Oleh Firdaus Abie
Membaca tulisan Mas Aqua
Dwipayana, Akhirnya Pensiun..., tiba-tiba saya teringat dua orang mantan
pejabat di Sumatera Barat. Beliau, Bapak Rusdi Lubis. Jabatan terakhirnya saat
berdinas, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sumatera Barat. Kedua, Bapak Djamiral
Djarin, terakhir menjadi Sekda Kota Padang.
Pertemuan kami bertiga, tanpa
sengaja dan tanpa agenda. Ketika itu, di saat sarapan pagi di sebuah kedai,
tiba-tiba Pak Rusdi Lubis datang bersama isteri. Beliau baru selesai jalan
pagi. Saya mengajak beliau duduk di kursi dalam satu meja dengan saya yang
sendirian. Beliau tak menolak.
Saat kami menikmati sarapan
sambil bicara tentang banyak hal, tiba-tiba masuk empat orang. Saya menatap ke
arahnya, beliau juga menatap saya. Kami sama-sama tersenyum. Saat itu juga Pak
Rusdi menyapanya. Kami saling bersalaman. Pak Rusdi mengajak bapak yang baru
datang tersebut duduk bersama kami. Beliau mau, namun rombongannya mengambil
posisi lain.
Orang yang baru masuk tersebut
tak lain adalah Pak Djamiral Djarin. Wajahnya terlihat segar. Bersih. Saya
mencoba menghitung-hitung usia beliau, namun prediksi saya meleset.
“Baru lima belas tahun,” kata
beliau.
Saya yakin, beliau bercanda.
Tapi, katanya, tidak. Usia 15 tahun tersebut, katanya dihitung sejak beliau
pensiun.
“Apa resepnya, Pak?” tanya saya.
“Tanya Pak Rusdi. Insya ALLAH,
kami seperguruan,” kata Pak Djamiral.
Mendengar hal tersebut, Pak Rusdi
tersenyum. Ia kemudian berdalih, usianya masih sangat muda. Jauh lebih muda
dari Pak Djamiral, jadi tak bisa dijadikan patokan.
Menyebutkan Sejumlah Prinsip Dulu
dan Kini, Persiapkan Mental dan Spiritual
Diskusi selama sarapan pagi pun
semakin bergairah dan membuat saya bersemangat. Keduanya menyebutkan sejumlah
prinsip yang dijalaninya, dulu dan kini.
Dulu, ketika mereka masih
berdinas, sedapat mungkin menjalin hubungan dengan pimpinan dan staf tak hanya
sebatas hubungan kerja. Mereka semampunya menjadikan silaturahim dan hubungan
persaudaraan. Jika memang tak bisa memuaskan semua orang, mereka berusaha
semaksimal mungkin agar tak ada yang tersakiti.
Di saat menjelang pensiun, mereka
benar-benar mempersiapkan diri: mental dan spritual. Kata beliau, jika sudah
diikhlaskan dari awal, insya ALLAH, semuanya akan bisa dijalani dengan
sebaik-baiknya.
Di masa pensiun, kata Pak Rusdi
dan Pak Djamiral, mereka menikmati hidup. Dijalani kehidupan dengan terus
berupaya memperbaiki diri, khususnya ibadah.
Keduanya mengaku, ada yang
terabaikan selama mereka masih bertugas. Kini, di sisa-sisa hidup, mereka terus
memperbaiki diri dan selalu melihat persoalan dari sisi positif.
Tak lupa, katanya, mereka akan
berupaya memberikan prioritas jika ada undangan kegiatan untuk mereka. Bagi
mereka, undangan berbagai hajatan, khususnya pernikahan anak atau cucu bekas
pimpinan, teman seangkatan atau mantan stafnya, akan menjadi prioritas untuk
dihadiri.
Bagi Pak Rusdi Lubis, jika
diundang untuk hajatan tersebut, setidaknya ada dua hal yang langsung
diperolehnya. Pertama, ternyata lingkungannya dulu masih ingat padanya. Kedua,
menghadiri undangan tersebut sekaligus menjadi ajang reunian baginya. Begitu
pun kalau mereka tahu ada pimpinan, teman atau stafnya, atau keluarga mereka
yang meninggal dunia, beliau berusaha untuk bisa membezuk, sebagai bagian “si
tawa dan si dingin” bagi keluarga.
Terhadap semua hal tersebut, tak
salah kalau kemudian Mas Aqua begitu getol membumikan semangat silaturahim
dengan mengatakan: _The Power of Silaturahim. Kemudian sering merasakan
hasilnya yang dahsyat dan luar biasa sehingga membuat pakar Komunikasi itu
ketagihan melakukan aktivitas positif tanpa pamrih tersebut.*
Penulis Pemimpin Redaksi Harian
Umum Rakyat Sumbar & Pegiat Literasi.
No comments:
Post a Comment