11 December 2015

”Saya Belum Beli Baju Baru…”


Oleh: Firdaus


Lebaran sudah diambang pintu. Kesibukan masyarakat semakin tinggi. Setiap tempat, setiap titik, setiap sudut, aktivitas itu terasa sangat menyesakkan. Seakan berpacu dengan waktu untuk mengejar deadline lebaran.
Lebaran, inilah hari berbenah terbesar yang dilakukan hampir seluruh orang. Membeli sepatu baru, baju baru, sandal baru, hanya bagian kecil saja jika dibandingkan dengan aktivitas lain yang lebih besar. Misalnya mengganti cat rumah, mengganti perabotan rumah tangga, hingga ---bagi yang berkantong lebih tebal--- membeli mobil baru.
Inilah hebatnya lebaran. Tak ada momentum lain yang lebih hebat daripada lebaran. Artinya, tak ada momentum yang lebih besar atau lebih kuat yang mampu menggerakkan banyak orang di seluruh belahan dunia untuk berbenah, sekali pun baru sebatas berbenah secara pisik.
Dari aktivitas tersebut, tak salah kalau sisa 10 ramadan terakhir, lalu-lintas orang lebih banya berada di jalanan, Toserba, swalayan, factory outlet, beragam showroom hingga mal. Semua diaduk-aduk sesuai selera.
Niat awalnya mungkin sederhana, ingin tampil bersih. Inilah saatnya silaturrahmi besar-besar yang semua orang sengaja meluangkan waktu. Berkunjung dan dikunjungi sanak saudara, handai tolan, tentu harus dengan kondisi bersih dan lebih spesial dari hari-hari biasa karena suasananya terjadi pada hari spesial. Hari baik, bulan baik.
Berlahan tanpa disadari, ternyata niatan awal ingin lebih bersih bergerak menjauh. Setiap orang cenderung bergerak menuruti kemauan, sehingga sangat banyak di antaranya yang kemudian terjebak dalam upaya memaksakan diri. Mengadakan yang tidak ada.
Memang tak ada salahnya membeli sepatu baru, baju baru, sandal baru,  mengganti cat rumah, mengganti perabotan rumah tangga,  membeli mobil baru dan sebagainya. Semuanya wajar saja selagi ada kemampuan. Apalagi disaat sekarang, semua itu tak lagi tergolong barang mewah untuk kebanyakan orang. Sudah menjadi bagian dari kebutuhan sehari-hari.
Kondisinya menjadi kurang tepat saja kalau semuanya dipaksakan harus disediakan atau dilakukan bersamaan dengan lebaran, sehingga aktivitas menjelang lebaran yang menonjol adalah kesibukan mempersiapkan semua kebutuhan-kebutuhan tersebut, yang seharusnya bisa dipersiapkan jauh hari atau diluar lebaran.
Akibat dari aktivitas tersebut sudah dapat ditebak. Beban belanja konsumtif setiap orang meningkat menjelang lebaran dibandingkan hari-hari sebelumnya. Kenyataan itu sekaligus berpengaruh pada pelaksanaan ibadah yang seharus dilakukan, ternyata tak bisa dikerjakan sebagaimana mestinya.
Lebaran sudah diambang pintu. Aktivitas belanja akan terus bergerak di berbagai sudut hingga puasa terakhir, sepakan lagi. Malahan dari pengalaman selama ini, aktivitas tersebut akan tetap berlangsung ketika takbir sudah berkumandang. Semua terjebak dengan budaya belanja, itu pun hanya untuk kebutuhan konsumtif.
Ah, hampir saja saya lupa. Saya juga belum beli baju baru, belum beli sandal baru…[]



Catatan:
Tulisan ini dimuat pada kolom; Kopi Minggu, edisi  Minggu, 12 Agustus 2012




No comments:

Ruang Buku Karya Dosen Unand

   Suatu ketika, saat podcast dengan Pak Ir  Insannul Kamil , M.Eng, Ph.D , WR III Unand. Kata beliau, Jangan Mengaku Mahasiswa jika tak B...