01 March 2020

Maju Bersama, Untuak Basamo!


Oleh: Firdaus Abie



Tiga belas (13). Banyak orang yang takut dengan angka ini. Mulanya di China dan Amerika, memiliki keyakinan, angka 13 dianggap sebagai angka sial. Hotel dan gedung bertingkat tidak menggunakan urutan tingkat 13.  Setelah angka 12, langsung ke angka 14.
Menurut Numerologi, angka 13 didefinisikan sebagai angka sial dari semua angka yang sering muncul. Mistik sebagai nomor sial itu, terus menjalar ke belahan dunia lainnya. Banyak orang yang memaknai begitu, sehingga tak hanya gedung dan hotel, ada banyak rumah yang tidak mau menggunakan nomor 13 sebagai angka alamat rumahnya. Ketakutan pada angka 13 dinamai  Triskaidekaphobia.
“Kesialan-kesialan” itu dihubung-hubungkan dengan metoda “Cocoklogi”,  misalnya Apolo 13 gagal mendarat di bulan karena  tangki oksigennya meledak  13 April 1970. Microsoft versi 12  berupa Microsoft Office 2007.   Microsoft Office versi 13 tak pernah dirilis, lalu Microsoft Office 2010  merupakan versi ke 14. Jika direntang, sangat panjang daftar “ketakutan” orang pada angka 13.
Asumsi  angka 13 sebagai angka sial,  tak berlaku bagi Padang TV, sebuah tv lokal di Padang. Ulang tahunnya hari ini, merupakan ulang tahun ke 13. Sebuah perjalanan waktu yang lumayan panjang. Suka duka sudah dilalui. Proses panjang sebuah kreativitas sudah dijalani.
Derasnya pertumbuhan dan kemajuan pertelevisian Nasional, ternyata Padang TV masih bisa eksis. Dikelola puluhan anak muda yang selalu optimis disetiap derap langkahnya, selalu kreatif menghadirkan tayangan-tayangan berkualitas. Kini, Padang TV satu-satunya tv lokal Sumbar berkonten umum yang masih bertahan.  TV lokal lain yang pernah ada, satu persatu “gugur” dalam perjuangan untuk menghidupinya.
Diawal kehadiran Padang TV, saat itu saya menempati posisi Wakil Pemimpin Redaksi di Padang Ekspres. Pucuk pimpinan  Padang Ekspres Group;  Sutan Zaili Asril (alm) dan Marah Suryanto, mempercayai saya menjadi Koordinator Persiapan Padang TV. Ada 13 orang yang diberi amanah, 11 orang karyawan Padang Ekspres. Tiga orang dari Posmetro Padang.  Kami menamakan tim tersebut dengan Tim 13.
Dari Padang Ekspres, selain saya, ada Two Efly, Abdullah Khusairi (kini dosen di UIN), Yoppy Newey, Dodi Ardiansyah, Heri Sugiarto, Syam Chaniago (kini sudah pensiun), Erisman, Firman Wan Ipin, Defri Mulyadi, Fathan Zulfan.  Lalu ada dua orang dari Posmetro Padang; Deva Nurindahsari, Budi Syahrial (kini anggota DPRD Padang).
Jika dikenang masa persiapan tersebut, terkadang saya senyum-senyum sendiri. Semua personil, tidak satu pun yang pernah berkecimpung di dunia televisi. Saya, Two Efly, Abdullah Khusairi Heri Sugiarto, Erisman, Defri Mulyadi dan Budi Syahrial, berlatar belakang jurnalis di media cetak. Deva Nurindahsari dan Firman Wan Ipin, berasal dari marketting. Fathan Zulfan, Dodi Ardiansyah, berlatar belakang IT dan teknik komputer. Syam Chaniago, fotografer dan ilustrator.  Yoppy Newey, desain grafis.  Mungkin hanya Deva Nurindahsari yang agak mendekati. Ia penyiar radio.
“Tak ada yang tak mungkin!” tekad kami kala itu.
Sekali pun optimis, namun saat perjalanan ke Riau TV, Pekanbaru, untuk menimba ilmu, ada pertanyaan yang kami apungkan, “ada apa dengan kita? Apakah ini kesempatan atau pembuangan?”
Pertanyaan itu bukan tanpa alasan. Kami “ditakdirkan” untuk mendirikan tv, tapi tak seorang pun yang punya pengalaman di dunia pertelevisian. Diberi kesempatan latihan  di Riau TV hanya sepekan. Selama sepekan itu pula, sejumlah personil menderita sakit dan harus bertahan di hotel.
Pulang dari pelatihan, belum terlihat tanda-tanda kehadiran tv di Padang Ekspres Group. Bagai mendapat jatah tiket satu kali perjalanan. Two Effly memberikan analogi,  pasukan  dikirim berperang ke sebuah pulau. Sesampai ditujuan, kapal dibakar dulu agar tidak kembali sebelum tugas selesai.
Kembali ke posisi semula, posisi saat berangkat latihan ke Pekanbaru, tak bisa lagi. Sudah ada yang menggantikan. Daripada kepalang tanggung, persiapan dilakukan. Rapat-rapat strategis dilakukan, misalnya membuat logo, mempersiapkan program acara, mempersiapkan bumper, mempersiapkan presenter dan lain-lain. Termasuk menetapkan tagline; Maju Bersama.
Pekan ketiga usai pelatihan, pemancar mulai datang. Peralatan dan kebutuhan lain dilengkapi. Titik koordinat pemancar dicari. Dapat di kawasan Komplek Perumahan Unand, Ulugadut. Pos ronda tak terpakai pun dipinjam. Proses peminjaman dilakukan melalui rapat di masjid di komplek tersebut.  Disaat hampir semua warga setuju, ternyata ada yang menolak, tapi kemudian dapat ditenangkan oleh Prof Fachri Achmad, tokoh masyarakat setempat. Akhirnya, warga mengizinkan  dengan suara bulat.
Tayang perdana, Kamis 1 Maret 2007, dalam bentuk ujicoba. Dipilih pukul 00.00 WIB. Tujuannya, jika siaran bocor dan mengganggu siaran tv lain, tidak banyak yang komplain. Ketika siaran ujicoba tayang, semua kru menghubungi keluarga masing-masing untuk mengabarkan kondisi penerimaan siaran.
Ujicoba lanjutan dilakukan Kamis sore. Materinya suasana kebakaran Istano Basa Pagaruyuang – Tanahdatar. Kebakaran terjadi Selasa, 27 Februari 2007, sekitar pukul sembilan malam. Siaran ujicoba sukses. Besoknya diulangi tayangan yang sama, namun ditambah materi lagu-lagu Minang. Hari-hari berikutnya, jam siaran ditingkatkan, materi siaran diperbanyak dan selalu dievaluasi.
Berbekal pengalaman kru yang sebagian besar adalah wartawan, maka program pun diarahkan berkaitan dengan karya jurnalistik. Detak Sumbar, dan Detak Sore menjadi program andalan dalam bentuk berita, dilengkapi dengan berita setiap jam; Detak Terkini. Galanggang, program olahraga sekali sepekan. Kaliliang Kampuang, program berita yang dikemas lebih santai. Cerita Sore, mengangkat kisah perjuangan hidup orang-orang yang tak mau menyerah dengan keadaan. Banyak lagi program lain, termasuk program pengajian dan kesenian tradisional.
Tak ketinggalan program off air. Padang TV juga membuat program di lapangan yang sangat spektakuler; Masak Sakampuang. Program ini menjadi sangat populer karena dikemas sangat apik. Tradisi masyarakat sejak lama di Padang, disaat lelaki bergotong-royong membersihkan dan memperbaiki kampung, kaum perempuannya memasak untuk makan bersama. Malam sebelum acara, diadakan malam hiburan.
Masak Sakampuang digelar di seluruh kecamatan di Padang. Dimulai di Kec Kuranji. Berakhir di Kec Padang Barat. Episode 11, atau episode terakhir di Padang, menghadirkan suasana haru. Tak hanya menyelesaikan rangkaian jadwal yang padat. Revi Yuliana, produser yang memegang program tersebut, meninggalkan Padang TV. Ia memutuskan harus melanjutkan pendidikan. Masak Sakampuang kemudian dinobatkan sebagai program paling kreatif di tv se-Riau Pos Group.
Ketika Padang TV sudah berjalan di relnya, satu persatu personil Tim 13 ditarik kembali ke Padang Ekspres. Mereka digantikan personil Padang Ekspres lainnya, beserta rekrutmen baru Padang TV. Kini, hanya Defri Mulyadi dan Fathan Zulfan, personil Tim 13 yang masih berkiprah di Padang TV.
Telah 13 tahun Padang TV berkiprah mengudara dari langit Kota Padang. Menembus berbagai pelosok dan belahan dunia lainnya melalui live streaming. Mengantarkan program-program bernuansa lokal Minangkabau, khususnya berkaitan dengan agama, budaya, adat istiadat dan pendidikan untuk generasi muda.
Sebuah kemajuan luar biasa telah dicapai,  materi Local Content tak ditinggalkan. Setidaknya, tergambar dari tagline pada momentum 13 Tahun, menjadi acuannya; Untuak Basamo.
Selamat Ulang Tahun.
Maju Bersama Untuak Basamo!*


No comments:

Ruang Buku Karya Dosen Unand

   Suatu ketika, saat podcast dengan Pak Ir  Insannul Kamil , M.Eng, Ph.D , WR III Unand. Kata beliau, Jangan Mengaku Mahasiswa jika tak B...