Minggu, 10/10/2010 10:30 WIB di www.padangmedia.com/?mod=berita&id=64006
padangmedia.com - PADANG- Pentas dibuka dengan seorang ibu yang tengah duduk sambil menyulam. Ia berada di tengah panggung dengan lima penari laki-laki mengelilinginya. Sambil disinari cahaya merah dengan iringan saluang.
Tak lama kemudian muncullah si anak, Badri namanya. Ia berlari kegirangan mendekati Ibunya. Sambil mengatakan bahwa ia jatuh cinta pada seorang kembang desa bernama, Rabiatun. “Kau tidak boleh berbuat lebih jauh dengan wanita yang belum kau nikahi. Karena bisa mendapat sangsi adat dari kampung. Jangan seperti ayahnya dulu, terusir dari kampong,” pesan ibu untuk anaknya
Kalimat ibu tersebut seolah menjadi kalimat kunci dari pementasan berjudul “Cincin Kelopak Mawar “ yang ditulis oleh Mahatma Muhammad tersebut dimainkan oleh kelompok Teater Nan Tumpah, Sabtu (09/10), di Gedung Teater Utama Taman Budaya Sumbar, Padang. Pementasan berdurasi kurang lebih 60 menit tersebut seakan menggiring penonton kepada kesalahan ayah Badri di masa lalu.
Perkataan ibu, membuat Badri bertanya-tanya tentang sosok ayahnya di masa lalu. Meski demikian rasa penasaran itu sirna begitu saja ketika Badri bertemu dengan Rabiatun di suatu malam. Terlihat Badri dan Rabiatun bertemu diam-diam di satu tempat diiringi suara jangkrik.
Di tempat itulah terkuak kisah, tentang Badri yang jatuh cinta pada Rabiatun setelah tak sengaja melihat gadis cantik itu mandi di sungai. Dialog Rabiatun di sini terkesan sedikit vulgar, sebab gadis itu sempat menwarkan pada Badri, apakah ia ingin melihat Rabiatun mandi lagi. Namun Badri menafikan itu, ia hanya menumpahkan rasa rindunya dengan bertemu Rabiatun. Itu saja bagi Badri sudah cukup. Dan usai pertemuan tersebut, keduanya berikrar untuk menikah.
Malang bagi Badri, keesokan harinya ia menemukan undangan pernikahan Rabiah dengan lelaki lain. Hal itu membuat hati Badri panas. Ia kemudian berlari untuk bertemu seorang dukun bernama Mak Mado. Mak Mado rupanya mengenal Badri, karena di masa lalu ayah Badri pernah menemuinya untuk keperluan yang sama. Saat bertemu Mak Mado bau kemenyan menyelimuti panggung.
Mak Mado pun memberikan sebuah benda mistis pada Badri, agar ia bisa membuat Rabiatun kembali padanya. Sesampai di rumah Badri langsung menggunakan benda itu, bersama dua sosok makhluk gaib berbaju merah dan putih mengajaknya untuk segera melancarkan niatnya, memantarai Rabiatun.
Namun sayang, matra tersebut tak membuat Rabiatun kembali. Malah ia membuat Rabiatun tiada, di pangkuan lelaki lain. Kejadian itu memukul Badri, seolah ia mengulang kembali kesalahan ayahnya di masa lalu.
Pementasan yang disutradari oleh Yenni Ibrahim ini diangkat dari cerpen karya Firdaus yang berjudul sama yaitu Cincin Kelopak Mawar. Naskah tersebut terasa biasa karena menampilkan sisi baik dan jahatnya satu perbuatan manusia. Cincin Kelopak Mawar sebelumnya juga sempat dibawakan dalam bentuk tarian kontemporer.
Usai pementasan, para penonton diajak berdiskusi dan memberi pendapat seputar pementasan itu. Yusril dari Black Teater mengatakan bahwa naskah ini kehilangan ruang dan waktu. Tidak diketahui dimana setting dari pementasan ini. Para pemain terlihat belum mengeksplorasi sisi Minangkabau jika ingin memperjelas setting pentas tersebut. (dodo)
No comments:
Post a Comment