31 May 2022

Maarak Limau Tradisi Memasuki Ramadan di Pasaman


Oleh: Firdaus Abie

 

Sehari sebelum puasa Ramadan, atau sore sebelum salat taraweh pertama, setiap daerah memiliki tradisi turun temurun. Sudah ada sejak masa lalu.

Begitu pun hampir seluruh daerah di Minangkabau, pada masa lalu. Tradisi tersebut populer dengan sebutan balimau, atau berlimau, atau memakai limau, yang terdiri dari bunga-bungaan yang dicampur dengan air jeruk nipis. Dalam bahasa sehari-hari, jeruk nipis tersebut disebut juga dengan limau.

Pada banyak daerah, balimau diartikan sebagai mandi-mandi menggunakan limau. Biasanya dilakukan disepanjang sungai. Tak jarang ada yang bercampur laki-laki dan perempuan.

Berbeda di wilayah Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat atau lebih tepatnya di Kecamatan Lubuk Sikaping. Secara spesifik, tradisi balimau di wilayah kecamatan ini berlangsung dalam lingkup nagari. Tidak dilaksanakan di sungai, tetapi diadakan di Masjid milik nagari. Dipimpin seorang imam nagari dan niniak mamak dari semua suku yang ada di nagari tersebut.

Pada kesempatan kali ini, saya berbaur dengan masyarakat Nagari Ambacang Anggang, Kec Lubuk Sikaping. Nagari ini berada di ibukota kabupaten. Hanya berjarak sekitar 500 meter dari kantor Bupati Pasaman, atau sekitar 175 KM dari Kota Padang.

Masyarakat di sini menyebutnya, Patang Balimau, atau kira-kira bermakna; berlimau di sore hari. Ada dua kegiatan utama yang dilaksanakan.

Setelah semua perangkat nagari, imam nagari dan niniak mamak, anak, kamanakan hadir, rombongan yang berkumpul di Masjid Jihad, Ambacang Anggang dilepas untuk melakukan perjalanan. Berjalan kaki.

Kegiatan ini sudah lama sekali ada, dan sempat terputus.

 

 Prosesi pertama; Maarak Limau.

 

Semua rombongan berjalan kaki keliling kampung. Pada moment kali ini, rombongan terdiri dari tim qasidah rebana, niniak mamak, rang muda yang lengkap dengan kesenian tradisionalnya, bundo kanduang lengkap dengan limau dan kebutuhan lainnya untuk balimau, dan anak kamanakan, serta tim kesenian tradisi Dikia Pano.

Rombongan berjalan menyusuri kampung di nagari tersebut. Dalam komunikasinya, maarak limau ini secara tak langsung adalah bagian dari menyampaikan kepada semua warga bahwa sore ini hari balimau, malamnya langsung dilaksanakan taraweh pertama, besok langsung puasa.

Setelah sampai di Masjid Jihad, niniak mamak dan imam nagari menyampaikan pesan-pesan untuk menyambut dan mempersiapkan diri sebaik-baiknya menjalankan ibadah Ramadan dan tetap menjaga persaudaraan.

Rangkaian acara berikutnya adalah balimau. Kebutuhan untuk balimau dipersiapkan oleh suku yang ada di Ambacang Anggang.

Prosesinya, diawali oleh niniak mamak, tangannya direndamkan kepada wadah yang berisi limau, lalu setelah tangan tersebut basah, diusapkan kepala. Begitu seterusnya. Semua yang hadir ikut balimau bersama.

Saya juga mengikuti prosesi tersebut. Ini pertama kali bagi saya yang sumando Lubuak Sikapiang. Begitu juga kedua anak saya. Ini pengalaman pertama bagi keduanya. Kendati ibunya orang Lubuak Sikapiang, namun baru kali ini keduanya mengikuti Balimau di kampungnya sendiri.*

 

 


No comments:

Ruang Buku Karya Dosen Unand

   Suatu ketika, saat podcast dengan Pak Ir  Insannul Kamil , M.Eng, Ph.D , WR III Unand. Kata beliau, Jangan Mengaku Mahasiswa jika tak B...