11 December 2015

PWI Sumbar

 
 Oleh: Firdaus




Seorang raja yang memerintah dengan kebajikan akan tampak bagaikan bintang kutub utara, bintang yang berada di tempatnya, sementara bintang-bintang lain beredar mengelilinginya.

Confusius


Pesan bijak filsuf Cina itu, tiba-tiba mengingatkan saya akan diskusi lepas sembari ngopi jelang sore, dengan sejumlah wartawan di Bukittinggi, beberapa hari lalu.
Sejak sebulan terakhir,  berlanjut hingga hari ini, dan diperkirakan akan semakin hangat hingga jelang akhir Mei 2011, tak lain adalah “nasib” wartawan Sumbar yang beraliansi kepada asosiasi wartawan tertua; Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumbar.
Jadwalnya telah tiba. Kepengurusan PWI Sumbar yang kini dipimpin Basril Basyar, sudah berakhir masa bakti. Jadwal Konferensi Cabang (Konfercab) PWI Sumbar kali ini, sudah lewat beberapa bulan dari jadwal sesungguhnya, namun masih dalam batas toleransi.

Dibandingkan konfercab periode sebelumnya, kali ini suasananya terasa sangat berbeda. Sejauh ini, hajatan yang hanya terisisa dua pekan itu,  terkesan kurang menarik dari sisi  kandidat yang akan memimpin PWI Sumbar periode ke depan.
Selain Basril Basyar, baru ada dua nama yang sudah menyatakan siap untuk maju, Amrizal Rengganis dan Jayusdi Effendi. Kalau pun kemudin ada sejumlah pengurus mau pun anggota PWI Sumbar lainnya yang dinilai memiliki kapasitas, namun jauh-jauh hari mereka sudah menyatakan tidak akan maju.
Jika jumlah itu tidak bertambah pada hari pelaksanaan, maka ada sebuah pertanyaan yang perlu dijawab; adakah ini pertanda bahwa PWI tidak lagi menarik?
Pertanyaan itu bukan tidak beralasan. Ada ratusan wartawan anggota PWI Sumbar, dan sedikitnya ada sekitar 150 -170 orang anggota yang memiliki hak untuk memilih dan dipilih, tetapi mereka yang bertarung tidak cukup dengan hitungan jari.
Menjadi pengurus, apalagi ketua PWI Sumbar, agaknya tidak berbeda jika dibandingkan dengan ketua organisasi sosial mau pun organisasi profesi lainnya; meluangkan waktu dan pikiran, perasaan, juga material. Jika tidak siap, sebaiknya tidak usah nekad.
Dalam diskusi lepas itu, sejumlah persoalan mengapung begitu saja. Intinya, umumnya melihat bahwa telah terjadi penurunan kualitas PWI secara umum. Penyebabnya, pertama; PWI tidak lagi sebagai satu-satunya wadah berhimpun wartawan. Kedua, apa yang dikerjakan kepengurusan tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kualitas SDM dan kesejahteraan anggotanya.
Dari dua persoalan tersebut, sebenarnya persoalan mendasar bukan pada alasan pertama, tetapi justru pada masalah kedua. Kalaulah sebuah organisasi yang setiap akan pergantian kepengurusan mendengungkan peningkatan kualitas SDM dan kesejahteraan anggota tidak merealisasikan janji tersebut, maka anggota mana yang tidak akan menarik diri, setidaknya  hanya  melihat dari jauh saja.
Dari fenomena yang ada, maka dapat dipastikan jika kepengurusan  memainkan perannya seperti eorang raja yang  penuh kebajikan, maka tentu saja bintang-bintang lain akan beredar mengelilinginya untuk menambah indahnya dan harmonisnya pemandangan di kala malam. Jika tidak, maka hanya ada kesepian di gelapnya malam. *

CATATAN:
Tulisan ini dimuat pada kolom KOPI MINGGU, edisi 15 Mei 2011







No comments:

Ruang Buku Karya Dosen Unand

   Suatu ketika, saat podcast dengan Pak Ir  Insannul Kamil , M.Eng, Ph.D , WR III Unand. Kata beliau, Jangan Mengaku Mahasiswa jika tak B...