22 March 2011

Kebangkitan atau Kematian

Oleh: Firdaus



Jika prosesnya dilalui sudah sejalan dengan Bab II Pasal 3 ayat 1 poin a Pedoman Dasar PSSI, bahwa PSSI bertujuan membangun dan meningkatkan kualitas persepakbolaan nasional dengan semangat persaudaraan, persahabatan, kejujuran, sportivitas, nasionalisme dan profesionalisme, maka dapat dipastikan proses pemilihan Ketua Umum PSSI, di Pulau Bintan, April dimuka, tidak akan seheboh sekarang.
Proses pemilihan kali ini, mungkin “laga” paling menarik sepanjang sejarah pemilihan Ketua Umum PSSI. Dikatakan menarik lantaran banyak persoalan yang telah terjadi dan akan dilalui wadah berhimpun sepakbola di Tanah Air tersebut.
Pertama, proses pemilihan. Dugaan kecurangan sudah terbentang luas pada proses awal pendaftaran. Nama Arifin Panigoro sempat hilang dari bursa kandidat, namun ketika diprotes Pengprov PSSI dan klub yang mencalonkan pengusaha sukses itu, maka namanya kemudian dimunculkan kembali. Alasannya kenapa namanya hilang, sangat “sederhana” dan klise; tercecer ketika input data.
Kini prosesnya masuk babak kedua, yakni babak verifikasi. Akankah ada “kecurangan” lagi? Inilah yang dinantikan publik sepakbola. Jika tim verifikasi bekerja benar, maka dapat dipastikan nama Nurdin Halid, ketua sekarang, akan terganjal.

Aturan PSSI dan FIFA dengan tegas menyebutkan, orang yang menjadi narapida atau pernah tersangkut masalah hukum dan ditahan, dilarang memimpin otoritas tertinggi sepakbola Nasional tersebut.
Proses selanjutnya, siapa pun ketua umum terpilih nanti, tentu akan menghadapi tantangan yang justru luar biasa berat. Tak salah jika kemudian disebutkan bahwa selepas usia ke 81 tahun (PSSI lahir di Yogjakarta, 19 April 1930), adalah momentum terpenting terhadap tindaklanjut persepakbolaan di Tanah Air; hidup atau mati!
Pilihan itu bukan tanpa alasan. Selama ini, berpuluh-puluh tahun, telah terjadi ketimpangan yang sangat kentara antara sepakbola dengan cabang olahraga lain. Sepakbola tak ubahnya sebagai anak emas, sedangkan cabang lain tak anak tiri, anak angkat dan anak pungut, bahkan tak sedikit cabang olahraga tak memiliki “ayah dan ibu” sama sekali.
Bukalah file APBD seluruh daerah, maka dapat dipastikan ada daftar biaya untuk tim sepakbola. Itu pun biasanya untuk satu klub tertentu. Bagaimana dengan cabang olahraga lain? Sangat kecil, itu pun “dititipkan” di KONI. Kenapa sepakbola istimewa, padahal “derajat” sepakbola sama dengan cabang olahraga yang lain.
Dari empat nama kandidat ketua umum yang akan berlaga nanti, sebenarnya hanya ada dua kubu; “juara bertahan” Nurdin Halid dan Nirwan Bakrie, serta “kuda hitam” George Toisutta dan Arifin Panigoro.
Sang “juara bertahan” sudah membuktikan eksistensinya, menahkodai PSSI dengan langkah terseok-seok, kemudian Nurdin memimpin dari balik terali besi, sekali pun banyak klub disubsidi APBD namun melangkah tertatih-tatih.
Si “kuda hitam” yang hanya dicalonkan 17 anggota (di antaranya George Toisutta 12 anggota, Arifin Panigoro dicalonkan 5 anggota), agaknya sedang di atas angin dukungan publik (sekali pun Nurdin dicalonkan 81 anggota, Nirwan diajukan 2 anggota), sebab masyarakat sepakbola mendambakan perbaikan, profesionalisme dan perubahan ke arah yang lebih baik, bukan kerusuhan sepakbola lagi.
Di sisi lain, jika pemerintah konsisten dengan apa yang pernah dikumandangkan Mendagri Gamawan Fauzi bahwa tak boleh lagi sepakbola dibiayai APBD dan kemudian KPK melancarkan “serangan bergelombang” ke “gawang klub yang selama ini dibiayai dana APBD”, maka bukan tidak mungkin kubu “juara bertahan” akan kucar-kacir dan kemudian klub yang ada sekarang akan melirik ke si “kuda hitam” yang sudah menggulirkan kompetisi.
Kalaulah pemegang hak suara memiliki visi yang sama dengan Pedoman Dasar PSSI, terutama yang terkait dengan Bab II Pasal 3 ayat 1 poin a Pedoman Dasar PSSI, bahwa PSSI bertujuan membangun dan meningkatkan kualitas persepakbolaan nasional dengan semangat persaudaraan, persahabatan, kejujuran, sportivitas, nasionalisme dan profesionalisme, maka yang akan menjadi Ketua Umum PSSI lima tahun ke depan adalah sosok yang akan membawa perubahan ke arah yang lebih baik; menuju profesionalisme.
Akankah 81 tahun PSSI menjadi momentum kebangkitan atau kematian otoritas sepakbola Indonesia yang sudah lama mati suri? *

CATATAN: Tulisan ini dimuat Harian Pagi Padang Ekspres, Minggu 13 Februari 2011.

No comments:

Ruang Buku Karya Dosen Unand

   Suatu ketika, saat podcast dengan Pak Ir  Insannul Kamil , M.Eng, Ph.D , WR III Unand. Kata beliau, Jangan Mengaku Mahasiswa jika tak B...