Oleh: Firdaus
Apa rasa yang dirasakan sebelum dan setelah reformasi di negeri ini? Yang berbeda adalah wujud konkrit untuk tetap satu. Satu rasa, satu tujuan. Sangat berbeda.
Saban waktu, semangat satu rasa, satu tujuan, senantiasa didapatkan sebelum negeri ini dihempas gelombang reformasi. Rasa itu sangat merekat di jiwa. Ketika reformasi datang, suasananya pun berubah begitu cepat.
Sejak anak-anak muda negeri ini mendengungkan reformasi, ternyata tanpa disadari, ternyat trend negatif terhadap semangat kebersamaan dan hubungan menjaga rasa yang sebelumnya menjadi unggulan masyarakat.
Sejak reformasi, mendadak banyak “orang pintar” bermunculan, banyak “vokalis” menyuarakan apa yang tidak disenangi secara telanjang. Demi mencapai apa yang diinginkan, tak peduli apakah akan menyakiti orang atau tidak. Kalau ada yang tersakiti, nanti diselesaikan, tidak diantisipasi dari awal.
Dalam kebimbangan menatap negeri ini, angin segar pun berhembus menyentak. Tren positif muncul dari lapangan hijau. Adalah Alfred Rield yang menjadi “konseptor”-nya. Berpenampilan kaku, ternyata tangan dingin pelatih berkebangsaan Austria ini, telah mengubah banyak hal.
Sejak anak asuhnya membantai Malaysia, 5-1, perhatian anak bangsa pun tercurah pada mereka. Perhatian itu, kemudian semakin menyatu. Bagaikan bola salju yang mengelinding dari puncak bukit, kekuatannya semakin membesar. Semakin menggairahkan.
Pascareformasi yang sudah berjalan hampir 15 tahun, belum pernah ada gelombang kebersamaan, satu rasa, satu tujuan yang mengelinding begitu cepat menembus relung-relung hati anak bangsa. Permainan apik duo bintang naturalisasi Christian Gonzales dan Irfan Bachdim dan ditopang anak muda pantang menyerah lainnya, telah mengalihkan perhatian hampir seluruh rakyat Indonesia.
Seakan mereka membawa pesan mumpuni; lupakan dulu masalah yang ada, satukan hati untuk merah putih, agar garuda tetap lekat di dada!
Hm… pesan itu, serasa sudah lama tak pernah ada yang menyampaikan. Dulu pernah, tapi sudah sangat lama. Nilai-nilai untuk tetap mencintai bangsa, untuk memupuk kebersamaan, pernah ditularkan secara terstruktur lewat penataran P.4 yang kemudian digugat pascareformasi. Sejak itu, nyaris tak ada lagi.
Kini, lewat sepakbola, jalan sudah diretas. Inilah momentum terbesar untuk kembali menggelorakan semangat persatuan dan kesatuan. Kalau pun Alfred Rield menyebutkan bahwa apa yang dicapai belum apa-apa, karena baru tingkat Asean, namun sudah sangat berarti bagi anak bangsa ini, sebab kerinduan untuk berprestasi dan menyaksikan sepakbola sesungguhnya, sudah lama tidak ada di negeri ini.
Tiba-tiba saya teringat pada film kartun asal Jepang, Kapten Tsubasa Road to 2002. Sekali pun hanya film kartun, namun -–konon--- film tersebut dibuat jauh sebelum Jepang ditunjuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2002. Film tersebut adalah mimpi agar Jepang bicara di Piala Dunia 2002. Hasilnya ternyata tidak sia-sia.
Jauh sebelum Piala AFF 2010 yang digelar setiap dua tahun sekali sejak 1996 ---Dulu bernama Piala Tiger--- sebenarnya sudah digelorakan semangat menjaga keutuhan persatuan lewat lagu Garuda di Dadaku, dari Band Netral. Impian itu juga ada melalui film dengan judul yang sama.
Menghadapi Malaysia, 26 dan 29 Desember 2010, memang bukan kali pertama Indonesia ke final, namun inilah kali pertama besarnya harapan, impian dan dukungan terhadap tim agar Garuda di Dada tetap terjaga. Dan, Malaysia adalah “seteru abadi” di dalam dan luar lapangan.
Saatnya kembali untuk merapatkan barisan, menyatukan hati demi Tanah Tumpah Darah. Apalagi momentum kepastian sampai di final, dicapai persis pada peringatan Hari Bela Negara, 19 Desember.
Ketika mimpi itu sudah ada, tak ada yang tidak bisa! Kita harus bisa!.... garuda di dadaku/ garuda kebanggaanku/ ku yakin/ hari ini/ pasti menang…..*
(Dimuat Harian Pagi Padang Ekspres, Rabu 22 Desember 2010)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Ruang Buku Karya Dosen Unand
Suatu ketika, saat podcast dengan Pak Ir Insannul Kamil , M.Eng, Ph.D , WR III Unand. Kata beliau, Jangan Mengaku Mahasiswa jika tak B...
-
Ketika hadir dan berbagi bekal menulis cerpen, di akhir Oktober 2019, awalnya asyik-asyik saja. Sebanyak 50 orang pelajar SMP 2 Sijunj...
-
Judul : Cincin Kelopak Mawar Penulis : Firdaus Abie Penerbit : ErKa Tahun Terbit : 2016 ...
-
Oleh: Firdaus Entah kenapa, pada momentum peringatan Hari Ibu, kali ini, saya teringat pada cerpen karya A.A Navis (alm). Cerpen ...
No comments:
Post a Comment