Oleh: Firdaus
Sebuah kisah klasik. Tiga orang pengembara, masing-masing bernama Sukses, Harta, dan Cinta, mendatangi sebuah pondok. Ketiganya berharap diperkenankan untuk berteduh agak sejenak, karena ketiganya kehujanan di perjalanan.
Awalnya, pemilik pondok agak keberatan, namun ketiga pengembara itu terlihat sangat berharap. Malahan ketiganya mengatakan, kalau pun tidak ketiganya yang diperkenankan masuk, cukup pilih salah satu saja. Jika dipilih salah satu, maka yang lain akan menunggu di luar.
Pemilik pondok lama terdiam. Ia ingin sejak lama menginginkan memiliki Sukses. Ia berpikir, jika Sukses yang dipilihnya masuk, mudah-mudahan dirinya kecipratan sukses yang sudah lama diindam-idamkannya.
Istrinya menolak. Ia ingin yang lebih realistis. Sang istri lebih menyukai yang lebih nyata. Sangat berharap pada harta, sebab ia yakin harta yang banyak dan melimpah justru bisa membeli apa saja, termasuk mendapatkan kekuasaan.
Ketika hendak memanggil Harta, ternyata anaknya menolak. Anaknya inginkan Cinta. Pasangan suami istri tersebut tak dapat menolak keinginan si anak. Akhirnya mereka memanggil Cinta.
Ketika Cinta masuk, ternyata dua temannya, Sukses dan Harta juga masuk. “Bukankah kami hanya memanggil Cinta saja?” tanya istri pemilik pondok.
Pengembara bernama Cinta itu pun kemudian menjelaskan, jika si pemilik pondok hanya mengundang Sukses, maka dirinya dan Harta, tidak akan masuk. Hanya menunggu di luar. Jika mengundang Harta, maka dirinya dan Sukses yang menunggu di luar. Tapi karena dirinya yang diminta, maka Sukses dan Harta ikut masuk.
Takdirnya sudah begitu. Dimana ada Cinta, maka Sukses dan Harta akan ikut serta. Sukses dan Harta tak bisa lepas dari Cinta, sebab Cinta selalu memberikan kenyamanan kepada keduanya. Berbeda dengan tipikal Sukses dan Harta, yang sering tak mengikutsertakan Cinta.
“Jika ada derita, kami mendoakan damai dan kemurahan hati. Jika ada keraguan, kami mendoakan pembaruan rasa percaya diri. Jika ada keletihan, kami mendoakan pengertian, kesabaran dan pembaruan kekuatan. Dimana ada rasa taku, kami mendoakan cinta dan keberanian,” lanjut Cinta.
Kisah klasik di atas, ternyata tak pernah menjadi usang. Dalam kehidupan nyata, orang selalu dihadapkan untuk memilih salah satu atau malah ketiganya sekaligus. Hanya saja, sudut pandang untuk memilihnya berbeda. Tak sedikit ada yang cenderung berharap sukses, atau harta, namun mengabaikan hakikat sebuah cinta.
Lalu, anda pilih yang mana?*
(Dimuat pada Harian Pagi Padang Ekspres, edisi 26 September 2010)
04 January 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Ruang Buku Karya Dosen Unand
Suatu ketika, saat podcast dengan Pak Ir Insannul Kamil , M.Eng, Ph.D , WR III Unand. Kata beliau, Jangan Mengaku Mahasiswa jika tak B...
-
Ketika hadir dan berbagi bekal menulis cerpen, di akhir Oktober 2019, awalnya asyik-asyik saja. Sebanyak 50 orang pelajar SMP 2 Sijunj...
-
Judul : Cincin Kelopak Mawar Penulis : Firdaus Abie Penerbit : ErKa Tahun Terbit : 2016 ...
-
Oleh: Firdaus Entah kenapa, pada momentum peringatan Hari Ibu, kali ini, saya teringat pada cerpen karya A.A Navis (alm). Cerpen ...
No comments:
Post a Comment