02 May 2015

Kedai

Sekitar dua atau tiga tahun lalu, ketika mengemudikan kendaraan dari Padang ke Bukittinggi, saya mampir di sebuah kedai kecil, persisnya di perbatasan Tanahdatar-Padangpanjang. Kedaiya bersih, toiletnya juga. Ada mushalla kecil. Bersih dan sangat terawat.
Belum habis kopi yang saya pesan, empat orang anak muda tampak gelisah. Setelah menghitung uang, satu sama lain masih saling merogoh kantong.
"Pak, maaf. Uang kami tak cukup. Jika diizinkan, kami titipkan ktp dan hp di sini dulu. Besok lusa kami mampir lagi ke sini. Hanya ini sisa uang kami, pak," kata salah seorang dari mereka lalu menyerahkan uang yang terkumpul, sebuah ktp dan hp, kepada pemilik kedai.
"Ananda dari mana dan hendak kemana?" tanya lelaki pemilik kedai. Usianya saya perkirakan mendekati 70an tahun.
Kemudian dijelaskan, mereka dari Padang. Sehari-hari kuliah di Padang. Tujuan mereka hendak pulang kampung lantaran ada libur kuliah beberapa hari.
Pemilik kedai itu kemudian mengambil beberapa lembar uang saja. Tidak semuanya.
"Ayah ambil ini saja. Sudah cukup. Kalian bawa sajalah. Siapa tahu sisa uang itu ada gunanya sepanjang perjalanan kalian. Begitu pun ktp dan hp ini, pasti sangat kalian membutuhkan," katanya sembari ia menyebut panggilan ayah kepada dirinya.
Keempat anak muda itu bingung. Mereka terkejut, "bawa sajalah. Jika kalian sempat ke sini lagi, mampirlah. Jika tidak, ayah sudah mengikhlaskannya. Semoga kelak kalian menjadi orang-orang yang berguna bagi bangsa dan agama," katanya sambil menepuk-empuk bahu anak-anak tersebut.
"Tapi...."
Belum sempat mereka melanjutkan, pemilik kedai itu memotong kalimat anak muda tersebut, "tak usah kalian pikirkan, kalian kan sudah bayar. Ini uang kalian sudah di tangan ayah kan?" jawabnya balik bertanya sembari memperlihatkan lembaran uang kertas di tangannya, uang dari anak muda tersebut. Ia hanya mengambil beberapa lembar saja, lalu sisanya diserahkan kembali kepada anak-anak muda tersebut.
Setelah itu pemilik kedai tersebut mengizinkan mereka pergi dan beliau mengantarkan mereka sampai parkiran di depan kedai. Anak-anak itu kemudian bersalaman sembari mencium tangan lelaki tua tersebut.
Kemarin, saya mampir lagi di kedai tersebut. Kedainya masih seperti dulu. Masih bersih. Toiletnya juga bersih. Mushalla makin indah. Di sekitar kedai itu, ternyata sudah berdiri kedai-kedai lain sejenis, namun kedai ayah lebih ramai daripada saat saya mampir dua atau tiga tahun lalu. Juga lebih ramai dibandingkan kedai-kedai yang lain. Tapi saya tak berjumpa ayah, lelaki tua yang saya temui dua atau tiga tahun lalu

1 comment:

Agung Ngurah said...

Masih adakah orang seperti bapak itu sekarang ?

Ruang Buku Karya Dosen Unand

   Suatu ketika, saat podcast dengan Pak Ir  Insannul Kamil , M.Eng, Ph.D , WR III Unand. Kata beliau, Jangan Mengaku Mahasiswa jika tak B...