11 December 2015

Agum Gumelar


 Oleh: Firdaus


AGUM GUMELAR (http://static.republika.co.id/uploads/images/detailnews/agum-gumelar-_110506214118-386.jpg)
Akankah kisruh panjang yang selama ini membaluti organisasi sepakbola Indonesia  berakhir dengan happy ending? Bayangan ke arah tersebut mulai terlihat pascakeputusan dibentuknya komite normalisasi oleh FIFA yang diketuai Agum Gumelar.
Keputusan tersebut mengejutkan. Pertama, apa yang selama ini digembar-gemborkan kubu Nurdin Halid yang seakan menggambarkan bahwa apa yang dilakukan kubunya direstui FIFA, ternyata bertolak belakang dengan kenyataan. Keputusan terbaru FIFA tersebut menyiratkan, apa yang dilakukan Nurdin telah dianulir FIFA.
Selama ini, setiap persoalan yang mengarah ke PSSI, maka persoalan yang selalu dijadikan tameng oleh PSSI mengarah kepada persoalan standar yang dimiliki FIFA. Artinya, apa yang dilakukan PSSI tak bertentangan dengan ketentuan FIFA.
Tak banyak yang tahu. Pada awalnya, nyaris tak ada yang membantah, sebab persoalan mendasarnya adalah  nyaris tak banyak yang memiliki akses ke otoritas sepakbola dunia tersebut. Ketika Dubes Indonesia di Swiss Joko Susilo mengungkapkan sejumlah fakta harus pertemuannya dengan FIFA, mata insan sepakbola Indonesia langsung terbelalak.
Banyak persoalan yang dibeberkan PSSI selama ini bertentangan dengan apa yang telah ditetapkan FIFA. Perlahan dan pasti,  ketimpangan demi ketimpangan mulai terkuak, sehingga serangan semakin deras mengalir ke PSSI.
Kedua, empat calon yang maju; George Toisutta, Arifin Panigoro, Nurdin Halid, dan Nirwan Bakri, dianulir dari pencalonan.  Agaknya, keputusan ini sangat bijak. Empat kandidat (sebenarnya berasal dari dua kubu berbeda; George dan Arifin vs Nurdin dan Nirwan) secara langsung atau tidak, telah “bertikai” sejak awal.
Jika ada yang  diberikan kesempatan, maka “pertikaian” langsung yang mengarah kepada konflik lebih jauh bisa saja terjadi. Ketika keikutsertaan mereka sudah dilarang, kalau pun ada kepentingan untuk “merebut” tampuk pimpinan PSSI, namun kepemimpinan organisasi dikemudian hari tidak ditanganinya secara langsung.
Ketiga, ---ini yang lebih penting--- sosok Agum Gumelar sangatlah penting untuk memainkan peran menyelesaikan masalah yang kian sengkerut. Agaknya, ditunjuknya  dewan kehormatan PSSI tersebut merupakan amanah paling bijak. Sejauh ini, dalam kapasitasnya sebagai orang olahraga, nama besar Agum Gumelar masih sangat kokoh. Belum rusak sedikit pun.
Langkah bijak sudah dan sedang dijalankan Agum Gumelar dan timnya. Pendekatan-pendekatan dengan seluruh lapisan yang berkepentingan dengan sepak bola Indonesia, dihimpun untuk disatukan. Sasarannya jelas,  terhimpun kembali satu kekuatan untuk memikirkan sepak bola Indonesia.*


CATATAN:
Tulisan ini dimuat pada kolom KOPI MINGGU, edisi Minggu 10 April 2011




No comments:

Ruang Buku Karya Dosen Unand

   Suatu ketika, saat podcast dengan Pak Ir  Insannul Kamil , M.Eng, Ph.D , WR III Unand. Kata beliau, Jangan Mengaku Mahasiswa jika tak B...