Kundang, Ibunya Durhaka*

Oleh: Firdaus

Entah kenapa, pada momentum peringatan Hari Ibu, kali ini, saya teringat pada cerpen  karya A.A Navis (alm). Cerpen itu memiliki setting Malin Kundang, namun bukan bercerita tentang kedurhakaan Malin Kundang seperti  umum dipahami orang selama ini.
Karya yang ditulis A.A Navis pada tahun 1953, atau tiga tahun sebelum Robohnya Surau Kami, bercerita tentang kedurhakaan ibu si Malin Kundang. Berikut penggalan ceritanya; 
Malin Kundang di atas kapal. Kembali dari rantau. Gagah dan perkasa. Di sampingnya istri yang cantik jelita, putri raja. Ketika Malin Kundang hendak turun ke darat, diiringi oleh istrinya, putri raja, datang berlari ibu yang renta. Diiringi seorang laki-laki dari kejauhan. "Malin Kundang anakku, engkau pulang juga akhirnya," kata perempuan renta yang berbaju kumal bertambal.
"Inikah perempuan yang kau katakan sebagai ibu yang anggun bijaksana, yang selalu bernyanyi bila sunyi, bersenandung bila murung?" tanya putri raja pada suaminya.
Malin Kundang tidak bisa berbuat apa-apa. Diremasnya tangannya sendiri sampai perih. Dia merasa seolah dituduh istrinya telah berdusta. "Apakah engkau tidak salah lihat, Malin Kundang? Salah tempat berlabuh? Karena aku tidak melihat tanahmu yang subur makmur, tidak melihat nyiur melambai di tepi pantai, tidak melihat hutan rimba, suaka alam tempat satwa bersemayam. Aku hanya melihat tanahmu yang tandus, kering kerontang sahara Afrika," kata istri Malin Kundang.
"Akulah ibumu, Malin Kundang. Memang beginilah keadaannya sekarang, setelah banyak orang seberang, yang katanya mau menghangatkan tubuhku di ranjang. Ketika aku terlena, mereka membabat hutan kita, memindahkan untuk bangsanya. Ketika aku terjaga, mereka sudah tiada," kata perempuan renta di bawah tangga.
"Tapi siapa laki-laki itu?" tanya Malin Kundang sambil menunjuk ke belakang ibunya. "Dia lah lelaki satu-satunya yang tertinggal, yang rela menemani aku sampai kau tiba membawa harta. Karena aku janjikan bahwa dia akan mendapat bagian," perempuan itu berkata lirih sekali.
Malin Kundang meradang. Lalu berteriak hingga bumi bergerak. "Engkau perempuan laknat. Kalau benar kau ibuku, aku kutuk diriku agar menjadi batu. Biar semua orang tahu, Malin Kundang lahir dari perut yang keliru."
"Malin Kundang kembali berlayar, menembus badai menantang halilintar, sampai kapalnya pecah terdampar. Malin Kundang pun menjadi batu. Sekali-sekali, bila musim berganti, sayup-sayup terdengar suara, yang mengutuk ibu durhaka, yang menanduskan negeri leluhurnya, sampai setandus jiwanya."
Secara ekstrem, Navis dalam cerpen  Malin Kundang, Ibunya Durhaka, mengirim  pesan  seakan menggugat keberadaan seorang ibu. Dia mempertanyakan, apa benar sedemikian tega seorang ibu mengutuk anaknya sendiri sehingga berubah menjadi batu. Navis malah menyalahkan sang ibu, dan lebih pantas ibu itu yang dicap durhaka.
Demikian pula Wisran Hadi. Budayawan besar asal Sumbar yang lahir dan besar di kampung halamannya,  tidak setuju dengan sebutan durhaka terhadap Malin Kundang. Dalam naskah dramanya, Wisran malah membela Malin Kundang dan menganggap wajar bila dia memarahi sang ibu. Persoalannya, si ibu telah kawin lagi dengan lelaki lain dan akan menggerogoti kekayaan Malin Kundang.
Kedurhakaan sang ibu yang disampaikan A.A Navis dan Wisran Hadi adalah dalam bentuk simbol. Dalam konteks kekinian, kedurhakaan ibu adalah kedurhakaan yang jamak. Kedurhakaan yang mengalir bagaikan air. Mengalir jauh. Kedurhakaan yang sengaja dipelihara.
Hakikat kedurhakaan tersebut terkait pada ketidaktaatan ibu berperan sebagai ibu. Peran-peran keibuan hari ini telah dialihkan para ibu ke bentuk lain, sehingga memaksa anak-anaknya (juga bapak dari anak-anaknya) berpaling kepada “ibu-ibu“ lain.*

*Judul tulisan ini diambil dari judul cerpen A.A Navis; Malin Kundang, Ibunya Durhaka.
** Tulisan ini juga dimuat di Harian Pagi Padang Ekspres, edisi Minggu 22 Desember 2013. Juga dimuat pada http://padangekspres.co.id/?news=nberita&id=4282
(email: firda71_padang@yahoo.com)

27 November 2013

Koran tak Akan Mati…!

* Pengenalan Media Bersama Dahlan Iskan



Meneg BUMN Dahlan Iskan disambut GM Rakyat Sumbar Firdaus
Kehadiran Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan pada Pengenalan Media dan Pelatihan Jurnalistik dengan tema; Mengenal Media, Menguasai Dunia, Demi Indonesia, benar-benar dimanfaatkan sedikitnya 200 pelajar dan mahasiswa. Tak hanya memberondong Dahlan Iskan dengan beragam pertanyaan, namun mereka juga “memaksa” Dahlan Iskan untuk sesi foto bersama dan memberikan tandatangan pada sejumlah buku karya pendiri Jawa Pos Group (Grupnya Rakyat Sumbar).

Begitu memasuki studio utama Padang TV di lantai II Graha Pena (Kantor Padang Ekspres Group) di Jalan Adinegoro Padang, Selasa (26/11) kemarin, orang nomor satu di kementerian BUMN tersebut disambut meriah para peserta. Mereka  sudah tidak sabar lagi untuk bertemu langsung dengan tokoh fenomenal tersebut.
Dahlan Iskan pun menyambut antusias mereka dengan sebuah tantangan, “ayo siapa yang mau bertanya. Silakan. Jika perlu, ajukan pertanyaan yang paling sulit. Lebih baik anda yang ajukan pertanyaan dari pada saya ngomong aja,” tantangnya. Tantangan itu disambut tepuk tangan bergemuruh dan banyak yang berminat bertanya.

10 November 2013

Maetong Suaro Antu

Oleh: Firdaus


Di Nagari Matikutu, sekelompok orang sedang berkumpul. Jika dilihat dari latar belakangnya, apalagi latar belakang terakhirnya, mereka adalah “orang-orang hebat“ karena baru saja mencalonkan diri untuk menjadi pejabat di Nagari Matikutu tersebut. 
Keinginan mereka menjadi pejabat tak menjadi kenyataan. Ketika penghitungan suara, suara mereka jauh tercecer di bawah pemenang I dan II. Dua peraih suara terbanyak, suara mereka juga tidak memenuhi syarat untuk langsung menjadi pejabat, sehingga dua peraih suara terbanyak itu harus mengulangi lagi pertarungan. Akan dilakukan pemilihan ulang.  
Ada pun mereka yang sedang berkumpul,  pada pemilihan ulang,  hanya akan menjadi penonton, kemudian menunggu siapa yang akan menang. Tapi, menariknya, mereka masih saja maajan tuah. Mereka sudah melemparkan umpan dengan harapan umpan tersebut akan “dimakan” oleh salah satu dari dua peserta yang bertarung pada pemilihan ulang.

28 October 2013

”Ada Awan Lurus Tebal yang Memanjang”

Fenomena Unik Pembawa Kabar Gempa

Oleh: Firdaus


Sore yang mencekam. Tak pernah terbayangkan, bencana itu datang lagi. Gempa dahsyat itu datang tanpa terduga, di saat kedamaian mengitari perjalanan. Sore itu, seusai menerima tamu di ruangan Divisi Program dan Produksi Padang TV, tempat saya sehari-hari menjalani aktivitas, saya menuju ke Padang Ekspres berjalan kaki. Sebelum berangkat, saya sempat meminta dan berpesan kepada tim kerja, untuk menunggu agak sebentar. Ada hal yang hendak disampaikan.
Di Padang Ekspres, saya langsung ke lantai dua untuk sebuah keperluan. Baru saja hendak duduk, tiba-tiba goncangan itu membuyarkan suasana canda di ruangan tersebut. Semua tersentak, lalu berlarian keluar. Ketika sampai di anak tangga lantai dua, suasana sudah ramai. Maklum saja, di lantai dua dan tiga Padang Ekspres ada sejumlah divisi dari sejumlah perusahaan. Yakni, Padang Ekspres, Posmetro Padang, P’Mails, dan media online Padang Today.
Sesampai di anak tangga itu, saya sempat tertegun. Ada seorang berguling dari lantai dua. Yang pasti, dari posturnya, dia seorang laki-laki. Sampai tulisan ini saya tulis, belum terdeteksi siapa gerangan lelaki tersebut. Lalu, satu persatu di antara kami yang berada di lantai dua berlarian turun ke bawah. Sementara guncangan sangat terasa. Sangat keras. Dinding sepanjang tangga mulai berjatuhan.

27 October 2013

Menuju Tujuh Miliar



 Oleh: Firdaus 



Berjalan sedikit lebih jauh, sama buruknya dengan berjalan tidak cukup jauh....
---Confusius, pemikir paling berpengaruh dunia asal China---


Pandangan Confusius yang lahir di negara kecil Lu (sekarang Provinsi Shantung, Cina) pada tahun 551 SM, sebenarnya tidak jauh berbeda jika dikaitkan dengan peristiwa yang pernah terjadi pada masa kepemimpinan Nabi Muhammad SAW.
Ketika itu, seorang kafir yang sangat bejat, sering membunuh, merampok dan memperkosa, datang kepada nabi. Ia menyatakan penyesalan dan kemudian benar-benar mau bertobat. Nabi memintanya untuk berangkat ke sebuah tempat. Di sana bisa bertobat dan beribadah lebih khusus.
Di perjalanan, ternyata Allah berkehendak lain. Ia didapati meninggal dunia di perjalanan. Semua orang bingung. Bagaimana menyelenggarakan jenazah tersebut. Apakah diselenggarakan seperti tradisi kaum kafir, atau diselenggarakan secara Islam.
Nabi Muhammad SAW memerintahkan agar diukur jarak tempuh yang sudah dilaluinya dari rumah si kafir ke tempat yang dituju. Setelah diukur, perjalanan yang  ditempuh sudah sangat jauh dari rumahnya. Artinya, sudah dekat ke tempat yang diperintahkan nabi.
Nabi Muhammad SAW kemudian memerintahkan agar jenazahnya diselenggarakan secara Islam. Para sahabat pun kemudian heran dan bertanya kepada nabi. Nabi menjelaskan, lelaki itu sudah menunjukkan kesungguhannya untuk bertobat. Dari jarak yang sudah ditempuh, ia sudah jauh meninggalkan masa lalunya.
Hikmah dari ilustrasi itu, sebenarnya dapat juga dianalogikan pada banyak sisi kehidupan saat ini. Setidaknya, ada data mengkuatirkan yang dikeluarkan badan dunia, bahwa pada Oktober 2011 diprediksi bahwa dunia ini akan didiami tujuh miliar jiwa. Sanggupkah bumi menjadi pijakan dengan kondisi air tanah kian kerontang, hutan yang semakin menggundul, es di kutub yang terus mencair, namun berbagai polutan terus menggila?

Totalitasnya pada Olahraga tak Diragukan!

Inmemoriam Sjaiful Bachri, Wartawan Olahraga Senior Sumbar:



Pagi, lah minum tu? Ambo alah..
Terkadang, kalimat tersebut dibarengi dengan sedikit penjelasan. Di antaranya; Pagi, lah minum tu? Ambo alah, jo teh manis se. Atau, Pagi, lah minum tu? Ambo alah, lontong gulai paku di Simpangharu. Tapi, yang pasti, apa pun penjelasannya, pertanyaan awalnya tetap sama; Pagi, lah minum tu?


Oleh: Firdaus


Pertanyaan itu diajukan pemilik akun di facebook,  Sjaiful Bachri, setiap pagi. Tapi terhitung Jumat (25/10) pagi, sapaan itu tak ada lagi untuk hari-hari mendatang.  
“Ka jadi kawan sambia minum pagi mah..” jawab Sjaiful Bachri, ketika perihal status setiap pagi itu saya tanyakan padanya, saat saya dan uda Pul ---demikian saya biasa memanggilnya--- bertemu di Sekretariat KONI Sumbar, Senin (21/10) lalu.
Pertemuan tersebut rupanya pertemuan terakhir saya dengannya. Pada pertemuan tersebut ada tokoh-tokoh olahraga Sumbar; Zainal Kasim, Sartusa Ibrahim dan Azwar Akip. Pertemuan menjelang siang itu memunculkan diskusi perihal olahraga, terutama terkait dengan prestasi Timnas U-19. 
Kabar Sjaiful Bachri berpulang ke rahmatullah, saya terima melalui sebuah grup Blackberry, Jumat pagi. Uda Sjaiful Bachri meninggal dunia Kamis (24/10), sekitar pukul 23.30 WIB, pada usia 62 tahun.  Dikebumikan di kampung halamannya di Kacang, Solok, Jumat (25/10). Kabar itu, tentu sangat mengejutkan. Saya mengingat peristiwa beberapa hari sebelumnya, tampaknya da Pul masih sehat-sehat saja.
Inmemorial Sjaiful Bachri, Wartawan Olahraga Senior Sumbar:
Totalitasnya pada Olahraga tak Diragukan!


Pagi, lah minum tu? Ambo alah..
Terkadang, kalimat tersebut dibarengi dengan sedikit penjelasan. Di antaranya; Pagi, lah minum tu? Ambo alah, jo teh manis se. Atau, Pagi, lah minum tu? Ambo alah, lontong gulai paku di Simpangharu. Tapi, yang pasti, apa pun penjelasannya, pertanyaan awalnya tetap sama; Pagi, lah minum tu?


Oleh: Firdaus


Pertanyaan itu diajukan pemilik akunnya, Sjaiful Bachri, setiap pagi. Tapi terhitung Jumat (25/10) pagi, sapaan itu tak ada lagi untuk hari-hari mendatang.
“Ka jadi kawan sambia minum pagi mah..” jawab Sjaiful Bachri, ketika perihal status setiap pagi itu saya tanyakan padanya, saat saya dan uda Pul ---demikian saya biasa memanggilnya--- bertemu di Sekretariat KONI Sumbar, Senin (21/10) lalu.
Pertemuan tersebut rupanya pertemuan terakhir saya dengannya. Pada pertemuan tersebut ada tokoh-tokoh olahraga Sumbar; Zainal Kasim, Sartusa Ibrahim dan Azwar Akip. Pertemuan menjelang siang itu memunculkan diskusi perihal olahraga, terutama terkait dengan prestasi Timnas U-19.
Kabar Sjaiful Bachri berpulang ke rahmatullah, saya terima melalui sebuah grup Blackberry, Jumat pagi. Uda Sjaiful Bachri meninggal dunia Kamis (24/10), sekitar pukul 23.30 WIB, pada usia 62 tahun.  Dikebumikan di kampung halamannya di Kacang, Solok, Jumat (25/10). Kabar itu, tentu sangat mengejutkan. Saya mengingat peristiwa beberapa hari sebelumnya, tampaknya da Pul masih sehat-sehat saja.
Bagi wartawan olahraga di Sumbar, Sjaiful Bachri adalah adalah panutan. Ia sangat mencintai dunianya sebagai wartawan olahraga. Sjaiful Bachri memulai karirnya jurnalistiknya sebagai wartawan olahraga.  Bidang liputan olahraga ternyata sangat memikat hatinya, hingga akhir hayatnya ia tetap setia pada liputan olahraga.
Selama menjadi wartawan dan redaktur olahraga di Harian Haluan, lakek tangan Sjaiful Bachri menjadi “momok” dan sekaligus panutan bagi para wartawan olahraga di berbagai media di Sumbar lainnya, sebab, ia mampu mengelola halaman olahraga Haluan menjadi lebih berwarna dengan sajian-sajian berita olahraga yang nyaris tidak didapatkan media lain. Terutama olahraga yang terjadi di daerah.
Jika ada ivent olahraga tingkat lokal, maka pemberitaan secara berkesinambungan, setiap hari, lengkap dengan data, grafik atau pun klasemennya, akan disuguhkan kepada pembaca, sehingga pembaca dengan sangat mudah memahami dan mengikuti perkembangan ivent tersebut.
Hebatnya, sekali pun ia sudah tergolong sebagai wartawan olahraga senior di Sumbar, namun ia tak pernah membeda-bedakan liputan olahraga. Ia juga mau meliput dan memberikan porsi untuk pemberitaan olahraga dari kampung ke kampug.
Ketika saya menjadi redaktur olahraga di Harian Pagi Padang Ekspres, apa yang dikerjakan uda Sjaiful Bachri menjadi patokan dasar. Target tim kami, harus menggalahkan hasil kerja beliau, walau pada beberapa liputan, kami kecolongan juga.
Melawan hasil kerja Sjaiful Bachri, menurut Nofi Sastra  ---wartawan Tabloid BOLA yang pernah menjadi Sekretaris SIWO PWI Sumbar----  harus dilakukan secara ekstra. Hal ini, kata Nofi, Sjaiful Bachri bekerja dengan energi yang luar biasa. Ia sangat kuat, tahan dan sangat sabar. Bukti dari kerja kerasnya, ia tak hanya sekadar mampu mengelola halaman olahraga setiap hari, tetapi juga mampu menulis berita olahraga dalam jumlah yang sangat banyak setiap hari. Kualitasnya pun tak perlu diragukan.
Sikapnya yang tenang dan sabar pernah saya rasakan secara langsung. Ketika meliput PON XV di Jawa Timur, tahun 2000, suasana di sekretariat kontingen PON Sumbar terjadi keributan antara pimpinan kontingen dengan wartawan asal Sumbar. Ketika situasi memanas, Sjaiful Bachri mampu meredam ketegangan dengan cara yang sangat elegan.
“Kondisi wak lah parah, jan dipaparah juo lai. Mambana ambo. Ambo nan mambana-a,” kata da Pul, ketika itu.
Ada pun pernyataan Sjaiful Bachri yang menyebutkan, kondisi awak alah parah (kondisi kontingen Sumbar sangat parah, kacau dan hancur-hancuran,--pen), karena ketika itu Sumbar tak membawa pulang sekeping medali emas pun. Malahan berada di peringkat pincik dari 26 provinsi, setelah Timor Timur lepas dari Indonesia.
Kecintaan alumni Fakultas Ekonomi Unand ini kepada olahraga tidak hanya ditunjukkannya dalam konteks meliput dan menulis berita olahraga. Ia terjun langsung ke dunia olahraga, yang oleh sebagian orang disebut sebagai dunia para “orang-orang gila” tersebut. Sjaiful Bachri tak hanya sekadar menjadi pengurus di sejumlah cabang olahraga, tetapi ia juga menjadi Ketua Umum Pengprov Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PMTSI) Sumbar. Hasilnya melahirkan petenis meja Nasional asal Sumbar, Riri Syahrani. Riri lahir dimasa kepengurusan yang dipimpinnya.
Ketika masa kepengurusannya berakhir, Sjaiful Bahri menolak untuk dicalonkan lagi. ketika periode setelah kepemimpinnya berakhir, ia pun kemudian  dinobatkan lagi menjadi Ketua Umum Pengprov PTMSI Sumbar secara aklamasi.
Pada banyak kesempatan, ia tak senantiasa berbagi dengan wartawan olahraga lainnya. Ia berbagi kepada para yuniornya tidak pernah memposisikan kalau mereka itu adalah para yuniornya, ia memposisikan semua yuniornya sebagai teman dan sahabat. Ia selalu mengingatkan, wartawan olahraga memiliki peran besar yang sangat besar terhadap baik atau buruknya pembinaan dan perkembangan olahraga.
Hanya saja, guru, senior dan sahabat yang senantiasa mengayomi itu telah pergi. Telah berpulang dan kembali kepada sang khalik. Tak ada lagi sapaan ramah dan nasehat-nasehat darinya. Yang tertinggal hanya kenangan dan pelajaran yang pernah diberikannya.
Selamat jalan, da Pul.*


 

25 October 2013

Berpulangnya Guru Rang Pasaman

Inmemoriam Hj Hasniar Rudolf:


Hanya dalam hitungan menit, kabar berpulangnya ke rahmatullah; Hj Hasniar Rudolf, menjalar sangat cepat. Tiba-tiba saja, rumah berpekarangan luas, di jalur utama Bukittinggi – Pasaman, persisnya di kawasan Kaluai, Kenagarian Tanjuangbaringin, Kecamatan Lubuksikaping, Kabupaten Pasaman, dipadati para pelayat. 

Oleh: Firdaus – Lubuksikaping, Pasaman

Para pelayat sudah langsung menuju rumah yang tertata rapi dan bersih tersebut, sementara pihak keluarga masih mengurus proses untuk membawa pulang jenazah dari RSUD Lubuksikaping, di Lubuksikaping, Pasaman.
Sekitar satu jam berselang, jenazah dibawa pulang oleh keluarga.  Di rumah duka sudah dipadati pelayat untuk memberikan doa dan sekaligus penghormatan terakhir untuk almarhumah. Rang Pasaman berduka disaat gema takbir, tahmid dan tahlil berkumandang menyambut Idul Adha.
Rasa kehilangan tersebut, tidaklah berlebihan. Bukan semata-mata karena salah seorang anaknya, Benny Utama, menjadi Bupati Pasaman saat ini. Bukan karena itu, tapi dikarenakan, dimasa hidupnya, Hj Hasniar Rudolf, adalah gurunya rang Pasaman.
Inmemoriam Hj Hasniar Rudolf:
Berpulangnya Guru Rang Pasaman


Hanya dalam hitungan menit, kabar berpulangnya ke rahmatullah; Hj Hasniar Rudolf, menjalar sangat cepat. Tiba-tiba saja, rumah berpekarangan luas, di jalur utama Bukittinggi – Pasaman, persisnya di kawasan Kaluai, Kenagarian Tanjuangbaringin, Kecamatan Lubuksikaping, Kabupaten Pasaman, dipadati para pelayat.

Oleh: Firdaus – Lubuksikaping, Pasaman

Para pelayat sudah langsung menuju rumah yang tertata rapi dan bersih tersebut, sementara pihak keluarga masih mengurus proses untuk membawa pulang jenazah dari RSUD Lubuksikaping, di Lubuksikaping, Pasaman.
Sekitar satu jam berselang, jenazah dibawa pulang oleh keluarga.  Di rumah duka sudah dipadati pelayat untuk memberikan doa dan sekaligus penghormatan terakhir untuk almarhumah. Rang Pasaman berduka disaat gema takbir, tahmid dan tahlil berkumandang menyambut Idul Adha.
Rasa kehilangan tersebut, tidaklah berlebihan. Bukan semata-mata karena salah seorang anaknya, Benny Utama, menjadi Bupati Pasaman saat ini. Bukan karena itu, tapi dikarenakan, dimasa hidupnya, Hj Hasniar  Rudolf, adalah gurunya rang Pasaman.
Predikat gurunya rang Pasaman, tidaklah berlebihan. Semasa hidupnya, Hj Hasniar Rudolf mengabdikan diri sepenuhnya untuk pendidikan di Kabupaten Pasaman. Hampir seluruh PNS di Pemkab Pasaman sekarang adalah bekas anak muridnya. Selain itu, ribuan muridnya tersebar di seluruh pelosok negeri ini.
Hasniar lahir di Lubuksikaping, 23 Agustus 1934. Pendidikan guru diperolehnya ketika mengikuti pendidikan di SGA Padangpanjang, tahun 1951-1954, kemudian melanjutkan ke IKIP Jakarta, jurusan Geografi. Dua tahun selepas tamat IKIP Jakarta, Hasniar dimasa mudanya mengabdikan diri menjadi guru di SMPN 1 Cikini Jakarta selama enam tahun.
Di tahun 1962, istri dari Rudolf Dahlan ini kembali ke kampung halamannya di Lubuksikaping. Ia kemudian mengabdikan dirinya di menjadi guru hingga pensiun di SMAN 1 Lubuksikaping, Pasaman. Artinya, sepanjang masa tugasnya sebagai guru, Hasniar hanya mengabdi di dua sekolah. Enam tahun di SMPN 1 Cikini, Jakarta, serta sisanya, selama 32 tahun di SMAN 1 Lubuksikaping, satu-satunya tempat pengabdian di kampung halaman. Selama 32 tahun tersebut, delapan tahun di antaranya; tahun 1986-1994, Hasniar dipercaya menjadi kepala sekolah dan tetap mengajar.
“Mak tuo sangat telaten dan dikenal memiliki disiplin yang sangat ketat,” jelas Hengky Octavia, anak dari saudara laki-laki Hj  Hasniar Rudolf, yang pernah menjadi siswa SMAN 1 Lubuksikaping, ketika Hj  Hasniar Rudolf menjadi kepala sekolah.
Pengakuan senada diungkapkan mantan murid-muridnya. Boleh dikata, tak ada siswa atau pun mantan siswa SMAN 1 Lubuksikaping yang pernah jumpa Hj  Hasniar Rudolf semasa masih di sekolah tersebut yang tak memiliki kesan tersendiri.
Selain terkenal  telaten dan sangat ketat menerapkan disiplin, ibu tiga orang anak tersebut juga tergolong rendah hati dan sangat dekat dengan siapa saja. Sekali pun sudah menjadi kepala sekolah, dan tergolong orang berada di kampung halamannya, namun kesehariannya tetap sederhana.
Kini, guru rang Pasaman yang rendah hati dan sederhana itu telah pergi untuk selamanya, meninggalkan berjuta kenangan bagi keluarga dan mantan muridnya.*

22 October 2013

Semua Bisa Dikalahkan, Kecuali Tuhan!

Menapaki Piala Dunia U-20 di Selandia Baru, Tahun 2015:


Catatan: Firdaus



Ahai! Entah kenapa, tiba-tiba saya menjadi lebay. Dalam kurun waktu kurang dari satu bulan, dua kali saya menyaksikan sepakbola di tv, diiringi perasaan harubiru. Mata berkaca-kaca. Ada butiran bening, panas, menggantung di sudut kedua mata. Lalu jatuh berderai. Ah, lebay!

http://dicas.guiamais.com.br/wp-content/uploads/2012/07/Bola-na-Rede.jpg
Saya mulai menyaksikan siaran langsung sepakbola di tv, sejak Piala Dunia di Spanyol, tahun 1982. Ketika itu, saya masih duduk di bangku SD. Menonton di tv tetangga.  Siaran langsung, siaran tunda, dan highlight-nya ditayangkan TVRI. Saya terpesona pada penampilan Paolo Rosi dan Dino Zoff.
Sejak masa itu hingga kini, baru dua kali saya merasakan keharuan yang mendalam.   Peristiwa itu, terjadi dalam waktu hampir berdekatan. Kejadian pertama, sepanjang partai Indonesia vs Vietnam, di babak final Piala AFF. Ada kebanggaan yang tiada terkira pada perjuangan Evan Dimas dkk. Bagi saya, penampilan mereka merupakan penampilan terbaik Timnas Indonesia (kategori apa pun) yang pernah saya lihat.
Ada perasaan senang, ternyata Timnas Indonesia sudah bisa bermain bola secara benar. Persoalan elementer selama ini; kontrol yang kurang cermat, passing yang tak jelas arah, kerjasama yang tak maksimal, emosional dan egois, tak lagi menonjol. 
Kebanggaan itu kemudian menjadi keharuan yang tiada terkira, setelah tendangan pinalti Iham Udin Armain, berhasil memperdaya penjaga gawang Vietnam.  Butiran bening  di sudut mata itu kemudian jatuh tanpa disadari.

13 October 2013

Pak Ogah

Oleh: Firdaus

Mendengar orang menyebut namanya, maka yang terbayang adalah sosok unik di film boneka Si Unyil, yang sangat populer di tahun 1980-an.
Dikatakan unik, lantaran karakternya pada film yang ditayangkan setiap Minggu pagi itu sangat khas. Kepalanya plontos. Mangkalnya di pos ronda yang selalu dilewati banyak orang. Setiap orang yang minta tolong padanya selalu dimintai uang.
"Cepek dulu..." pintanya dengan intonasi yang terasa didendangkan.
Saking melekatnya karakternya, sejak itu ada dua persamaannya yang kemudian dilekatkan pada sosoknya.
Orang yang plontos dipanggil dengan panggilan Pak Ogah. Orang yang membantu proses kelancaran lalu-lintas, juga disebut sebagai Pak Ogah.
Pak Ogah yang satu ini beda. Saya mengenalnya secara tak sengaja. Ketika itu saya berkunjung ke salah satu kabupaten di Sumbar.

07 October 2013

Mahasiswa Butuh Kemampuan Jurnalistik

*Pelatihan Jurnalistik bagi Mahasiswa PTS se Sumbar, Jambi


Ketua Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah X, Prof Damsar mengingatkan, aktivitas jurnalistik memiliki banyak persamaan dengan aktivitas akademi. Menguasai ilmu jurnalistik, maka dengan sendirinya bisa memperkuat ilmu akademi yang ada di kampus.
“Dalam ilmu jurnalistik, ada idealisme pers yang meliputi kejujuran, keberanian dan berpihak kepada kebenaran. Prinsip itu juga ada dan harus dimiliki kalangan akademi. Jika idealisme tersebut dimiliki mahasiswa, maka dengan sendirinya akan memiliki pengaruh yang sangat kuat bagi mahasiswa menatap masa depan,” jelas Prof Damsar ketika membuka Pelatihan Jurnalistik bagi Mahasiswa PTS Sumbar – Jambi, di Bukittinggi, Kamis (3/10) lalu, diikuti 87 mahasiswa.

01 October 2013

“Malu Kami Membawa Tamu ke Padang…”

* Dialog Forum Editor (FEd) Sumbar


Membahas tentang Padang, hari ini, seakan membentang benang kusut. Tak pernah terselesaikan. Padang Kota Tercinta memiliki persoalan di sana-sini. Kusut-masai. Karut-marut.
Mau diurus dari mana? Semuanya serba masalah. Di sana ada masalah, di sini juga punya masalah. Masalah dimana-mana.

Firdaus – Padang

Banjir, misalnya. Persoalan banjir, ternyata bukan masalah kekinian. Dalam catatan Eko Alfares, pengamat Perkotaan, persoalan banjir di Kota Padang sudah terjadi sejak 400 tahun silam. Tak pernah terselesaikan.
Belakangan persoalannya semakin parah, sebab dasar-dasar hukum di Padang semakin tidak jelas. Dibanyak tempat tak ada lagi ruang yang bisa menerima resapan air ke datang. Semuanya terbendung di permukaan karena adanya penutupan permukaan tanah oleh bangunan atau landasan yang dicor dan sejenisnya.
“Jika ini dibiarkan, Padang akan terus mengalami banjir dan akan semakin lebih parah untuk masa-masa datang,” kata Eko Alfares, pada dialog Forum Editor (FEd) Sumbar, yang menghadirkan 10 pasangan Calon Walikota Padang serta pengamat, wartawan, akademisi dan praktisi, terkait persoalan infrastruktur dan sarana publik di Padang.

25 September 2013

Jebreettttt, Garuda Juara!


Oleh: Firdaus


Jebreettttt, Garuda Muda juara! Jebreettttt, Jayalah Garuda Jaya! 
Kata jebreettttt, seketika menjadi kata paling populer sejak Minggu (22/9) malam lalu, bersamaan dengan berlangsungnya babak final Piala AFF U-19. Kata itu tak ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), juga tak ada dalam “Kamus Besar Bahasa Vickynisasi” yang lebih populer sejak sepekan terakhir.
foto: http://image.metrotvnews.com/bank_images/actual/183503.jpg
foto: http://image.metrotvnews.com/bank_images/actual/183503.jpg
Memang tak ada artinya dalam kamus, tapi kata Jebreettttt yang diteriakan komentator di MNCTV pada partai final tersebut, tak lain adalah kata yang  mewakili perasaan  untuk memberikan support kepada pemain Timnas Indonesia. Kata-kata tersebut dikeluarkan ketika tendangan Evan Dimas dkk melenceng atau dapat dibendung penjaga gawang Vietnam.
Selebihnya adalah kebahagiaan, setelah anak-anak asuhan Indra Syafri berhasil menggapai impiannya. Bukan mencapai mimpi. Impian terbesar tim tersebut adalah kejayaan, makanya Timnas U-19 memakai nama Garuda Jaya. 

Dulu Kau Datang, Lalu Kau Pergi, Kini Datang Lagi

Oleh: Firdaus 



Kawan. Aku bahagia ketika dapat kabar kau sudah kembali ke kampung kita. Aku senang karena kau sudah pulang. Aku bangga karena kau adalah teman lama yang membanggakan. Kau pulang untuk menemui saudara-saudaramu.
Kita memang belum sempat berjumpa, aku belum sempat menemuimu. Kamu juga belum menemuiku. Aku tahu kalau kamu begitu sibuk. Sangat sibuk, malah. Aktivitasmu sangat bertumpuk.
Dua hari lalu, aku jumpa Suara, sahabat kita yang tinggal sudut kampung. Kamu masih ingat dia-kan? Suara banyak membantumu lima tahun lalu. Kemudian ia mengantarkanmu duduk menjadi orang terhormat di ibukota.
Kepadaku Suara mengabarkan, ia sudah bertemu kamu sebulan lalu. Katanya, kamu semakin gagah. Pakaianmu sudah bersanding. Sepatumu mengkilat. Kamu semakin necis. Kamu semakin berwibawa. 
Ia mengambarkan betapa sibuknya kami selama di kampung. Kamu menemui seluruh orang kampung. Tua muda. Siapa pun kamu datangi. Apa pun undangan yang datang untukmu, kamu akan datang pada hajatan tersebut. Katamu, wajib untuk memenuhi undangan, apalagi undangan saudara atau orang kampung sendiri.
Kamu tak hanya sekadar datang. Kamu juga membawa oleh-oleh. Kamu bagikan semuanya untuk orang-orang yang hadir pada undangan acara tersebut. Kamu kemudian juga membantu pembangunan pos ronda, balai pemuda, pembangunan surau, membuka jalan, memberikan bantuan bibit, membantu bertumpuk-tumpuk pupuk. Kamu hebat. Aku bangga padamu.

15 September 2013

Biaya Pemilu Besar, Jangan Golput!

* Dari Dialog Forum Editor (FEd) Sumbar


Sejumlah pertanyaan mengapung berkaitan dengan Pemilu. Benarkah Pemilu penting? Seberapa pentingkah? Bagaimana kalau Pemilu tidak pernah ada? Bagaimana kalau rentang waktu antara Pemilu yang satu dengan Pemilu berikutnya diperpanjang, lebih dari lima tahun? Itu baru seputar pelaksanaan saja.
Pertanyaan lain, seputar “kurenah” calon legislative (Caleg) yang akan dipilih masyarakat. Sudahkah mereka benar-benar mampu mewakili kepentingan rakyat? Tidakkah mereka yang ketika menghadapi Pemilu butuh dukungan suara, kemudian setelah terpilih justru jauh dari pemberi suara untuk mereka? Jika kemudian dirunut, maka berjuta pertanyaan akan bisa diurut.

01 September 2013

M u n d u r

Cerpen: Firdaus Abie

“Pergi dulu, bu,” kataku sembari menyelipkan sumpitan tua  peninggalan ayah ke balik baju bagian belakang.
“Apa semuanya sudah beres?”
“Beres, bu, bahkan sumpit ini sudah pula kubersihkan kemarin. Pokoknya dijamin tak bakalan macet lagi seperti kemarin itu,” jelasku mengeluarkannya kembali dari balik baju tersebut yang kuiringi dengan memukul-mukulkan lembut ke telapak tangan kiriku.

19 August 2013

Bangunlah Jiwanya, Bangunlah Badannya…

Oleh: Firdaus



Bangunlah jiwanya/ bangunlah badannya…
Untuk Indonesia Raya…

Penggalan lagu itu, sangat popular. Semua warga negeri ini, mestinya wajib hafal dan memahami untaian makna yang terkandung pada lagu Indonesia Raya, karya W.R Supratman. Cobanya nyanyikan agak sejenak dengan penghayatan yang dalam, maka akan menghadirkan gemuruh dalam diri.
Suasananya semakin lain ketika dinyanyikan sesaat sebelum laga Timnas Indonesia U-22 melawan Timor Leste, di Stadion Utama Riau, tadi malam. Gelegarnya terasa menyusuk relung-relung hati. Rasa itu pasti lebih dahsyat dirasakan oleh pemain. 

Surau Kami Roboh Juga

Cerpen: Firdaus Abie


Aku harus pulang. Harus! Harus! Tak seorang pun bisa melarang. Tak seorang pun bisa menghentikan langkahku. Rinduku pada kampung halaman, Kampuang[1] Tinggihati, Nagari[2] Takmautau, tak tertahankan lagi. Rindu seorang anak kampuang yang sudah lama tak pernah pulang.
Ya, sudah sangat lama sekali aku tak pulang. Eh, bukan sudah sangat lama, tapi tak pernah pulang sekali pun, walau agak sejenak, sejak aku merantau ke tanah Jawa. Ku coba menghitung waktu. Oh, sudah lebih 40 tahun. Sudah sangat lama.
Kerinduan itu memuncak ketika aku baru saja menuntaskan novel Robohnya Surau Kami, karya A.A Navis. Aku menerawang mengingatkan ilustrasi di novel tersebut, memantik kerinduanku pada kampuangku, kampung halaman yang membesarkanku.
Kampuangku berhawa sejuk, tapi lebih sering sangat dingin. Penduduknya sering menyandang kain, teman perjalanan ketika cuaca dingin. Kampuangku masih hijau. Hutan dan ladang terhampar luas di pinggang gunung berapi. Sekali-kali gunung itu batuk, mengeluarkan asap, terkadang batuknya bercampur debu dan pasir.

18 June 2013

Menyelesaikan Masalah di Lapangan


Seharian Bersama Bupati Pasaman Benny Utama (4/Habis):



Kehadiran Bupati Pasaman Benny Utama di Kecamatan Rao Selatan, terutama di Nagari Lubuaklayang, Nagari Lansekkadok, dan Nagari Kauman, tak hanya sekadar melepaskan kerinduan masyarakat untuk bertemu bupatinya. Kedatangan bupati menghadirkan harapan baru bagi masyarakat. Tak hanya itu, kehadiran sang bupati di tengah-tengah masyarakat, ternyata mampu menyelesaikan sejumlah persoalan secara langsung. Tidak menunggu waktu lama.

Laporan: Firdaus – Rao Selatan

"Bisa Bataranak Lauak di Dalam Kantua…"


Seharian Bersama Bupati Pasaman Benny Utama (3):




Tak banyak yang menyambut kehadiran Bupati Pasaman Benny Utama beserta rombongan di Kantor Wali Nagari Lansekkadok, Kecamatan Rao Selatan. Selain sekretaris nagari dan tiga orang lelaki berseragam Pemkab Pasaman, juga ada tujuh orang perempuan muda mengenakan pakaian PKK, lalu juga Wali Nagari Lansekkadok Iskandar yang sebelumnya “menjemput” bupati dan rombongan ke tapian Batang Sibinail yang meluap ke perkampungan penduduk.

Laporan: Firdaus – Rao Selatan

“Kok Ditunggu Provinsi, Anyuik Kampuang Awak ko…”


Seharian Bersama Bupati Pasaman Benny Utama (2):



Aliran dari batang aia nan masuak ka banda, di jorong Padangunang dan jorong Kampuangkubu, Nagari Padanglayang, Kecamatan Rao Selatan, tak hanya membuat masyarakat, wali jorong, wali nagari dan camat yang risau. Sang bupati, Benny Utama, juga tak kalah gusar.


Laporan: Firdaus --- Rao Selatan

“Batang Aia Masuak ka Banda…”


Seharian Bersama Bupati Pasaman Benny Utama (1):



Ketika laporan masuk, Bupati Pasaman Benny Utama langsung merespon. Orang nomor satu di pemerintahan Kabupaten Pasaman itu merespon dengan cara mengecek kebenaran laporan itu sedetail-detailnya. Ketika kepastiannya didapat, ia langsung menindaklanjuti dengan turun ke lapangan.


Laporan:  Firdaus – Rao Selatan

Nagari Cup



Oleh: Firdaus




Pada tahun 1980-an hingga awal 1990, hampir disetiap sudut kampung ada lapangan dan klub voli. Beberapa yang masih saya ingat; Aru Indah Club (AIC), Porkas, Ganesha, Ivand, Desember, Simpang GIA Parupuak Tabiang (Spartak), IOS (Saranggagak), Cakra, Elang Merah, Naga Terbang (Padang), Terminal (Bukittinggi), Kilat (Payakumbuh), Thomas (Pakandangan, Padangpariaman). Hampir setiap instansi memiliki klub voli; Remaja Bhayangkara Club (RBC Polres), Rimbawan (Kehutanan), Porkalin (PLN), Porsep (Semen Padang), Telkom, Pos dan Giro, Andespal, Diperta (Dinas Pertanian Sumbar) DLLAJ Sumbar (kini Dishub,--red), Bentoel. Hampir setiap saat, nyaris disetiap sudut, terbentang kejuaraan voli.

13 June 2013

Ujian Penghabisan



Oleh: Firdaus


Besok, anak-anak Sekolah Dasar (SD) memulai pertarungan. Mereka akan menjalani Ujian Nasional (UN). Tak ada yang baru, sebab setiap tahun peristiwa ini akan terus berulang. Tahun-tahun sebelumnya, Ujian Nasional dilaksanakan sebagai penentu lulus atau tidaknya seorang pelajar.
Kini namanya Ujian Nasional (UN). Sebelum bernama Ujian Nasional, namanya Ujian Akhir Nasional (UAN). Namanya saja yang diganti. Sebelumnya lagi, bernama  Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas). Sebelumnya lagi, Evaluasi Belajar Tahan Akhir (Ebta).  Jauh sebelumnya, sebutan yang sangat populer di tengah-tengah masyarakat untuk ujian ini adalah Ujian Penghabisan.

TdS Milik Siapa?


Oleh: Firdaus



Sepekan belakangan, masyarakat Sumbar mendapat “hiburan” tahunan; Tour de Singkarak  (TdS) 2012. Kata hiburan sengaja saya masukkan di antara dua tanda petik? Alasannya,  ajng  yang seharusnya menjadi hiburan, ternyata belum mampu menghibur masyarakat luas secara utuh. Yang terhibur,  baru sebatas pejabat di negeri ini. Hop!
Ini kali ke empat pelaksanaan TdS. Sejauh ini, dari realita di lapangan, belum banyak umpan balik yang dirasakan masyarakat, selain terkurung karena perjalanan mereka di jalan raya harus dihentikan, dua hingga empat jam.

Pencipta Smash Salto yang Pantang Menyerah

* Inmemoriam Asril Bahar

Oleh: Firdaus


Saya  mendapatkan kabar duka, berpulangnya Asril Bahar, tokoh olahraga Sumbar, Sabtu (6/8-2011) sekitar pukul 08.45 Wib dari Wakil Ketua Media dan Promosi Koniprov Sumbar Agus Mardi, melalui pesan singkat. Ketika itu saya sedang berada di pandam pekuburan keluarga di Jirek, Seberangpalinggam – Padang, untuk menentukan lokasi pemakaman adik dari nenek saya yang wafat Jumat sore sebelumnya.
Kabar duka itu membuat saya tersentak. Innalillahi wainna illahirojiun….

03 June 2013

Lelaki Berkalung Karet Hitam


Cerpen: Firdaus Abie

Lelaki berkalung karet hitam itu terus melangkah. Ia tak hiraukan dering di telpon genggamnya. Dari bunyi dering, ia  tahu kalau itu panggilan masuk dari  isterinya.
“Ada panggilan tuh, mas,” sela wanita paruh baya di sampingnya.
“Biarkan saja. Paling juga dari kantor,” katanya enteng.
Lelaki berkalung karet hitam itu terus melangkah,  wanita paruh baya di sampingnya  menguntit langkah lelaki itu  tergesa-gesa. Keduanya melangkah menuju arah yang sama, titik yang sama.
“Seperti biasa, om?” tanya seorang lelaki lebih muda, menyambut kehadiran lelaki berkalung karet hitam dan wanita paruh baya. Lelaki itu hanya menjawab dengan anggukan, kemudian terus melangkah menuju ruangan yang disebutnya.
“Tapi, om..” jawab lelaki yang tadi bertanya.

29 May 2013

Saya Dipinang untuk jadi Calon Walikota



Oleh: Firdaus


Demi menaikkan "rating" diri, saya mengaku dipinang sejumlah parpol, didesak oleh masyarakat untuk maju menjadi calon walikota. "Alasan" desakan itu; saya putra asli kota ini. Lahir dan dibesarkan di  kota tercinta ini, sehingga paling tahu persoalan  secara detail.
Pada era 1970 hingga awal 1990-an, kehidupan di kota ini sangatlah menyenangkan. Polusi udara tak seberapa. Sungai yang membenah kota dari Lubuakparaku, Lubuakminturan, Gunuang Nago hingga mengalir deras ke laut lepas di muaro, nyaris tak tercemar. Rantai kehidupan di sepanjang sungai sangatlah harmonis, sehingga masih dengan sangat mudah menemukan lauak gariang atau mungkuih. Sawah pun masih ada puyu.

Ruang Buku Karya Dosen Unand

   Suatu ketika, saat podcast dengan Pak Ir  Insannul Kamil , M.Eng, Ph.D , WR III Unand. Kata beliau, Jangan Mengaku Mahasiswa jika tak B...