Telah tujuh tahun Joni Andra tidak
lagi akif sebagai koreografer Pria yang sejak umur lima tahun telah mengenal
dunia tari, kini aktif kembali membesut sebuh pementasan tari yang berjudul
Cincin Kelopak Mawar. Pada pementasan itu ada 3 garapan tari kontemporer
yang akan di tampilkan, yakni Badri Lelaki Di Ujung Batas, 17.16, dan Ratok
Bunian.
Pementasan yang akan berlangsung
pada Senin (8/3-2010) ini, berkisah tentang kemunafikan dan keegosian manusia.
Misalnya, Ratok Bunian. Resital ini akan bercerita tentang bagaimana para orang
dengan AIDS (ODA) yang hidup dalam sebuah komunitas, dan menyebarkan semangat
kepada para penderita lainnya untuk meninggalkan kehidupan bebas yang membuat
mereka terserang virus mematikan itu.
“Saya pernah berada dalam komunitas
semacam itu, bahkan menjadi pendirinya. Dari sana saya memiliki pengalaman yang
menyedihkan. Di mana, para oknum yang bergiat di sana, justru melakukan hal-hal
yang mereka kampanyekan. Melakukan seks bebas, dan bertransaksi narkoba. Dan
saya nilai itu adalah sebuah kemunafikan,” ujar Joni Andra saat jumpa pers di
Taman Budaya Padang, Rabu (3/3).
Kemunafikan juga diangkatnya lewat
resiatalnya yang berjudul Badri, Lelaki Di Ujung Batas. Kali ini Joni melihat
kemunafikan dari sisi cinta sepasang anak manusia. Sehingga membuat para
pelakunya lupa dengan norma dan agama. Tari ini terinspirasi dari cerpen Cincin
Kelopak Mawar karya Firdaus, Wakil Pimpinan Umum Padang Ekspres. Yang pada
tahun 2007 lalu diganjar penghargaan sebagai cerpen terbaik kedua dalam A.A.
Navis Award.
Sedangkan 17.16, lahir dari pengalamannya saat gempa 30 September lalu.
Sedangkan 17.16, lahir dari pengalamannya saat gempa 30 September lalu.
“Di mana saat itu, saya melihat
betapa egoisnya manusia. Yang hanya berpikir dan berusaha untuk bagaimana bisa
menyelamatkan keluarganya, yang waktu itu entah sedang berada di mana. Padahal,
disaat bersamaan di dekatnya sendri ada seorang manusia yang sangat membutuhkan
bantuan. Egois,” ungkap Joni.
Pementasan yang akan berlangsung
sekitar satu minggu lagi ini, menarik untuk disaksikkan. Karena karya dengan
proses penggarapan selama 6 bulan itu hadir dengan dua bentuk seni tari, tarian
modern dan tradisi. “Karya kali ini secara teknik merupakan perpaduan antara
silat, capuera, dan breakdance. Bagaimana hasilnya nanti, silahkan saja
menyaksikannya di Taman Budaya padang pada Senin depan,” sebut Joni, yang juga
karywan Padang Ekspres Group ini.
Pada kesempatan yang sama, Pimpred, Sukri
Umar menyampaikan, bahwa pentas tari Cicin Kelopak Mawar karya Joni Andra
merupakan rangkaian dari peringatan HUT Padang Ekspres ke-11.
“Ini merupakan suatu bentuk dukungan
dari Padang Ekspres terhadap perkembangang dunia kesinian di Sumbar. Khususnya
seni tari kontemporer yang sampai saat ini belumlah menjadi sebuah karya seni
yang merakyat di tengah masyarakat kita,” terangnya.
“Selain itu, saya berharap akan
banyak pihak yang berbuat sama. Karena untuk memajukan sebuah kesenian semacam
ini tidak bisa oleh “satu tangan”. Jika ada banyak pihak yang mau turun tangan,
maka potensi-potensi kesenian yang ada di ranah Minang akan lebih tergali.
Serta tidak menutup kemungkinan akan mengangkat dunia seni di daerah ini ke
pentas internasional oleh karenanya,” tutur Sukri.
Kembalinya Joni Andra berkarya
disambut baik oleh Asnam Rasyid, Kepala UPTD Taman Budaya Sumbar. Dia menilai,
akhirnya Jon menjawab tantangannya yang telah berkali-kali dilemparkannnya
kepada Jon. “Bahkan, tantangan saya itu cukup keras kepada dia. saya sampai
melarangnya ke Taman Budaya ini, jika hanya sekedar duduk-duduk sambil minum
kopi saja,” ungkap Asanam
“Ke depan, dengan kembalinya Joni ke
ranah yang sempat ditinggalakannya itu, menumbuhkan harapan pada saya, akan
adanya regenarasi koreografer tari di Sumbar. Dan saya berharap Joni akan
berproses secara konsisten, dan tidak terpatok hanya dalam rangka sebuah
kegiatan saja,” tukasnya.(mg18)
No comments:
Post a Comment