27 October 2013

Totalitasnya pada Olahraga tak Diragukan!

Inmemoriam Sjaiful Bachri, Wartawan Olahraga Senior Sumbar:



Pagi, lah minum tu? Ambo alah..
Terkadang, kalimat tersebut dibarengi dengan sedikit penjelasan. Di antaranya; Pagi, lah minum tu? Ambo alah, jo teh manis se. Atau, Pagi, lah minum tu? Ambo alah, lontong gulai paku di Simpangharu. Tapi, yang pasti, apa pun penjelasannya, pertanyaan awalnya tetap sama; Pagi, lah minum tu?


Oleh: Firdaus


Pertanyaan itu diajukan pemilik akun di facebook,  Sjaiful Bachri, setiap pagi. Tapi terhitung Jumat (25/10) pagi, sapaan itu tak ada lagi untuk hari-hari mendatang.  
“Ka jadi kawan sambia minum pagi mah..” jawab Sjaiful Bachri, ketika perihal status setiap pagi itu saya tanyakan padanya, saat saya dan uda Pul ---demikian saya biasa memanggilnya--- bertemu di Sekretariat KONI Sumbar, Senin (21/10) lalu.
Pertemuan tersebut rupanya pertemuan terakhir saya dengannya. Pada pertemuan tersebut ada tokoh-tokoh olahraga Sumbar; Zainal Kasim, Sartusa Ibrahim dan Azwar Akip. Pertemuan menjelang siang itu memunculkan diskusi perihal olahraga, terutama terkait dengan prestasi Timnas U-19. 
Kabar Sjaiful Bachri berpulang ke rahmatullah, saya terima melalui sebuah grup Blackberry, Jumat pagi. Uda Sjaiful Bachri meninggal dunia Kamis (24/10), sekitar pukul 23.30 WIB, pada usia 62 tahun.  Dikebumikan di kampung halamannya di Kacang, Solok, Jumat (25/10). Kabar itu, tentu sangat mengejutkan. Saya mengingat peristiwa beberapa hari sebelumnya, tampaknya da Pul masih sehat-sehat saja.
Bagi wartawan olahraga di Sumbar, Sjaiful Bachri adalah adalah panutan. Ia sangat mencintai dunianya sebagai wartawan olahraga. Sjaiful Bachri memulai karirnya jurnalistiknya sebagai wartawan olahraga.  Bidang liputan olahraga ternyata sangat memikat hatinya, hingga akhir hayatnya ia tetap setia pada liputan olahraga.
Selama menjadi wartawan dan redaktur olahraga di Harian Haluan, lakek tangan Sjaiful Bachri menjadi “momok” dan sekaligus panutan bagi para wartawan olahraga di berbagai media di Sumbar lainnya, sebab, ia mampu mengelola halaman olahraga Haluan menjadi lebih berwarna dengan sajian-sajian berita olahraga yang nyaris tidak didapatkan media lain. Terutama olahraga yang terjadi di daerah.
Jika ada ivent olahraga tingkat lokal, maka pemberitaan secara berkesinambungan, setiap hari, lengkap dengan data, grafik atau pun klasemennya, akan disuguhkan kepada pembaca, sehingga pembaca dengan sangat mudah memahami dan mengikuti perkembangan ivent tersebut.
Hebatnya, sekali pun ia sudah tergolong sebagai wartawan olahraga senior di Sumbar, namun ia tak pernah membeda-bedakan liputan olahraga. Ia juga mau meliput dan memberikan porsi untuk pemberitaan olahraga dari kampung ke kampug.
Ketika saya menjadi redaktur olahraga di Harian Pagi Padang Ekspres, apa yang dikerjakan uda Sjaiful Bachri menjadi patokan dasar. Target tim kami, harus menggalahkan hasil kerja beliau, walau pada beberapa liputan, kami kecolongan juga.
Melawan hasil kerja Sjaiful Bachri, menurut Nofi Sastra  ---wartawan Tabloid BOLA yang pernah menjadi Sekretaris SIWO PWI Sumbar----  harus dilakukan secara ekstra. Hal ini, kata Nofi, Sjaiful Bachri bekerja dengan energi yang luar biasa. Ia sangat kuat, tahan dan sangat sabar. Bukti dari kerja kerasnya, ia tak hanya sekadar mampu mengelola halaman olahraga setiap hari, tetapi juga mampu menulis berita olahraga dalam jumlah yang sangat banyak setiap hari. Kualitasnya pun tak perlu diragukan.
Sikapnya yang tenang dan sabar pernah saya rasakan secara langsung. Ketika meliput PON XV di Jawa Timur, tahun 2000, suasana di sekretariat kontingen PON Sumbar terjadi keributan antara pimpinan kontingen dengan wartawan asal Sumbar. Ketika situasi memanas, Sjaiful Bachri mampu meredam ketegangan dengan cara yang sangat elegan.
“Kondisi wak lah parah, jan dipaparah juo lai. Mambana ambo. Ambo nan mambana-a,” kata da Pul, ketika itu.
Ada pun pernyataan Sjaiful Bachri yang menyebutkan, kondisi awak alah parah (kondisi kontingen Sumbar sangat parah, kacau dan hancur-hancuran,--pen), karena ketika itu Sumbar tak membawa pulang sekeping medali emas pun. Malahan berada di peringkat pincik dari 26 provinsi, setelah Timor Timur lepas dari Indonesia.
Kecintaan alumni Fakultas Ekonomi Unand ini kepada olahraga tidak hanya ditunjukkannya dalam konteks meliput dan menulis berita olahraga. Ia terjun langsung ke dunia olahraga, yang oleh sebagian orang disebut sebagai dunia para “orang-orang gila” tersebut. Sjaiful Bachri tak hanya sekadar menjadi pengurus di sejumlah cabang olahraga, tetapi ia juga menjadi Ketua Umum Pengprov Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PMTSI) Sumbar. Hasilnya melahirkan petenis meja Nasional asal Sumbar, Riri Syahrani. Riri lahir dimasa kepengurusan yang dipimpinnya. 
Ketika masa kepengurusannya berakhir, Sjaiful Bahri menolak untuk dicalonkan lagi. ketika periode setelah kepemimpinnya berakhir, ia pun kemudian  dinobatkan lagi menjadi Ketua Umum Pengprov PTMSI Sumbar secara aklamasi.
Pada banyak kesempatan, ia tak senantiasa berbagi dengan wartawan olahraga lainnya. Ia berbagi kepada para yuniornya tidak pernah memposisikan kalau mereka itu adalah para yuniornya, ia memposisikan semua yuniornya sebagai teman dan sahabat. Ia selalu mengingatkan, wartawan olahraga memiliki peran besar yang sangat besar terhadap baik atau buruknya pembinaan dan perkembangan olahraga.
Hanya saja, guru, senior dan sahabat yang senantiasa mengayomi itu telah pergi. Telah berpulang dan kembali kepada sang khalik. Tak ada lagi sapaan ramah dan nasehat-nasehat darinya. Yang tertinggal hanya kenangan dan pelajaran yang pernah diberikannya.
Selamat jalan, da Pul.*


Catatan: Tulisan ini dimuat pada Harian Pagi Padang Ekspres dan Harian Umum Rakyat Sumbar, edisi Sabtu 26 Oktober 2013.
  

No comments:

Ruang Buku Karya Dosen Unand

   Suatu ketika, saat podcast dengan Pak Ir  Insannul Kamil , M.Eng, Ph.D , WR III Unand. Kata beliau, Jangan Mengaku Mahasiswa jika tak B...