16 September 2021

“Teruslah Berbagi...”

Oleh: Firdaus Abie

 

Saat bertemu Mas Aqua (begitu sapaan akrab saya pada Aqua Dwipayana), motivator dan pakar komunikasi Indonesia, sepekan silam di Padang, beliau sempat berpesan, teruslah berbagi. Jangan pernah berhenti. Bangun terus silaturahmi dengan siapa saja.

Kesempatan berbagi tersebut, ternyata menjelang pertengahan September, justru lumayan padat dari biasanya. Ada empat sesi pada tiga hari yang saling berdekatan. Alhamdulillah, saya dapat menyelesaikannya dengan baik.

Memberikan cenderamata berupa buku kepada Ketua PWI Kab Kampar – Riau, Akhir Yani 

dan Ketua DPRD Kab Agam Novi Irwan, S.Pd., M.M

 

Sesi pertama, berlangsung Sabtu, 11 September 2021. Permintaan pada saya, disampaikan Direktur Padang Ekspres, M. Nazir Fahmi, dua hari sebelumnya. Ia meminta saya agar bisa berbagi dengan kawan-kawan dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kab Kampar, Prov Riau.

Memberikan cenderamata berupa buku kepada Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Sumatera Barat Wardarusmen.

 

Setelah saya menyatakan bersedia, sebuah panggilan masuk ke selular saya. Tak ada nomor kontaknya, berarti nomor baru. Belum saya kenal. Saya tetap menerima panggilan masuk tersebut.

Ia memperkenalkan diri. Namanya Gustika. Ia menyebutkan,  memperoleh nomor kontak saya dari Nazir Fahmi. Gustika, yang sehari-hari dipanggil Agus mengabarkan, materi yang hendak saya sampaikan bertema, Menuju Jurnalis yang Profesional dan Bermartabat.

“Mohon kesediaan abang untuk memberikan motivasi kepada kami, terkait bagaimana menuju jurnalis yang profesional dan bermartabat,” katanya sembari menyebutkan, dipilihnya saya sebagai narasumber atas rekomendasi M. Nazir Fahmi, salah seorang wartawan senior asal Agam, Sumatera Barat, yang lama berkecimpung sebagai jurnalis di Negeri Lancang Kuning.

Sesi berbagi dan diskusi yang semula dijadwalkan berlangsung 90 menit, ternyata berlanjut lebih kurang dua jam. Kumandang azan Zuhur menghentikan diskusi panjang kami. Diawal acara, saya menyerahkan buku karya sendiri, “Logika Bahasa Berita”  (Kritik Atas Penggunaan Bahasa dalam Kegiatan Jurnalistik), diterbitkan MZK – Jakarta. Buku tersebut editornya Dr Abdullah Khusairi M.A (dosen UIN Imam Bonjol – Padang). Pengantar diberikan Dr Aqua Dwipayana (Motivator dan Pakar Komunikasi), Dr Yuliandre Darwis (Ketua Komisi Penyiaran [KPI] Pusat.

Di antara kutipan pengantar yang diberikan Mas Aqua pada buku tersebut, pengalaman adalah guru terbaik. Ilmu dan pengalaman jurnalistik saya (Firdaus Abie) yang dituangkan dalam buku ini dapat memperkaya pengetahuan jurnalistik guna menciptakan wartawan-wartawan profesional. Wartawan yang bekerja tanpa itikad buruk, mengedepankan fakta, akurat, mematuhi asas berimbang, menunjunjung tinggi etika dan tidak menghakimi. Wartawan yang tulisannya mengedukasi, menghibur, menginspirasi dan mengusung misi kebaikan dan perbaikan bagi masyararakat.

Akurasi menjadi hukum besi yang wajib ditegakkan dan dijunjung tinggi oleh para wartawan. Ini bukan semata menyangkut keakuratan substansi data, informasi dan penyajian atau penulisannya. Akurasi bahasa juga tidak kalah pentingnya. Di sinilah pentingnya wartawan menguasai pengetahuan mengenai pilihan kata atau diksi. Pilihan kata yang tidak tepat dapat menimbulkan persepsi, aksi dan reaksi yang keliru. Dalam persoalan tertentu yang sangat sensitif, seperti suku, agama, rasa dan antargolongan (SARA), ketidakakuratan berbahasa bisa menimbulkan kekacauan sosial. Kekeliruan semacam itu banyak diakibatkan oleh kekacauan logika bahasa yang dipergunakan para jurnalis.

Buku ini, lanjut Aqua Dwipayana dalam pengantarnya, selain berbagi ilmu dan pengalaman, tetapi saya (Firdaus Abie) juga menyampaikan krik dari dalam terhadap kondisi SDM wartawan. Bukan untuk menelanjangi, tetapi justru memberikan koreksi konstruktif.

Buku tersebut saya serahkan secara simbolis kepada Ketua PWI Kab Kampar – Riau, Akhir Yani dan Ketua DPRD Kab Agam Novi Irwan, S.Pd., M.M, yang pernah menjadi anggota DPRD Kab Kampar – Riau, selama dua periode.

Tiga sesi lainnya atas permintaan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat. Salah satu di antaranya,  Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat meneruskan permintaan dan undangan Perpustakaan Nasional (Perpusnas)

Dua sesi berlangsung dihari yang sama, Selasa 14 September 2021. Bertepatan dengan momentum peringatan Hari Kunjung Perpustakaan.  Peringatan Hari Kunjung Perpustakaan  berawal  dari Ketetapan Presiden Soeharto kepada Kepala Perpustakaan Nasional RI dengan surat nomor 020/A1/VIII/1995 pada tanggal 11 Agustus 1995.  Berisi  usulan pencanangan Hari Kunjung Perpustakaan,   tanggal 14 September 1995.

Pada kesempatan tersebut, saya diminta untuk  memberikan motivasi terkait Kreativitas dan Motivasi dalam Pengembangan  Perpustakaan,  Minat Baca dan Menulis, serta Tetap Produktif Disaat Pandemi. Sesi ini dihadiri Kepala Perpustakaan dan Kearsipan dari Kota dan Kabupaten se-Sumbar,  pengelola taman bacaan, rumah baca, kepala sekolah, pustakawan, duta baca dan undangan lainnya.

Saya  membeberkan sejumlah masalah dan tantangan yang membaluti Perpustakaan, serta  menawarkan sejumlah langkah produktif untuk persoalan yang dihadapi.

“Kita harus berani keluar dari kebiasaan yang selama ini terjadi,” saya mengajak. 

Di antara opsi yang saya tawarkan, salah satunya, jika ada pelajar yang bermasalah (misalnya terlambat, tidak mengerjakan tugas), maka hukumannya “paksa” mereka “setor bacaan” atau “setor isi buku” seperti halnya tahfiz “setor ayat”.

Disesi ini, saya menyerahkan buku tiga judul sekaligus. Selain buku  “Logika Bahasa Berita”  (Kritik Atas Penggunaan Bahasa dalam Kegiatan Jurnalistik), ada novel berbahasa Minang berjudul “Indak Talok Den Kanai Ati”, keduanya karya saya. Setelah itu, Kumpulan Cerpen “Tasbih Untuk Papa” karya Zhilan Zhalila, siswa binaan Bengkel Literasi Rakyat Sumbar, yang kini mahasiswi Sastra Indonesia, FIB Unand – Padang.

Sesi kedua hari itu, motivasi diberikan secara spesifik diberikan kepada pengelola taman bacaan dan pustakawan. Peserta diberi bekal dan kiat praktis menulis, setelah itu dibimbing hingga praktek menulis. Saya juga menyerahkan buku berjudul “30 Dongeng Pengantar Tidur Terbaik” karya Lala Khansa, mahasiswi Sastra Inggris, FIB Unand – Padang.

“Senang dan bahagia.  Awalnya, saya sulit dan ragu untuk menulis, namun setelah mengikuti petunjuk dan panduan praktis yang diberikan, alhamdulillah, ternyata bisa. Motivasi yang diberikan narasumber dapat membangun jiwa dan semangat menulis para peserta,” kata Doris Fitria, salah seorang peserta yang juga Pustakawan Berprestasi Terbaik tingkat Sumbar.

 



Sehari berselang, tepatnya Rabu 15 September 2021, saya berbagi dengan pengelola perpustakaan kabupaten dan nagari di Sumatera Barat, melalui program  Peer Learning Meeting (PLM) Provinsi Tahun 2021, Batch 2 - 4, dengan tema “Sharing Inovasi untuk Pengembangan Diri & Perpustakaan”, melalui Daring. 

Peer Learning Meeting (PLM) yang ditaja Perpustakaan Nasional tersebut merupakan kegiatan berkesinambungan terkait  Transformasi Pelayanan Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial. Kegiatan ini  merupakan bagian dari program prioritas nasional  untuk memperkuat peran perpustakaan umum dalam meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia yang Unggul melalui peningkatan kemampuan literasi untuk mewujudkan Indonesia Maju.

Diskusi  dipandu Warih Seto Murti, Pustakawan dari Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, mengalir sejumlah respon, pertanyaan dan diskusi menarik. Di antaranya, salah seorang peserta menyebutkan, pihaknya merasakan kekurangan buku, sesuai kebutuhan di daerahnya, namun buku-buku yang mereka miliki tidak memadai.

“Masyarakat di nagari kami butuh buku pertanian, ketersediaan buku kami sangat terbatas. Bagaimana kami bisa memenuhi kebutuhan tersebut?” tanya Zul Arifin, Walinagari Bancah Laweh.

Terhadap hal tersebut, saya  memberikan saran.  Sebelum mampu memenuhi kebutuhan secara permanen, atau milik sendiri, opsi yang memungkinkan bisa dilakukan adalah berkolaborasi dengan perpustakaan atau taman bacaan lain.

“Kita mungkin bisa saling tukar buku antar perpustakaan atau taman baca dulu,” katanya memberikan saran sederhana, yang kemudian disikapi peserta lain sebagai ide yang realistis untuk dilakukan.

Persoalan lain yang mengemuka, ada perpustakaan nagari dan komunitas yang memiliki bengkel dan sanggar menulis, namun berlahan pesertanya terus menurun, sehingga belakangan hilang satu persatu.

“Kami ingin membuka kelas menulis lagi, apa yang bisa kami dapatkan untuk memancing minat baru bagi mereka?” tanya Eka, peserta asal Pesisir Selatan.

“Lanjutkan yang sudah dilakukan, kemudian kombinasikan dengan inovasi baru. Misalnya, antarkan agar tulisan mereka bisa menembus media massa, tuntun mereka menghasilkan karya bersama, lalu dibuatkan buku dari hasil-hasil karya mereka tersebut,” saya menyarankan. 

Pertemuan yang berlangsung selama dua jam lebih tersebut, memberikan hal-hal baru bagi peserta karena komunikasi langsung peserta dengan narasumber mau pun peserta dengan peserta lain, sehingga satu sama lain berbagi pengalaman terhadap aktivitas mereka di lapangan. *

No comments:

Ruang Buku Karya Dosen Unand

   Suatu ketika, saat podcast dengan Pak Ir  Insannul Kamil , M.Eng, Ph.D , WR III Unand. Kata beliau, Jangan Mengaku Mahasiswa jika tak B...