Oleh: Firdaus
Aksi Dahlan Iskan melempar kursi
----kemudian Dahlan Iskan menyebutkan, tidak melempar, tetapi meletakkan kursi
di luar loket—di pintu tol Senayan, awal pekan ini, kemudian membuka dua pintu
tol dan kemudian mengarahkan antrian panjang di pintu tol tersebut untuk masuk
gratis, mengundang perhatian banyak kalangan.
Hampir seluruh komentar, memandang
positif apa yang dilakukan orang nomor satu di Kemeneg BUMN itu. Bukan karena
ia Meneg BUMN sehingga bisa dengan mudah dan semaunya melakukan tindakan itu,
tetapi langkah yang diambilnya tersebut bagian dari kekecewaannya terhadap
kinerja anak buahnya.
Betapa tidak kecewa. Langkah-langkah
strategis yang sudah diputuskan untuk dijalankan, ternyata tidak sepenuhnya
dijalankan secara baik dan benar. Tindakan itu, memang kali pertama dilakukan
Dahlan Iskan, namun pesan, peringatan, mau pun teguran sudah sering dilakukan
untuk mengingatkan otoritas pengelola jalan tol tersebut.
Pelajaran berharga itu, setidaknya
bisa dijadikan renungan bagi banyak kalangan. Dahlan Iskan menyebutkan, mereka yang
melintasi jalan tol tersebut adalah mereka yang membayar. Tidak melintas secara
gratis. Sudah membayarkan pun, ternyata pelayanan yang diberikan tidak
maksimal. Cenderung diabaikan. Apalagi jika mereka tidak bayar.
Langkah itu, sekaligus sebenarnya
“tamparan” dan sindiran kepada aparatur negara untuk tidak berlaku semau-maunya
saja. Bagaimana pun, selaku abdi negara, tentu harus benar-benar fokus
memberikan perhatian terhadap kehidupan rakyat. Selama ini, ada kecenderungan,
tugas mereka yang seharusnya melayani kepentingan rakyat, cenderung berprilaku
untuk dilayani.
Selaku orang yang dibesarkan dari
lingkungan jurnalis, Dahlan Iskan sudah menyampaikan pesan secara baik dan benar. Dalam ilmu komunikasi, pesan yang disampaikan komunikator (orang yang
menyampaikan pesan) baru bisa dianggap baik dan benar jika memberikan efek atau
reaksi pada komunikan (orang yang
menerima pesan) terhadap pesan yang disampaikan.
Dalam hal ini, tak hanya pengelola jalan tol
yang menjadi komunikan, tetapi juga aparatur negara lainnya dan masyarakat
luas. Pesan itu disampaikan melalui media (saluran) yang tepat, dalam keadaan
masyarakat nyaris “apatis” pada aparatur. Tindakan itu adalah pembelajaran yang
sangat berharga.
Tak hanya itu. Dalam kontek
pemimpin di Kemeneg BUMN, ternyata “tamparan” tambahan juga diberikan Dahlan
Iskan. Ia meminta pengelola jalan tol ---jajaran pimpinan di Jasa Marga--- agar
tidak menghukum dua petugas yang lalai menjalankan tugasnya. Ia juga tidak akan
memberikan sanksi kepada pengelola jalan tol tersebut jika benar-benar mau memperbaiki
diri, memperbaiki cara kerja dan memperbaiki system. Apa yang terjadi, hanya
kesalahan system.
Tak hanya itu, Dahlan juga
menyatakan, selaku Meneg BUMN, dirinya juga akan bertanggungjawab terhadap
persoalan itu. Sayang, tak banyak
pemimpin di negeri ini yang berani mengambil alih tanggungjawab dan kesalahan
anak buahnya, seperti yang dilakukan Dahlan Iskan. []
CATATAN:
Naskah ini dimuat di rubrik KOPI MINGGU, Padang Ekspres, edisi Minggu 25 Maret 2012
No comments:
Post a Comment