27 February 2012

Pelajar Bermotor


Oleh: Firdaus                                                                             

Sudah menjadi pemandangan yang biasa, bahwa  di jalanan umum didapati kendaraan bermotor, roda dua atau roda empat, dikemudikan anak-anak.  Pembuktian terhadap pemandangan itu, biasanya dengan sangat mudah didapatkan. Lihatlah ke jalan raya, maka dalam rentang waktu singkat,  dengan mudah akan dapat ditemukan kenyataan itu.

Fakta lain, dari data kecelakaaan lalu lintas yang dimiliki kepolisian, mereka yang terlibat kecelakaan tersebut didominasi anak-anak di bawah umur. Angka ini, umumnya dari tahun ke tahun terus meningkat.
Salah satu indikator meningkatnya angka kecelakaan itu, disebabkan pesatnya pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor, terutama sepeda motor. Pesatnya pertumbuhan ini dipicu karena mudahnya mendapatkan sepeda motor.
Hanya berbekal Rp 300 ribu - 500 ribu  plus  surat-surat standar lainnya, maka sepeda motor baru sudah bisa dibawa pulang. Yang lebih “menarik”,  kalau pun punya duit untuk membeli tunai alias bayar lunas, bersiap-siaplah untuk kecewa. Bakal ada dealer yang menolak.
Sekali pun proses kreditnya atas nama orang tua atau keluarga lain yang sudah dewasa, namun banyak penggunaan justru untuk anak-anak. Mayoritas untuk anak-anak di bawah umur. Alasan keluarga, demi mempermudah akses anak-anaknya ke sekolah, les atau beragam kegiatan lain.
Jika tidak menggunakan kendaraan bermotor sendiri, maka akselerasi berbagai urusan akan terlambat. Dalam derap kehidupan yang sudah bergerak cepat ini, maka kecepatan waktu dinilai sangat penting, sehingga tak ada pilihan; anak-anak harus dibekali kendaraan sendiri. Minimal, sepeda motor.
Maka, bertaburanlah sepeda motor. Lihatlah SMP sederajat dan SMA sederajat. Pada banyak sekolah, ternyata pekarangannya tak cukup untuk menampung ratusan sepeda motor dan puluhan mobil yang parkir selama jam pelajaran, sebab pemiliknya sedang mengikuti pelajaran.
Bagi anak-anak usia sekolahan ini, mayoritas mereka sedang dalam proses mencari jati diri. Pada proses ini, biasanya kemauan untuk berbuat, jauh lebih cepat dibandingkan untuk berpikir cermat, sehingga  kalau sedikit saja ditantang, maka pantang bagi mereka untuk tidak melayani tantangan tersebut. Tak mengherankan kalau kemudian, tak sedikit yang ugal-ugalan di jalan raya.
Lalu, bagaimana meminimalisir anak-anak yang mengemudikan kendaraan sendiri? Langkah yang lakukan Pemkab Pasaman Barat dan Polres Pasaman Barat, patut didukung dan diikuti daerah lain. Langkah  Pemkab Pasaman Barat dan Polres Pasaman Barat tak berlebihan kalau   disebut  sebagai pekerjaan rutin yang tidak rutin.
Dikatakan rutin karena memang di antara tugas Polres melalui Satlantas-nya adalah melakukan razia sebagai upaya untuk mengawal lalu-lintas, sebagai pengejawantahan undang-undang lalu lintas. Begitu pun dengan Pemkab Pasaman Barat melalui Dinas Perhubungan, memastikan ketersediaan sarana transportasi bagi masyarakat, terutama untuk pelajar pada jam-jam pergi dan pulang dari sekolah.
Beberapa hari lalu, razia yang dilakukan Polres Pasaman langsung mengandangkan ratusan kendaraan lantaran pengemudinya tak memiliki SIM atau pun surat-surat kendaraan. Razia dilakukan serentak di berbagai titik. Hampir seluruh kendaraan itu, saat itu dikendarai para pelajar.
“Di antara syarat yang membolehkan seseorang mengendarai kendaraan bermotor di jalan raya adalah surat-surat kendaraannya lengkap, pengendaranya memiliki SIM,” kata Kapolres Pasaman Barat AKBP Prabowo Santoso S.Ik.
Syarat mendapatkan SIM? Yang pasti, minimal berusia 17 tahun. Usia murid SD sederajat, SMP sederajat dan SMA sederajat? Kalau usia 17 tahun tersebut, paling hanya untuk siswa kelas III SMA sederajat. Bagaimana yang lain?
Lantaran belum bisa mendapatkan SIM, maka otomatis tidak dibenarkan mengendarai kendaraan di jalan raya. Ketentuan yang sudah diundangkan dalam undang-undang lalu lintas ini, tak bisa ditawar-tawar. Apa pun alasannya. Jika tetap mengendarai, itu artinya; pelanggaran lalu lintas!
Di SMP Negeri 1 Lubuksikapiang, Kabupaten Pasaman, yang merupakan  “saudara tua” dari Pasaman Barat, ternyata sudah sekitar 3 tahun terakhir melarang siswanya mengemudikan kendaraan sendiri ke sekolah. Selain meminimalisir angka kecelakaan lalu lintas bagi pelajarnya, juga memiliki keuntungan ganda bagi sekolah dan pelajar bersangkutan.
Kalaulah semua daerah di negeri ini memberlakukan hal baik yang sudah dirintis Polres Pasaman Barat, Pemkab Pasaman Barat dan SMP Negeri 1 Lubuaksikapiang, tentu akan dapat meminimalisir beban derita anak-anak negeri ini. []

 (Naskah ini dimuat di rubrik Harian Pagi Padang Ekspres, pada rubrik KOPI MINGGU, edisi Minggu 25 Februari 2012)

1 comment:

eljihadi said...

wah, benar sekali bi..
tapi itulah yg terjadi di negara kita sekarang bi.
Masalah aturan pemda tentang larangan pelajar membawa kendaraan ke sekolah, malah teman-teman kita sengaja parkir, bahkan sekolah sendiri yg menyediakan lahan parkir bagi kendaraan siswanya..

oia bi, kalo di mau ngirim tulisan,, kemana bisa dikirim bi??
ditunggu juga kunjungannya ke www.eljihadi.com

Ruang Buku Karya Dosen Unand

   Suatu ketika, saat podcast dengan Pak Ir  Insannul Kamil , M.Eng, Ph.D , WR III Unand. Kata beliau, Jangan Mengaku Mahasiswa jika tak B...