04 January 2011

Cincin Kelopak Mawar, Simbol Kemunafikan

Telah tujuh tahun Joni Andra tidak lagi akif sebagai koreografer Pria yang sejak umur lima tahun telah mengenal dunia tari, kini aktif kembali membesut sebuh pementasan tari yang berjudul Cincin Kelopak Mawar.  Pada pementasan itu ada 3 garapan tari kontemporer yang akan di tampilkan, yakni Badri Lelaki Di Ujung Batas, 17.16, dan Ratok Bunian.
Pementasan yang akan berlangsung pada Senin (8/3-2010) ini, berkisah tentang kemunafikan dan keegosian manusia. Misalnya, Ratok Bunian. Resital ini akan bercerita tentang bagaimana para orang dengan AIDS (ODA) yang hidup dalam sebuah komunitas, dan menyebarkan semangat kepada para penderita lainnya untuk meninggalkan kehidupan bebas yang membuat mereka terserang virus mematikan itu.
“Saya pernah berada dalam komunitas semacam itu, bahkan menjadi pendirinya. Dari sana saya memiliki pengalaman yang menyedihkan. Di mana, para oknum yang bergiat di sana, justru melakukan hal-hal yang mereka kampanyekan. Melakukan seks bebas, dan bertransaksi narkoba. Dan saya nilai itu adalah sebuah kemunafikan,” ujar Joni Andra saat jumpa pers di Taman Budaya Padang, Rabu (3/3).
Kemunafikan juga diangkatnya lewat resiatalnya yang berjudul Badri, Lelaki Di Ujung Batas. Kali ini Joni melihat kemunafikan dari sisi cinta sepasang anak manusia. Sehingga membuat para pelakunya lupa dengan norma dan agama. Tari ini terinspirasi dari cerpen Cincin Kelopak Mawar karya Firdaus, Wakil Pimpinan Umum Padang Ekspres. Yang pada tahun 2007 lalu diganjar penghargaan sebagai cerpen terbaik kedua dalam A.A. Navis Award.
Sedangkan 17.16, lahir dari pengalamannya saat gempa 30 September lalu.
“Di mana saat itu, saya melihat betapa egoisnya manusia. Yang hanya berpikir dan berusaha untuk bagaimana bisa menyelamatkan keluarganya, yang waktu itu entah sedang berada di mana. Padahal, disaat bersamaan di dekatnya sendri ada seorang manusia yang sangat membutuhkan bantuan. Egois,” ungkap Joni.
Pementasan yang akan berlangsung sekitar satu minggu lagi ini, menarik untuk disaksikkan. Karena karya dengan proses penggarapan selama 6 bulan itu hadir dengan dua bentuk seni tari, tarian modern dan tradisi. “Karya kali ini secara teknik merupakan perpaduan antara silat, capuera, dan breakdance. Bagaimana hasilnya nanti, silahkan saja menyaksikannya di Taman Budaya padang pada Senin depan,” sebut Joni, yang juga karywan Padang Ekspres Group ini.
Pada kesempatan yang sama, Pimpred, Sukri Umar menyampaikan, bahwa pentas tari Cicin Kelopak Mawar karya Joni Andra merupakan rangkaian dari peringatan HUT Padang Ekspres ke-11.
“Ini merupakan suatu bentuk dukungan dari Padang Ekspres terhadap perkembangang dunia kesinian di Sumbar. Khususnya seni tari kontemporer yang sampai saat ini belumlah menjadi sebuah karya seni yang merakyat di tengah masyarakat kita,” terangnya.
“Selain itu, saya berharap akan banyak pihak yang berbuat sama. Karena untuk memajukan sebuah kesenian semacam ini tidak bisa oleh “satu tangan”. Jika ada banyak pihak yang mau turun tangan, maka potensi-potensi kesenian yang ada di ranah Minang akan lebih tergali. Serta tidak menutup kemungkinan akan mengangkat dunia seni di daerah ini ke pentas internasional oleh karenanya,” tutur Sukri.
Kembalinya Joni Andra berkarya disambut baik oleh Asnam Rasyid, Kepala UPTD Taman Budaya Sumbar. Dia menilai, akhirnya Jon menjawab tantangannya yang telah berkali-kali dilemparkannnya kepada Jon. “Bahkan, tantangan saya itu cukup keras kepada dia. saya sampai melarangnya ke Taman Budaya ini, jika hanya sekedar duduk-duduk sambil minum kopi saja,” ungkap Asanam
“Ke depan, dengan kembalinya Joni ke ranah yang sempat ditinggalakannya itu, menumbuhkan harapan pada saya, akan adanya regenarasi koreografer tari di Sumbar. Dan saya berharap Joni akan berproses secara konsisten, dan tidak terpatok hanya dalam rangka sebuah kegiatan saja,” tukasnya.(mg18)




No comments:

Ruang Buku Karya Dosen Unand

   Suatu ketika, saat podcast dengan Pak Ir  Insannul Kamil , M.Eng, Ph.D , WR III Unand. Kata beliau, Jangan Mengaku Mahasiswa jika tak B...