16 December 2019

“Tulisannya biasa-biasa saja, Kok Dimuat..?"







Menulislah. Maka, menulislah mereka! Tak ada kalimat yang sulit, jika kata-kata dibuhul jadi satu.  Tak ada tulisan yang rumit, jika kata dan kalimat dipadu menjadi satu. Maka menulislah. Awali dengan Bismillah. Akhiri dengan Alhamdulillah.
"Kami sangat berminat sekali menulis. Ingin pula seperti mereka. Bisa mengekspresikan diri melalui tulisan, tetapi banyak kendala yang dihadapi," kata Tiara, menjelang sore di pinggiran Batang Alahanpanjang, Mega Wisata,  Bonjol, Kabupaten Pasaman, Sabtu (14/12)
Tiara,  anak Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI) Pasaman, tak sendiri. Ia datang bersama komunitasnya. Ada juga anak muda dari Komunitas dan Pustaka Ladang Raso serta  anak-anak muda dari Forum Pegiat Literasi Pasaman.
Aku dan Zhilan Zhalila menjadi pembuka Rentak Sastra Pasaman.
"Apa kendalamu, dik?" tanyaku. Aku datang bersama Zhilan Zhalila, penulis muda Sumatera Barat, yang beberapa waktu lalu meluncurkan buku kumpulan cerpen tunggalnya; Tasbih Untuk Papa.
"Tak tahu dari mana memulai," kata yang lain menimpali.
"Saat asyik menulis, tiba-tiba blank. Tak tahu lagi apa yang hendak ditulis,"
"Ada tulisan di media, sepertinya biasa-biasa saja. Kok bisa?" tanya Puja, siswi SMA Negeri 1 Bonjol.
"Ide sudah ditemukan, sangat banyak, tapi harus tulis yang mana?"
"Tulis judul dulu atau isinya dulu?"
"Sudah, ini dulu," kata Arbi Tanjung, sang moderator menengahi, "nanti dilanjutkan pada sesi kedua,"
Wow, banyak sekali. Mereka sangat antusias. Mereka membawa harapan besar dalam bincang Menulis Kreatif dan Strategi Publikasi. Impian mereka sama seperti orang-orang yang sudah menjalani aktivitas menulis. Kendati impian mereka sama, tetapi mereka punya perbedaan  nyata. Mereka tak hanya sekadar mencintai dunia kepenulisan, tetapi juga mencintai lingkungan. Mereka memiliki komunitas arung jeram yang sekaligus menyatukan diri dengan lingkungan, sungai dan sejarah.
Harus mulai dari mana? Dari mana saja bisa dimulai. Coba mulai dari lingkungan terdekat. Berjuta kisah ada disekeliling kita. Pungut satu persatu. Catat secara detail, lalu pilih beberapa kisah menarik dan pilah untuk dijadikan naskah.

Artinya, ide tak perlu cari jauh-jauh. Terkadang kisah yang ada di sekitar kita juga akrab dengan orang lain. Kisah di sekitar kita, ada kalanya tak jauh berbeda dengan kisah orang lain, sehingga ketika membaca kisah tersebut, orang lain turut merasakan akrab dengan cerita tersebut.
Mau tulis yang mana dulu? Judul atau kisahnya, terserah. Jika sudah ada kebiasaan, tergantung kebiasaan. Mana enaknya. Jangan dibebani oleh naskah yang ditulis. Jangan terlalu memaksakan diri, atau sampai merasa terpaksa. Hakikat menulis, menulislah dengan hati dan perasaan. Jika menulis dengan memaksakan diri, maka diri akan terbebani. 
Ada yang terbiasa langsung menulis judul. Kehadiran judul menjadi “pengawal” terhadap rangkaian tulisannya. Judul dijadikan garis merah untuk memastikan agar tulisannya tetap pada “rel” yang dirancang. Ada juga yang langsung menulis judul, kemudian  naskahnya  “melenceng” dari judul tersebut. Biarkan saja. Lanjutkan tulisan tersebut sesuai “kata hati” yang hendak ditulis. Judul bisa diganti belakangan.
Seseorang kemudian menimpali, “ada tulisan di media, sepertinya biasa-biasa saja. Kok bisa?" katanya mengingatkan kalau pertanyaannya belum dijawab.
Tulisan biasa-biasa saja, tetapi dimuat di koran. Hop. Ini menarik. Ini ----barangkali--- “kemenangan” di penulis dalam menjalani strategi publikasi naskahnya. Setelah naskah selesai, lalu hendak dikirim ke media, maka pelajari medianya. Adakah naskah yang ditulis layak di media tersebut? Apakah tersedia rubrikasi yang sesuai dengan naskah tersebut? Misalnya, sebuah media cetak tidak memiliki halaman atau rubrikasi untuk sastra, lalu dipaksakan juga mengirim cerpen atau puisi ke sana. 
Sebuah naskah yang hendak dikirim ke media, juga harus diperhitungkan waktunya. Apa jadinya jika dipenghujung tahun, naskah yang dikirimkan ke media justru seputar patriotisme tujuhbelasan?
Suara azan berkumandang. Diskusi pun hentikan. Magrib dulu.
*

Selepas magrib, sesi kedua dilanjutkan. Persiapan Baca Puisi Pasaman, yang akan menghadirkan penyair Asia Tenggara, 27-29 Desember 2019, dipersiapkan secara matang. Komunitas ini menjadikan iven Baca Puisi Pasaman sebagai kegiatan menutup tahun.
Di 2020, sejumlah agenda sudah dipersiapkan. Setiap bulan, minimal diusung satu hajatan. Sudah tertata empat agenda untuk empat bulan pertama. Wow.., luar biasa. Mereka mengemas acara dengan biaya secara swadaya saja. Adakah yang mau ikut serta? *

No comments:

Ruang Buku Karya Dosen Unand

   Suatu ketika, saat podcast dengan Pak Ir  Insannul Kamil , M.Eng, Ph.D , WR III Unand. Kata beliau, Jangan Mengaku Mahasiswa jika tak B...