27 October 2013

Menuju Tujuh Miliar



 Oleh: Firdaus 



Berjalan sedikit lebih jauh, sama buruknya dengan berjalan tidak cukup jauh....
---Confusius, pemikir paling berpengaruh dunia asal China---


Pandangan Confusius yang lahir di negara kecil Lu (sekarang Provinsi Shantung, Cina) pada tahun 551 SM, sebenarnya tidak jauh berbeda jika dikaitkan dengan peristiwa yang pernah terjadi pada masa kepemimpinan Nabi Muhammad SAW.
Ketika itu, seorang kafir yang sangat bejat, sering membunuh, merampok dan memperkosa, datang kepada nabi. Ia menyatakan penyesalan dan kemudian benar-benar mau bertobat. Nabi memintanya untuk berangkat ke sebuah tempat. Di sana bisa bertobat dan beribadah lebih khusus.
Di perjalanan, ternyata Allah berkehendak lain. Ia didapati meninggal dunia di perjalanan. Semua orang bingung. Bagaimana menyelenggarakan jenazah tersebut. Apakah diselenggarakan seperti tradisi kaum kafir, atau diselenggarakan secara Islam.
Nabi Muhammad SAW memerintahkan agar diukur jarak tempuh yang sudah dilaluinya dari rumah si kafir ke tempat yang dituju. Setelah diukur, perjalanan yang  ditempuh sudah sangat jauh dari rumahnya. Artinya, sudah dekat ke tempat yang diperintahkan nabi.
Nabi Muhammad SAW kemudian memerintahkan agar jenazahnya diselenggarakan secara Islam. Para sahabat pun kemudian heran dan bertanya kepada nabi. Nabi menjelaskan, lelaki itu sudah menunjukkan kesungguhannya untuk bertobat. Dari jarak yang sudah ditempuh, ia sudah jauh meninggalkan masa lalunya.
Hikmah dari ilustrasi itu, sebenarnya dapat juga dianalogikan pada banyak sisi kehidupan saat ini. Setidaknya, ada data mengkuatirkan yang dikeluarkan badan dunia, bahwa pada Oktober 2011 diprediksi bahwa dunia ini akan didiami tujuh miliar jiwa. Sanggupkah bumi menjadi pijakan dengan kondisi air tanah kian kerontang, hutan yang semakin menggundul, es di kutub yang terus mencair, namun berbagai polutan terus menggila?
Menelusuri dokumen  kependudukan,  tahun 1 Masehi, bumi dihuni oleh 200 juta manusia. Pada 1800 masehi, menjadi  satu miliar.  Rentang 130 tahun kemudian, pertumbuhannya  menjadi dua miliar. Pertumbuhan pun kian dahsyat pada  30 tahun kemudian. Jumlahnya  mencapai tiga miliar jiwa.   Lalu 14 tahun kemudian,  berkembang menjadi 4 miliar (1974).
Dalam rentang waktu yang sangat singkat, hanya 13 tahun kemudian, pertambahan mencapai satu miliar penduduk, sehingga pada tahun 1987 menjadi lima miliar.  Penduduk ke-6 miliar terjadi 12 tahun kemudian (1999).  Oktober  2011 ini, jumlah manusia di bumi akan mencapai 7 miliar jiwa. Angka tersebut tentu akan terus bertambah. Diprediksi, pada 2024, jumlah penduduk dunia akan mencapai 8 miliar. Pada tahun 2050 diprediksi penduduk dunia mencapai  sembila miliar jiwa.
Indonesia menjadi salah satu penyumbang terbesar jumlah penduduk dunia. Urutan pertama dan kedua, masih diduduki Cina dan India, menyusul Amerika Serikat yang mencapai 304 juta jiwa. Hasil sensus penduduk 2010 mencatat penduduk Indonesia sudah mencapai 237 juta jiwa. Angka ini pasti sudah bertambah lagi pada tahun ini.
Di Indonesia, populasi usia 4-9 tahun menduduki posisi terbanyak, begitu pula usia 60 tahun ke atas.  Membengkaknya jumlah penduduk pada usia ini akan memberikan tambahan beban kepada usia produktif yang harus menanggung anak-anak dan orang tua.
Angka harapan hidup orang tua memang saat ini cukup besar dibanding tahun-tahun sebelumnya. Selain umur manusia yang relatif lebih lama, pertumbuhan penduduk pun dipastikan akan terus bertambah karena banyak sekali perempuan di seluruh dunia yang sekarang ini berada dalam usia subur. Jumlahnya di dunia mencapai 1,8 miliar.
Usia produktif melahirkan anak itu bisa dipastikan akan terus menyumbang angka pertambahan penduduk dunia, setidaknya dalam beberapa dasawarsa mendatang. Satu orang perempuan memiliki dua anak saja sama dengan satu perempuan memiliki empat anak pada generasi sebelumnya.
Pada era 1980-an, Program Keluarga Berencana (KB), di masa kepemimpinan Soeharto, dan pernah menjadi perhatian dunia. Indonesia sukses menekan angka kelahiran. Hanya saja, sejak  pascareformasi dan otonomi daerah, tatanan yang sudah dibangun itu hancur berantakan.
Selama sepuluh tahun terakhir, tahun 2000 – 2010,  terjadi ledakan penduduk yang cukup besar. Pertumbuhan penduduk mencapai 1,49 persen, sedangkan angka kelahiran mencapai 2,4 persen. Jika angka itu tidak bisa ditahan, maka 40 tahun ke depan, penduduk Indonesia akan mencapai 460 juta jiwa. Angka itu tentu saja mengkuatirkan.
Pada  era 1980-an,  KB benar-benar menjadi program prioritas, sebab pada era 1970-an terjadi baby boom. Semua konsentrasi dicurahkan untuk menekan angka kelahiran. Sasaran akhirnya menekan angka kelahiran, sehingga tercipta keluarga yang sehat dan sejahtera.
Pascareformasi penangganan program KB nyaris tak terurus lagi. UU No 22 tahun 2002 telah “merusak” tatanan tersebut. Institusi KB sudah “dibubarkan”, akibatnya KB nyaris tak ada yang mengurus.
Undang-undang itu menyerahkan penangganan KB ke pemerintah daerah. Pemerintah daerah, dari provinsi hingga kabupaten dan kota juga tidak memberikan perhatian lebih. Penangganan KB justru digabung-gabungan dengan yang lain. Malahan ada  yang tidak nyambung. Lebih memprihatinkan penanganan KB di kabupaten dan kota hanya dikelola pejabat eselon IV.
Pertumbuhan di Sumbar juga sangat tinggi, sama dengan daerah lain di Indonesia.  Dari pertumbuhan itu, Sumbar masuk pada lima besar pertumbuhan yang tinggi. Laju pertumbuhan mencapai 1,34 persen, sedangkan angka kelahirannya 3,4 persen. Angka kelahiran Sumbar di atas rata-rata Nasional. Pada Nasional, angkanya 2,6 persen.
Kenapa bisa terjadi?
“Banyak persoalan yang mendasarinya,” kata Kepala BKKBN Provinsi Sumbar H.M Yamin Waisale, kepada penulis suatu ketika.
Mantan Cawagub Maluku Utara ini menyebutkan, di antaranya banyak istri yang takut ber-KB lantaran tidak diizinkan oleh suaminya, adanya keluarga yang masih mengingkan kelahiran anak, hanya menggunakan kontrasepsi jangka pendek sehingga tidak efektif untuk turunkan angka kelahiran, minimnya pengetahuan pasangan usia subur tentang KB.
Selain itu,  remaja atau pun pasangan usia subur masih bingung, sebab pengetahuan mereka tentang KB mau pun kesehatan reproduksi sangat minim. Mereka tidak memperoleh pengetahuan memadai dari sumber yang jelas.
Bertambahnya penduduk dunia setiap tahun akan berdampak pada banyak hal. Sumber daya alam yang terus terkikis, ke butuhan air, serta pangan otomatis akan membengkak. Kondisi ini tentu saja mengundang keprihatinan. Saat ini saja, berita-berita rawan pangan di berbagai penjuru dunia sudah kerap terdengar. Beberapa tahun dari sekarang, angka orangorang yang mati kelaparan karena kekurangan pangan akan terus meningkat.
Kekhawatiran tentang ledakan penduduk sudah diutarakan sejumlah ilmuwan, di antaranya John Beddington dari Inggris menyebutkan, perubahan iklim dan ledakan penduduk menjelang 2030 akan menyebabkan terjadi kelangkaan pangan, air, dan energi yang luar biasa. Menurutnya, kondisi tersebut bisa memicu kerusuhan sosial dan konflik internasional akibat terjadinya migrasi penduduk negara-negara lain.
Kepala BKKBN, Sugiri Syarif, mengatakan upaya menyadarkan masyarakat pentingnya pengendalian pertumbuhan penduduk melalui program KB perlu digiatkan lagi. Menurutnya, dengan jumlah penduduk 237 juta jiwa saja, pemerintah sudah menghadapi banyak masalah di antaranya banyaknya subsidi yang harus disalurkan.
Menurut Sugiri, saat ini, Indonesia telah menghadapi banyak kendala dan masalah seperti sampah, banjir, kemacetan, kesulitan akses udara dan air ber sih, serta isu perubahan iklim hingga ben cana akibat perusakan alam. “Bila gejala ledakan penduduk tidak terkendali, akan terjadi kehancuran ekologi,” ujar dia.
Sedangkan terkait masalah SDM, penduduk yang padat akan berimbas pada kian menurunnya kualitas Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Saat ini, kata Sugiri, IPM Indonesia masih berada di urutan ke-108 dari 189 negara. Jumlah penduduk yang besar itu ditambah lagi dengan IPM yang rendah akan menjadi masalah yang kian kompleks. Terbatasnya penyediaan lapangan kerja yang tidak seimbang dengan pertumbuhan angkatan kerja bisa memicu masalah baru, salah satunya kriminalitas.
Kondisi kependudukan Indonesia, menurutnya, sudah dalam keadaan lampu kuning.  Mengatasi lampu kuning itu harus dilakukan  revolusi dan revitalisasi di segala lini.
Ketua Koalisi Kependudukan Indonesia Dr Sonny Harry B Harmadi  yang kini juga Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Indonesia itu pun kemudian memberikan fakta yang membuat kening bisa berkerut.Katanya, selama sepuluh tahun terakhir, tahun 2000 – 2010, penduduk Indonesia bertambah sebanyak 32,5 juta jiwa. Pertambahan itu tentu berimplikasi kepada berbagai aspek kehidupan dan pembangunan. Hitung-hitungannya, dengan jumlah pertambahan itu saja, setidaknya harus bertambah pula kebutuhan air bersih sebanyak 22 miliar meter kubik.
Jika perkapita membutuhkan pangan 39 kilogram pertahun, maka dibutuhkan tambahan sebesar 5 juta ton. Itu tambahannya saja. Jadi karena jumlah kita banyak, tentu berimplikasi terhadap berbagai aspek pembangunan dan kebutuhan biaya pembangunan pun menjadi lebih besar.
Sepuluh tahun terakhir, secara Nasional laju pertumbuhan meningkat menjadi 1,49 persen. Ini sangat tinggi. Jika kondisinya tidak ditekan, maka 40 tahun ke depan, jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 460 juta jiwa.
Pertumbuhan tertinggi ada pada kelompok usia 5 – 9 tahun. Jumlahnya jauh di atas kelompok usia 10 – 14 tahun, “Nah, ini akibat kebijakan yang tidak bijak dimasa lalu,” beber Zulkarnain Agus, ahli gizi dari dari Fak Kedokteran Unand yang juga memiliki konsentrasi melakukan penelitian kependudukan di Sumbar.
Setelah pengendalian kependudukan tergolong vakum pascareformasi, kini saatnya untuk menata langkah kembali agar pengendalian kependudukan tetap bisa dilakukan, apalagi dengan memanfaatkan momentum Peringatan Hari Kependudukan Dunia, 11 Juli 2011.
Inilah   kesempatan untuk merayakan kemanusiaan bersama dan keberagaman.  Mengingatkan  akan tanggung jawab bersama untuk menjaga satu sama lain.  Makanya, berjalanlah (berbuatlah) lebih jauh agar bisa memberikan arti lebih baik dikemudian hari.*

firda71_padang@yahoo.com

Catatan: Tulisan ini dimuat Harian Pagi Padang Ekspres, kolom KOPI MINGGU, edisi Minggu 10 Juli 2011

No comments:

Ruang Buku Karya Dosen Unand

   Suatu ketika, saat podcast dengan Pak Ir  Insannul Kamil , M.Eng, Ph.D , WR III Unand. Kata beliau, Jangan Mengaku Mahasiswa jika tak B...