31 May 2022

Anjing Menggonggong, Kafilah Tetap Berlalu

 

Oleh: Firdaus Abie

 

 Jika takut dilamun gelombang, jangan berumah di tepi pantai.

Pesan itu menjadi sebuah kearifan bagi masyarakat di negeri ini. Kearifan dalam melangkah, kearifan dalam menjalani kehidupan. Termasuk kearifan dalam berbagai aspek. Kearifan pada pesan itu sekaligus bermakna sebuah peringatan. Jangan asal melangkah. Perhatikan juga lingkungan.

Hakikatnya lautan, ia akan selalu mengantarkan gelombang setiap saat ke pantai. Gelombang yang menjadi ombak dan kemudian pecah di bibir pantai. Bunyinya akan darun berdarun. Pecahan airnya akan menyebar ke pantai. Bisa juga memercik wajah orang-orang yang berada di pinggirnya.

Ketika malam tiba, apalagi saat musim badai, maka angin akan menerbangkan apa saja yang bisa dihembusnya. Gelombang akan lebih besar menghunjam ke pantai.   Bahkan tak jarang sampai menjadi abrasi.

Dimalam-malam seperti itu,kecemasan dan ketakutan luar biasa akan menyerang siapa saja. Apalagi jika mereka tidak terbiasa merasakan suasana tersebut. Ketakutannya akan semakin menjadi-jadi. Sangat luar biasa sekali.

Tapi, cobalah tanya pada nelayan yang biasa menetap di kawasan pantai. Mungkin, sebahagian besar di antara mereka, tak ada lagi rasa takutnya. Mereka sudah merasakan peristiwa itu dari waktu ke waktu. Dari hari ke hari, sehingga tak ada lagi rasa takutnya. Tak ada lagi kekhawatirannya, karena mereka sudah menyatu dengan alam yang seperti itu.

Jika takut dilamun gelombang, jangan berumah di tepi pantai.

Bagi mereka yang tidak terbiasa, atau benar-benar merasakan ketakutan dengan suasana tersebut, biasanya akan memilih untuk menjauh dari pantai. Akan dicari sendiri tempat bermukim yang sesuai dengan kondisi mereka. Akan dicari sendiri kawasan yang sejiwa dengan aliran nafasnya. Itulah kearifan lokal yang sudah dijalani masyarakat negeri ini, sejak bertahun-tahun, atau malah sejak ratusan tahun silam.

Kearifan lokal yang dijalani masyarakat, sejalan dengan garisan kearifan mereka. Tanpa diminta, tak perlu disuruh, malahan tak perlu diatur sama sekali oleh penguasa. Kearifan lokal tersebut sudah berjalan secara alamiah. 

Kearifan lokal itu pula yang kemudian membawa masyarakat bisa hidup berdampingan. Aman dan akur, hidup rukun dan damai. Mereka kemudian berbaur membuat komunitas baru yang saling menyesuaikan satu sama lain.

Penyesuaian itu bisa juga disebut dengan masyarakat massa. Dalam ilmu komunikasi, masyarakat massa adalah suatu sistem hubungan atau interaksi individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok.

Begitulah. Kearifan lokal, menghindari ketakutan dari   gelombang, orang akan menghindari berumah di tepi pantai. Jika sudah menghindar dan menyesuaikan diri dengan tempat baru yang sudah dipilih, sesuai dengan kondisi atau hakikat dirinya, sesuai aliran nafasnya, masihkah mereka akan dihantui oleh ketakutan pada gelombang yang datang darun berdarun ke pantai?

Ah, sesungguhnya, siapa yang  terganggu?

Tiba-tiba sebuah pesan bijak lainnya melintas begitu saja di pikiran;  Anjing menggongong. Kafilah tetap berlalu.  *

 

 

No comments:

Ruang Buku Karya Dosen Unand

   Suatu ketika, saat podcast dengan Pak Ir  Insannul Kamil , M.Eng, Ph.D , WR III Unand. Kata beliau, Jangan Mengaku Mahasiswa jika tak B...