22 December 2014

Setelah PON Remaja…

Oleh: Firdaus


Nurhayati, pembalap andalan Sumbar tahun 1980-an, meninggalkan tanah kelahirannya bersama sang adik, Nuraini. Keduanya mengayuh pedal sepeda untuk membela Yogjakarta. Kepergian mereka menjadi trending topic ketika itu.
Pada PON XIII di Jakarta, 1993, Sumbar kehilangan sejumlah lifter yang semula diharapkan pulang berkalungkan medali. Mereka pindah ke Jawa Tengah demi ---salah satunya--- segepok bonus. Sekeping emas dihargai Rp 25 juta. Bonus tertinggi saat itu. Kala itu, setiap kelas di angkat besi dan angkat berat masih menyediakan tiga set medali.
Tujuh tahun setelah itu, prestasi olahraga Sumbar benar-benar hancur. Negeri bermotto Tuah Sakato, terpuruk di peringat pincik. Urutan paling bawah. Posisi ke 26 dari 26 provinsi, pascakeluarnya Timor Timur dari Indonesia. Hasil buruk PON 2000 di Surabaya, memaksa pengurus KONI Sumbar kala itu mundur sebelum habis masa pengabdiannya. Insan olahraga Sumbar mendesak diadakan Musordalub.
Posisi Sumbar kemudian membaik pada dua PON berikut. Setelah itu masalah baru pun muncul. Arena untuk menguji kemampuan atlet-atlet muda melalui Pekan Olahraga Provinsi (Porprov, sebelumnya bernama Pekan Olahraga Daerah atau Porda) sempat terkatung-katung. Porprov XI digelar Desember 2010, setelah lebih dari dua tahun tertunda.
Dilingkupi persoalan demi persoalan, dua Porprov lainnya setelah Porprov 2010 yang terpaksa disebar di seluruh kabupaten dan kota se Sumbar, kecuali Mentawai, berhasil diselesaikan dengan baik. Porprov di Limapuluh Kota tahun 2012, dan di Dharmasraya 2014, digelar dalam suasana persaingan atlet yang ketat. Hajatan ini memberikan kesempatan berlaga kepada seluruh atlet muda untuk menguji kemampuan yang didapatkan saat latihan.
Pada tataran yang lebih tinggi, prestasi di level Nasional sudah ditorehkan. Dalam segala keterbatasan, pada Porwil di Batam 2011, yang meraih 8 emas, Sumbar bertengger di peringkat ketiga. Peringkat terbaik yang pernah dicapai pada keikutsertaan Sumbar di Porwil.
Hasil PON XVIII di Riau, tahun 2012, yang membawa pulang 12 emas dan berada di peringkat 11, merupakan prestasi spektakuler. Sejumlah catatan penting didapatkan pada PON tersebut. Sebelum berlaga di arena, Ketua Umum KONI Sumbar Syahrial Bakhtiar menargetkan membawa pulang 12 emas. Capaian itu sekaligus untuk pertama kalinya kontingen Sumbar mampu merealisasikan targetnya sejak pertama kali ikut PON, dimulai pada PON II tahun 1951. Prestasi itu menyusul keberhasilan mencapai target tiga besar pada Porwil Batam 2011.
Hasil raihan 12 medali emas tersebut merupakan torehan medali terbanyak kedua sejak Sumbar ikut PON. Torehan emas terbanyak dicapai pada PON XI-1985 dengan 19 emas. Dari jumlah itu, 12 medali emas didapatkan dari cabang angkat berat.
Apalagi setelah itu? Jelang tutup tahun yang menggembirakan. Kontingen PON Remaja Sumbar yang berlaga selama dua pekan di Surabaya, Jawa Timur, pulang dengan prestasi membanggakan. Mereka boleh pulang dengan membusungkan dada, sebab berada di papan atas perolehan medali akhir. Sumbar berada di peringkat lima (atau peringkat pertama di luar Jawa) dan menjadi kontingen terbaik.
Penobatan sebagai kontingen terbaik karena prestasi Sumbar sangat mengejutkan. Tak hanya KONI Pusat, tetapi top organisasi olahraga ditingkat pusat terkejut dengan capaian Sumbar. Capaian itu diluar dugaan otoritas olahraga Nasional. Pengurus KONI dan top olahraga ditingkat provinsi Sumbar juga tak kalah kaget.
Berbagai masalah dihadapi para atlet, pelatih dan pembina selama persiapan hingga kembali dari laga. Keterbatasan kucuran dana dari pemerintah daerah, memaksa atlet menahan diri. Pelatih dan pembina menahan hati. Pentas uji kemampuan atlet belia harus dijalani dengan pontang-panting. Dukungan dana baru bisa dialokasikan dua bulan jelang laga berlangsung.
Minimnya pendanaan untuk persiapan dan menghadapi ajang multievent ini karena tidak signifikannya bantuan pemerintah provinsi Sumbar. Ketika kebutuhan terus meningkat, ternyata dukungan dana justru turun bebas.
Setelah PON Remaja di Surabaya dan Porprov di Dharmasraya, agenda besar lainnya pun menunggu. Ada Porwil, tahun 2015. Setahun kemudian ada PON di Jawa Barat. Dua agenda ini membutuhkan perhatian besar dari seluruh lapisan, terutama pemerintah daerah.
Bagaimana pun juga, pemerintah daerah memiliki tanggungjawab untuk mengelola dan membiaya aktivitas olahraga prestasi, seperti diatur secara tegas pada UU RI No. 3 TAHUN 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Di antaranya; Pengelolaan Olahraga pada Tingkat Provinsi dilakukan oleh Pemerintah Provinsi dengan dibantu oleh Komite Olahraga Provinsi (Pasal 37.1), Pendanaan keolahragaan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemda, dan Masyarakat (Pasal 69.1), Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib Mengalokasikan Anggaran Keolahragaan Melalui APBN dan APBD (Pasal 69.2), Sumber pendanaan keolahragaan ditentukan berdasarkan prinsip kecukupan dan keberlanjutan (Pasal 70.1), Dana Keolahragaan yang dialokasikan dari pemerintah dan Pemda dapat diberikan dalam bentuk hibah (Pasal 71.2).
Berangkat dari undang-undang tersebut, jelas terlihat bahwa undang-undang sudah menggariskan secara tegas. Tak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak membiayai pembinaan dan pelaksanaan olahraga.
Dukungan dana sebesar Rp 5 Miliar yang konon akan diputuskan DPRD Sumbar untuk membiayai aktivitas olahraga Sumbar tahun 2015, sangat tidak sebanding dengan kebutuhan. Ada tiga agenda besar yang harus dijalani, yakni pembinaan 40 cabang olahraga (cabor) untuk menghadapi Porwil, dan Kejurnas Pra PON. Selain itu kegiatan untuk mengikuti Porwil dan Kejurnas Pra PON.
Item kebutuhannya tak jauh berbeda dengan tahun 2011. Komponen kegiatannya sama, yakni pembinaan 40 cabang olahraga (cabor) untuk menghadapi Porwil, dan Kejurnas Pra PON, kemudian kegiatan untuk mengikuti Porwil dan Kejurnas Pra PON. Bedanya, ketika itu dialokasikan Rp 23 miliar lebih, tahun depan hanya Rp 5 miliar.
Jika dukungan menurun, akan berpengaruh pada psikologis dan kesiapan atlet untuk membela daerahnya. Realita hari ini dikuatirkan akan menghancurkan ungkapan bijak masa lalu yang berbunyi; hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri, maka akan tetap berada di negeri sendiri.
Pertanyaan yang muncul, kenapa harus bertahan di negeri yang dilanda hujan batu? Kenapa harus bertahan dengan penderitaan? Kenapa harus bertahan dalam himpitan ketidakpedulian pemangku kebijakan?


Ini realitanya. Empat dari 12 medali emas PON XVIII di Riau, disumbangkan dua atlet. Yosita Patricia Hapsari, dari renang, menyumbangkan tiga emas dan satu perak. Mella Eka Rahayu, lifter angkat berat, penyumbang satu emas, dan peraih emas di Kejuaraan Dunia 2013, kini telah berlabuh di DKI Jakarta.
Yosita Patricia Hapsari berlatih dan kuliah di Amerika. Dibiayai Pemprov DKI. Mella Eka Rahayu, selain berlatih, juga sudah mendapatkan pekerjaan di Bank DKI. Pada PON di Jawa Barat, 2016, keduanya masih berada dalam usia emas dan masih memiliki peluang untuk mempersembahkan medali.
Kepergian keduanya demi cita-cita dan masa depan, bukan tidak mungkin akan diikuti atlet lain. Persoalan mendasar terkait dengan nasib mereka dikemudian hari. Secara lahiriah, mereka memiliki batasan kemampuan.
Kepergian keduanya, bisa menjadi pelatuk bagi yang lain. Kondisi ini sekaligus mengancam target 15 emas yang dicanangkan untuk PON di Jawa Barat. Kalau pun di PON Remaja 2014 Jawa Timur, kontingen Sumbar berada di lima besar, tidaklah memberikan jaminan untuk PON 2016 di Jawa Barat. Usia emas mereka bukan di PON Jawa Barat, melainkan di PON berikutnya. Itu pun dengan catatan, mereka tetap dibina dan dikawal secara baik dan benar.
Jangan tangisi kepergian mereka, sebab tak mungkin mereka bertahan ketika tak ada kepedulian. Jangan sesali pilihan mereka, sebab pemegang kendali kebijakan itu sendiri yang tak berpihak pada mereka. *


*Penulis adalah Wartawan Utama Harian Umum Rakyat Sumbar


CATATAN: 
Tulisan ini dimuat Harian Umum Rakyat Sumbar dan Padang Ekspres, edisi Senin 22 Desember 2014

No comments:

Ruang Buku Karya Dosen Unand

   Suatu ketika, saat podcast dengan Pak Ir  Insannul Kamil , M.Eng, Ph.D , WR III Unand. Kata beliau, Jangan Mengaku Mahasiswa jika tak B...