27 February 2012

Tenggelam

Oleh: Firdaus

Satu-satunya media cetak harian terbitan Bukittinggi, Harian Umum Rakyat Sumbar Utara, pada edisi kemarin, menurun berita utama senada dengan perhatian utama media di dunia, yakni perihal gempa dan tsunami di Jepang yang awalnya sempat mengancam 20 negara, termasuk Indonesia. Hanya saja, 30 menit lewat dari jadwal prakiraan tsunami yang akan melanda sejumlah provinsi di Indonesia bagian Timur itu, BMKG mencabut prakiraan ancaman tersebut.

Sekali pun berangkat dari topik yang sama, namun koran ini mengangkat judul yang berbeda jika dibandingkan dengan media lain, termasuk dengan media terbitan Kota Padang. Harian Umum Rakyat Sumbar Utara mengangkat judul yang sangat singkat, namun padat; Jepang Tenggelam.

Berangkat dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi Ketiga, produksi Balai Pustaka, kata tenggelam ditemukan pada halaman 1173. Kata tenggelam memiliki enam arti atau makna berbeda yang bisa dipakai untuk disesuaikan dengan kebutuhannya. Tenggelam dapat berarti masuk terbenam ke dalam air, karam, terbenam, jatuh ke dalam kesengsaraan, hilang atau lenyap, dan asyik.

Jika melihat pada kejadiannya, maka kata tenggelam pada judul berita tersebut, dapat dipastikan bahwa yang sasaran yang hendak dituju ternyata bisa tersangkut pada adalah makna masuk terbenam ke dalam air, terbenam, dan jatuh ke dalam kesengsaraan. Gempa dan tsunami berkekuatan 8,9 SR tersebut benar-benar telah membuat Jepang tenggelam.
Lalu jika kita perhatikan lebih dalam akan kecenderungan berita di media, ternyata sesungguhnya, kata tenggelam akibat gempa di Jepang tak hanya terkait dengan realita di negeri sakura itu. Makna kelima dari kata tenggelam ternyata juga telah terjadi sepanjang Jumat siang hingga tadi malam.
Ada yang hilang atau lenyap. Setidaknya tenggelamnya Jepang tersebut telah menenggelamkan berita-berita yang sebelumnya menjadi hots issu di negeri ini. Catat saja, gonjang-ganjing di kabinet Indonesia Bersatu II yang kemudian mengarah kepada isu pergantian manteri akibat partai koalisasi dengan pemerintah telah menentukan jalan baru, atau persiteruan di sepakbola Indonesia. Setidaknya, kedua materi itu menjadi perdebatan panjang yang semakin runyam sejak sebulan terakhir.
Media cetak dan elektronik tak pernah kering akan materi gonjang-ganjing yang tak berujung tersebut, sehingga membuat jenuh pembaca dan penonton. Seakan tak ada berita lain. Pembaca dan penonton “dipaksa” membaca dan menyaksikan tontonan yang perlahan semakin tidak menarik lagi. Ketika gempa dan tsunami hebat, terhebat di dunia dalam 20 tahun terakhir di dunia, dan terhebat di Jepang dalam 120 tahun terakhir, gonjang-ganjing isu dalam negeri itu pun ditenggelamkannya.
Dari rangkaian kejadian ini, ada hakikat lain yang dapat ditarik sebagai sebuah pelajaran. Hal baru, dapat mematahkan nominasi sesuatu yang lama. Sesuatu yang besar, sekali pun datang belakangan, akan mematahkan hakikat yang lama, sekali pun ---sebelumnya--- yang lama itu tergolong besar untuk ukuran dimasanya.
Inilah tamsilan nyata jika sesuatu dibandingkan dan “diadu” pada masa dan waktu yang berbeda. Tidak akan pernah bertemu pada sebuah titik yang nyata. Kita hanya bisa menikmati hidup jika berkonsentrasi pada masa kini, bukan pada masa lalu atau masa depan. Mengingat masa lalu hanya akan menghasilkan beban. Jika masa itu menyedihkan, maka mengingatkan hanya akan menimbulkan sesal berkepanjangan. Jika membahagiakan, juga akan menjadi beban karena kita “dipaksa” untuk hidup terus seperti masa lalu, sehingga hari-hari akan dilalui dengan angan-angan berkepanjangan.
Jika kita dibolehkan untuk memilih tenggelam, maka pilihlah makna tenggelam yang keenam di Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga tersebut, yakni bermakna asyik. Tenggelamlah dalam sesuatu yang mengasyikkan.*


CATATAN: Tulisan ini dimuat di Harian Pagi Padang Ekspres, 13 Maret 2011

No comments:

Ruang Buku Karya Dosen Unand

   Suatu ketika, saat podcast dengan Pak Ir  Insannul Kamil , M.Eng, Ph.D , WR III Unand. Kata beliau, Jangan Mengaku Mahasiswa jika tak B...