13 June 2013

Pencipta Smash Salto yang Pantang Menyerah

* Inmemoriam Asril Bahar

Oleh: Firdaus


Saya  mendapatkan kabar duka, berpulangnya Asril Bahar, tokoh olahraga Sumbar, Sabtu (6/8-2011) sekitar pukul 08.45 Wib dari Wakil Ketua Media dan Promosi Koniprov Sumbar Agus Mardi, melalui pesan singkat. Ketika itu saya sedang berada di pandam pekuburan keluarga di Jirek, Seberangpalinggam – Padang, untuk menentukan lokasi pemakaman adik dari nenek saya yang wafat Jumat sore sebelumnya.
Kabar duka itu membuat saya tersentak. Innalillahi wainna illahirojiun….
Saat itu juga, di pandam keluarga yang baru saja digali, tiba-tiba pikiran saya melayang mengingat kenangan dan perjalanan yang pernah dilalui bersamanya. Terakhir kali saya berkomunikasi dengan Asril Bahar yang biasa saya panggil Da As, sekitar dua pekan sekembali dari Porwil di Batam.
Ketika itu, saya meminta pandangannya bahwa ada anak seorang anak remaja yang saat ini sedang duduk di kelas III SMA.  Ia ingin pindah cabang dari sepakbola ke takraw. Apakah masih bisa berprestasi?
“Tergantung adaptasinya,” jawab Asril Bahar ketika itu, lalu ingin melihat dulu anak tersebut. Hanya saja, sejak saat itu, tak  pernah ada komunikasi lanjutan.  Juga belum pernah terwujud pertemuan sesudahnya.
Sedangkan pertemuan terakhir saya dengannya terjadi saat Porwil di Batam, tepatnya disaat upacara pengalungan medali cabang takraw, dengan hasil; putra-putri Sumbar meraih empat emas, alias menyapu bersih semua medali emas yang disediakan.
“Alhamdulillah, target itu terpenuhi” katanya sambil menerima salam saya, ketika itu.
“Bukankah hanya satu emas, Da. Jadi, kan melebihi target,” kata saya menimpali.
“Target yang disampaikan ke Koniprov Sumbar memang hanya satu emas, namun kita di PSTI Sumbar  memiliki target empat emas. Kita tak mau muluk-muluk untuk menyampaikan ke publik. Kita juga mengukur diri,” kata  Asril Bahar.
Keberhasilan itu dirasakan Asril Bahar dkk-nya sebagai sebuah keberhasilan yang tak bisa dilukiskan. Pascaberakhirnya masa kepengurusan yang dipimpin Ali Mukhni, Pengda PSTI Sumbar tidak lagi memiliki ketua umum. Pernah Aristo Munandar dipercaya menjadi ketua umum, namun tidak bertahan lama. Juga pernah muncul nama Taslim dan Wiztian Yutri sebagai kandidat kuat Pengda PSTI Sumbar, namun tidak ada kelanjutannya.
“Tanpa ketua umum pun, ternyata kita bisa jalan juga,” kata Asril Bahar.
Itulah Asril Bahar. Jika sudah berurusan dengan takraw, ia sangat total. Asril Bahar dikenal sebagai petarung sejati untuk takraw. Sejak mengenal takraw, tepatnya saat bersekolah di SGO, tahun 1978, Asril Bahar sudah benar-benar mengabdikan dirinya untuk takraw. Jika sudah berurusan dengan olahraga ini, maka ia bisa sering lupa waktu.
“Papa sepertinya tak bisa dipisahkan dengan takraw. Jika sudah mengurus takraw, papa sering lupa waktu.  Malahan waktu liburan bersama sering dikorbankan untuk mengurus takraw, ” kata Diah dan Oni, kedua putrinya, suatu ketika.
Apa yang dirasakan kedua putrinya, juga dirasakan senior dan lingkungannya, “hari-harinya memang sepertinya tak bisa dipisahkan dari takraw. Jadi, jika bicara soal takraw Sumbar, juga tak bisa dipisahkan dengan nama Asril Bahar,” kata Yanuar Kiram (PR III UNP), Asril (Dekan FIK), Ishak Aziz, Zalpendi, yang sudah mengenal Asril Bahar sejak masih di SGO.
Ishak Aziz yang juga kakak kelas Asril Bahar semasa di SGO menyebutkan, kehadiran Asril Bahar di sekolahnya, juga memberikan motivasi tersendiri bagi anak-anak SGO dimasa itu, sebab prestasi Asril Bahar sangat menjulang di sepak takraw.
“Padahal sepak takraw hanyalah olahraga pelarian bagi saya,” kata Asril Bahar, yang dikenal sebagai apit kiri, saat masih menjadi petakraw, suatu ketika pada saya.
Pelarian dimaksud, sebelumnya anak rang Pariaman ini menekuni basket dan sepakbola. Hanya saja, ia tidak berprestasi, sebab posturnya tergolong kecil untuk kedua olahraga itu. Orang tuanya yang juga mantan atlet, memintanya untuk pindah cabang olahraga.
Ketika masuk SGO, ia mengenal takraw. Ketika itu takraw tergolong baru di Sumbar. Ia tertarik dan kemudian mencoba olahraga itu. Latihan total pun kemudian dilakoninya. Berbagai upaya dilakukannya. Tekadnya untuk berprestasi terus memompa dirinya.
Upaya keras dan kecerdasannya pun membuahkan hasil. Latihan senam yang didapatkannya di SGO dimanfaatkannya untuk takraw. Bola takrawnya digantung di bawah batang rambutan di halaman rumahnya di Kampuangkalawi, Padang. Setiap hari bola itu ditendangnya dengan cara  salto yang diperolehnya dari senam.
Ketika itu dipraktekkan saat latihan, semua yang ada tertegun. Begitu pun ketika dipertunjukkan Asril Bahar saat bertanding. Banyak yang mengagumi kemampuannya. Sejak itu, namanya pun melambung dalam waktu singkat. Ia dipercaya memperkuat Sumbar pada Kejurnas Sepak Takraw II/1978, atau hanya beberapa bulan  berlatih takraw. Tepatnya saat Asril Bahar masih duduk di kelas I SGO.
“Smash salto yang kini menjadi andalan bagi setiap tim takraw, adalah ciptaan Asril Bahar,” kata Ishak Aziz, Sekretaris Jurusan Kepelatihan, Fakultas Ilmu Keolahragaan UNP, yang dulu kaka kelas Asril Bahar di SGO.
Lamunan mengingat kenangan tentang Asril Bahar terputus ketika adik sepupu mengajak saya meninggalkan kawasan makam, meninggalkan pekerja yang menggali kubur, untuk kembali ke rumah duka.
Selamat jalan nenek tercinta…
Selamat jalan juga, Da As..*






No comments:

Ruang Buku Karya Dosen Unand

   Suatu ketika, saat podcast dengan Pak Ir  Insannul Kamil , M.Eng, Ph.D , WR III Unand. Kata beliau, Jangan Mengaku Mahasiswa jika tak B...