08 December 2019

Tuntunlah Kami Agar Bisa Menulis




“Tuntunlah agar kami bisa menulis, pak!” pinta sejumlah guru Bahasa Indonesia  yang tergabung dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Indonesia SMP gugus 1 Kabupaten Sijunjung.
Permintaan itu dilontarkan sebelum aku memberikan materi. Mendengar permintaan tersebut, aku langsung menjawab dengan senyuman. Aku yakin, senyum yang kuberikan adalah senyuman yang tulus, sesuai niat awal aku dan panitia.
Pagi itu, di SMP Negeri 2 Sijunjung, aku duduk menghadap 30 orang guru. Aku diminta berbagi bekal menulis cerpen kepada guru tersebut. Awalnya permintaan tersebut mengejutkan, sebab aku diminta memberikan bekal bagaimana menulis cerpen kepada guru Bahasa Indonesia. Dalam pikiranku, guru-guru tersebut pasti memiliki bekal lebih. Mereka pasti menguasai teori yang sangat baik.
“Seperti tempo hari saja, pak” pinta Nova Yarnis Zhafran, Ketua MGMP Bahasa Indonesia gugus I Kabupaten Sijunjung, meminta.
Empat bulan sebelumnya, aku memberikan materi pelatihan menulis cerpen bagi 50 orang guru di Kabupaten Sijunjung. Ketika itu, Dinas Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Sijunjung yang menggelar hajatan. Buk Nova ada di antara peserta.
Materi yang saya berikan, sesungguhnya lebih banyak berangkat dari pengalaman saja. Sejumlah naskah aku dapatkan. Ada di antaranya yang kemudian dimuat di koran setelah saya mendiskusikan dengan pemilik naskahnya.
Permintaan agar mereka bisa menulis, aku jawab dengan memandu dan memberikan langkah-langkah praktis. Ketika aku sampaikan durasi pelatihan serta hasil yang diharapkan dari pelatihan, ada di antaranya yang menyelutuk.
“Tak mungkin bisa, pak! Mencari ide saja butuh waktu agak dua bungkus rokok,” kata seorang guru lelaki yang duduk di barisan depan.
“Sehari berapa bungkus, pak?”
“Satu bungkus, pak!”
“Wow, berarti dua hari dong,” jawabku.
Ia juga tertegun.
Proses demi proses pun dilakukan. Kiat-kiat praktis diberikan. Aku menggunakan metode agar peserta lebih pro-aktif. Ketika selesai proses pencarian tema, semua peserta tertegun.
“Mudah ya?” tanya mereka.
Alhamdulillah. Semua peserta telah “termakan” panduan praktis. Berlahan aku mencoba menusuk lebih dalam lagi. Hopp, setelah dua jam menulis cerpen, ada di antara peserta yang berani membacakan cerpennya.
“Kok bisa, ya?” tanya peserta saling bertatapan.
“Kuncinya,” kataku, “bapak dan ibuk semua mau meluangkan waktu untuk menulis. Rumusnya, luang waktu untuk menulis, jangan dicari waktu luang,” *

Sijunjung, September 2019


No comments:

Ruang Buku Karya Dosen Unand

   Suatu ketika, saat podcast dengan Pak Ir  Insannul Kamil , M.Eng, Ph.D , WR III Unand. Kata beliau, Jangan Mengaku Mahasiswa jika tak B...