20 May 2023

Ruang Buku Karya Dosen Unand

  


Suatu ketika, saat podcast dengan Pak Ir Insannul Kamil, M.Eng, Ph.D, WR III Unand. Kata beliau, Jangan Mengaku Mahasiswa jika tak Bisa Menulis.

Pernyataan ini menarik bagi saya. Mahasiswa saja, tidak boleh mengaku mahasiswa jika tidak bisa menulis.

Lalu saya sampaikan pada beliau, jika standar jadi mahasiswa saja sudah tinggi, bagaimana dengan dosennya.  

Beliau menjawab;  Saya yakin, Pak Firdaus bisa menemukan jawabannya . Bukankah Pak Firdaus minimal dua atau tiga kali seminggu ke kampus Unand?

Saya ke kampus, menjalani aktivitas mengantar atau jemput anak saya, Ia kuliah jurusan Sastra Indonesia. Saya jemput antar ini karena Ia tak punya kendaraan sendiri. Sering naik Trans Padang dari Lubuk Buaya ke Simpang Ketapiang via By Pass, lalu menyambung dari Simpang Ketapiang ke kampus. Kadang dari Lubuk Buaya dengan Kereta Api ke Simpang Haru, baru dari Simpang Haru ke Kampus. Begitu sebaliknya.

Jika Ia latihan teater, baru saya jemput.

Pernyataan Pak Nanuk tersebut,  terjawab, setelah pak  Dr Ing Ir  Uyung Gatot Syafrawi Dinata, M.T  menyampaikan; akan ada loaunching Ruang Buku karya Dosen Unand. Ada 3.542 buku karya dosen Unand.

 






Pada kesempatan ini, izinkan saya menyampaikan beberapa hal:

 

1.      Saya memberikan apresiasi terhadap kehadiran RuangBuku Karya Dosen Unand ini.  Kehadiran Ruang Buku Karya Dosen Unand ini akan memberikan dorongan yang sangat dahsyat kepada publik, khususnya mahasiswa di Unand, bahwa ternyata di sela-sela kesibukan  dosen yang sangat luar biasa, ternyata masih bisa berkarya dan meninggalkan legacy kecerdasan.

Karya dalam bentuk tulisan, apalagi sudah menjadi buku, merupakan pusaka yang tak akan pernah habis dan tidak akan kering. Malahan akan bisa terus ditimba manfaatnya setiap saat.

 

Sebuah buku, menurut saya dapat dilihat dari dua sisi:

 

Pertama;

Usia intelektual sebuah buku jauh lebih panjang dari pada usia penulisnya.

 

Novel Siti Nurbaya, Kasih tak Sampai, diterbitkan Balai Pustaka, tahun 1922. Hingga kini masih menjadi bahan kajian, khususnya di dunia pendidikan. Penulisnya, Marah Rusli, meninggal pada 17 Januari 1968 di Bandung,  dalam usia 79 tahun.

Atau, buku yang lebih tua. Buku yang ditulis Plato, The RepublikDitulis sekitar 380 tahun SM, (perkiraan, usia Plato saat itu, 40 tahun) teks ini dianggap sebagai salah satu karya paling berpengaruh yang pernah ditulis. The Republik mengamati keadilan dalam manusia dan politik,  membahas peran filsuf dalam masyarakat. Banyak konsep intelektual yang terkandung dalam buku yang masih dibahas sampai hari ini.

 

Kedua;

Berpengaruh bagi kehidupan dan dapat mengubah dunia.

 

Salah satu yang paling nyata di Belitung. Sejak novel dan film Laskar Pelangi, karya Andrea Hirata, minset masyarakat setempat telah berubah. Kehidupan masyarakat yang sebelumnya dari tambang, berubah kepada sesuatu yang lebih besar dan menjanjikan daripada tambang, yaitu Pariwisata.  

Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara (ketika itu) I Gde Pitana  menyebutkan, sebelum ada film Laskar Pelangi, Belitung  tidak ada di Peta Pariwisata Indonesia, sekarang justru menjadi salah satu dari Destinasi Prioritas Indonesia. Jumlah wisatawan  yang berkunjung ke Belitung meningkat hingga seribu persen lebih.

 

2.      Setelah adanya RuangBuku Karya Dosen Unand ini, apa lagi?

Harapan terbesar dan harus direalisasikan adalah, ruangan ini benar-benar dikunjungi,  dan buku-bukunya dibaca orang. Dibaca sesama dosen. Dibaca mahasiswa dan masyarakat luas. Menjadi referensi bagi ilmu pengetahuan.

Jika ruangan sudah bagus, sejuk dan repsentatif, buku-bukunya banyak dan lengkap, namun tidak dikunjungi orang, bukunya tidak dibaca orang, sedih juga rasanya. Maka ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi pengelolanya.

Dibutuhkan perhatian dan komitmen bersama, agar Ruang Buku Karya Dosen Unand benar-benar dikunjungi dan bukunya dibaca, lebih khusus dibaca mahasiswa. Bagaimana caranya? Saya yakin, pengelola pasti sudah mempersiapkan langkahnya. Setidaknya, mahasiswa “dipaksa” (dalam arti positif) untuk datang ke Ruang Buku Karya Dosen Unand, melalui tugas-tugas tertentu. 

 

3.      Jika hari ini kita launching Ruang Buku Karya Dosen Unand di sini, semoga besok atau lusa, akan hadir Ruang Buku Karya Dosen Unand  di berbagai titik strategis di kampus tercinta ini. Bisa saja, misalnya, di kantin, di masjid, di tempat-tempat kegiatan mahasiswa lainnya. Kita antarkan buku-buku ke sana, sehingga titik fokusnya tidak hanya di sini saja. Kalau hanya di sini, maka mereka dengan sengaja untuk hadir dan membacanya di sini, rasanya hal tersebut akan sulit terjadi pada situasi sekarang. Atau, minimal, Ruang Buku Karya Dosen Unand ada disetiap fakultas, dan buku-bukunya karya dosen di fakultas tersebut.

Saya teringat inspirasi beberapa sekolah yang sangat peduli dalam pengembangan literasi, yang pernah saya kunjungi. Misalnya, di  SMA Negeri 5 Padang dan SMAN 4 Bukittinggi. Sekolah ini tak hanya mengandalkan perpustakaan, tetapi sengaja meletakkan buku-buku pada titik yang sering dikunjungi siswa dan orang tua.

Ada rak dan buku di pos penjagaan sekolah. Orang tua atau keluarga yang menjemput anak-anaknya, bisa memanfaatkan waktu menunggu tersebut dengan membaca. Walau tidak sampai selesai, memungkinkan mereka untuk melanjutkan pada hari-hari berikutnya.

Ada buku di ruang tunggu kepala sekolah dan guru. Ada buku di masjid sekolah. Ada juga beberapa sudut lainnya di sekolah tersebut.

Di SMPN 1 Padang, selain perpustakaan sekolah, juga ada pojok baca lainnya. Mereka menamai dengan Pojok Baca Bung Hatta, karena tokoh bangsa tersebut pernah bersekolah di sana.

Ada juga inspirasi dari SMPN 10 Padang, SMPN 3 Ampek Angek - Agam dan SMAN 6 Padang. Sekolah ini tak hanya mengandalkan perpustakaan dalam bentuk fisik buku. Juga memiliki perpustakaan digital. Buku bisa dibaca melalui android, mengikuti perkembangan zaman. Tapi tak bisa diunduh atau disimpan. Masa edarnya ditentukan. Ketika masa edarnya lewat, maka buku tersebut tak bisa dibaca lagi, kecuali dipinjam ulang.

 

4.      Setelah adanya RuangBuku Karya Dosen Unand ini, semoga juga kelak ada juga  Ruang Buku Karya Mahasiswa Unand, sehingga memberikan dorongan luar biasa kepada mahasiswa untuk unjuk karya intelektualnya. Apalagi jika Unand memfasilitasi proses pracetak dan penerbitan buku untuk mahasiswa tersebut. Hal ini sekaligus menjawab pernyataan Pak Nanuk bahwa, Jangan Mengaku Mahasiswa Jika Tak Bisa Menulis.

 

5.      Pada kesempatan ini, izinkan saya untuk menyerahkan buku karya saya, dua buah novel, salah satu ditulis dalam bahasa Minang (Indak Talok Den Kanai Ati). Satu buku tentang Jurnalistik (Logika Bahasa Berita). Dua buku karya pelajar dan mahasiswa yang kami bina di Bengkel Literasi Rakyat Sumbar. Diantaranya ada mahasiswa Unand di sana.

Selain itu, saat ini saya sedang memproses sebuah buku kumpulan Cerpen, yang saya tulis dalam bahasa Minang. Mudah-mudahan selesai proses cetaknya, Juli atau Agustus 2023. Insya Allah nanti akan serahkan juga untuk menambah koleksi buku di Perpustakaan Unand. Selain itu, juga ada draf buku tentang perjalanan jurnalistik dan draf buku tentang komunikasi. Saya berharap doa dari bapak dan ibu semuanya, agar draf tersebut bisa dicetak secepatnya dan bermanfaat bagi orang banyak, khususnya dunia pendidikan.

 

Hanya itu yang dapat saya sampaikan. Jika ada hal-hal yang tidak pada tempatnya, ada kata yang salah, atau penyampaian yang tidak tepat, kepada bapak dan ibu semua saya minta maaf, kepada Allah saya mintak ampun. 

 

CATATAN: 

Naskah ini disampaikan saat memberikan sambutan saat ketika Peresmian Ruang Buku Karya Dosen Unand, di Kampus Unand, Jumat 19 Mei 2023

No comments:

Ruang Buku Karya Dosen Unand

   Suatu ketika, saat podcast dengan Pak Ir  Insannul Kamil , M.Eng, Ph.D , WR III Unand. Kata beliau, Jangan Mengaku Mahasiswa jika tak B...