13 October 2014

Surat Kawan untuk Tuan



Oleh: Firdaus



Suatu ketika, seorang kawan datang pada saya. Ia menyampaikan uneg-uneg yang ada dalam pikirannya. Banyak yang ia beberkan. Apa yang ia beberkan tersebut, sebenarnya sudah menjadi rahasia umum. Sudah diketahui dan dipahami banyak orang.
“Uneg-uneg ini harus dikeluarkan, jika tidak bisa menyanak di pikiran,” katanya.
“Kalau pun dibiarkan menyanak dipikiran, adakah yang akan terjadi?” Tanya saya.
“Sakik kapalo den, waang tak ingin melihat saya nanti bicara sendiri sambil senyum dan ketawa sendiri kan?” tanyanya. Entah serius, entah mengancam. Saya tak tahu pasti.

“Tasarahlah, sampaikanlah apa yang hendak kamu sampaikan…” jawab saya.
Ia pun kemudian bercerita. Eh, ternyata uneg-uneg tersebut seperti surat saja.
*
Tuan.  Hamba lahir dan dibesarkan di negeri  tuan, tapi karena hamba hanya rakyat jelata, maka kalau pun kita berjumpa, maka tuan tak hanya sekadar memandang hamba sebelah mata. Tapi mungkin sambil pejamkan mata. Tak apalah, saya tak kecewa. Saya terima apa adanya.
Selama ini hamba belum pernah meminta apa pun pada tuan, makanya izinkan sekali ini hamba meminta agar tuan berkenan membaca surat ini. Hanya itu harapan hamba. Berharap agar surat ini tuan baca. Setelah tuan baca, terserah mau tuan saja, diperhatikan atau diabaikan, itu urusan tuan.
Hamba tak berharap surat ini sampai ke kaki tangan tuan, sebab  banyak di antara mereka yang tak bisa diandalkan. Hamba yakin, tuan pasti paham maksud hamba. Ya, tak sedikit kaki tangan tuan yang bekerja semauanya. Setelah  apel pagi, mereka akan mengobrol di lapau kopi, menjelang tengah hari mereka baca koran atau main games dulu. Kerja sebentar, setelah itu istirahat siang.
Banyak yang mencari kesempatan dalam kesempitan. Pesan bijak masa lalu, benar-benar diamalkannya; sasampik-sampik balai, anak rajo lalu juo. Selain itu, tak sedikit pula laporan kaki tangan tuan itu yang menyampaikan  sesuai keinginan tuan saja. Apa yang membuat tuan bisa senang, biasanya itu yang akan disampaikan mereka.
Tuan pasti tahu kalau persoalan di negeri seberang lebih kompleks dibandingkan di sini. Mereka bisa menutup kompleks pelacuran, sementara di negeri ini masalah tenda ceper dan tenda biru saja tidak terselesaikan.
Agak sekali, berkunjunglah tuan ke sana. Ada yang jualan soft drink, penjualnya duduk menghadap jalan raya, pembelinya dibiarkan duduk di tenda biru, persis di belakangnya. Tendanya sangat rendah. Masuk pun harus merunduk. Tak ada penerangan. Benar pernah ada razia, tapi razia sering bocor. Kalau tidak, setelah petugas pergi, mereka jualan lagi. Seakan mereka main kucing-kucingan dengan petugas. 
Itu hanya satu kasus, mungkin kasus kecil di antara ribuan persoalan yang ada di negeri tuan. Misalnya, setiap hari ada razia, setiap hari pula ada yang ditangkap. Macam-macam kasusnya, mulai dari penangkapan anak sekolah di warnet, pasangan muda-mudi di kos-kosan, penangkapan di tenda ceper, temuan kasus narkoba di café dan banyak lagi.
 Tuan. Hamba kadang tersenyum geli sendiri. Dari satu sisi, langkah itu sudah benar, sebab  kaki tangan tuan sudah bekerja. Mereka orang-orang hebat yang mau menantang risiko. Tapi kerja mereka belum efektif, sebab besok atau lusa kejadian serupa di tempat yang sama terulang kembali. Kaki tangan tuan hanya menggiring orang yang ada, tanpa pernah memberikan tindakan nyata terhadap tempat tersebut. Kenapa tidak dicabut saja izinnya. Kalau tempat tersebut tanpa izin, tutup atau bongkar saja tempat tersebut. Kalau pun mengajukan izin, tolak permintaannya.
Di ibukota sana,  sudah menjadi rahasia umum kalau ada tempat-tempat yang seperti hamba sebutkan tadi ditutup, padahal backingnya, konon orang-orang hebat. Pedagang kaki lima yang berjualan di jalan diperkarakan karena mengganggu ketertiban umum dan memperkosa wilayah untuk hak orang lain. Orang-orang yang tinggal di rumah susun dirazia karena bisa menyalahi peruntukan.
Hamba juga ingin bertanya, tuan. Kenapa tuan setengah hati dalam urusan rokok. Dulu dikatakan, merokok dapat merusak kesehatan. Kini dikatakan, rokok bisa membunuh, lalu dilengkapi juga dengan gambar-gambar menakutkan. Kenapa hanya sekadar memberikan kabar pertakut, sementara izin terhadap rokok-rokok baru tuan keluarkan juga? Atau, seperti itukah keadilan? Seperti itukah hak asasi?
Kenapa tuan begitu tolerasi benar? Di seberang lautan sana, ada negeri yang bisa mendeteksi dan memblokir situs porno. Menutup pintu untuk kendaraaan luar sebab negeri itu memiliki produksi mobil sendiri. Semua tahu kalau negeri ini sudah sering macet, namun mobil luar datang juga dengan iming-iming murah, sementara lebar jalan tidak juga bertambah. Ah, bedebah!
Maaf tuan, saya sedikit terbawa emosi karena saya punya nyali tapi tak punya gigi untuk beraksi!
Semoga tuan maklum, ini hanya surat dari rakyat jelata. Tuan boleh memandang sebelah mata, atau tidak pakai mata. Tak apalah, saya tak kecewa. Saya terima apa adanya.
*
Itu surat teman saya. Apa pendapat anda? Kalau saya, no comment. Saya tak ikut serta!*

CATATAN:
Tulisan ini dimuat pada rubrik KOPI MINGGU, di Padang Ekspres, edisi Minggu 1 September 2014

No comments:

Ruang Buku Karya Dosen Unand

   Suatu ketika, saat podcast dengan Pak Ir  Insannul Kamil , M.Eng, Ph.D , WR III Unand. Kata beliau, Jangan Mengaku Mahasiswa jika tak B...