Oleh: Firdaus Abie
Dulu. Dulu sekali. Ketika itu,
aku masih SMA. Tapi lupa, saat itu aku kelas
I. Sekolah kami kedatangan tamu dari sebuah SMA di Hiang, Kerinci, Jambi. Tiga
hari mereka berada di sekolah. Kunjungan mereka, sebenarnya tidak semata-mata
ke sekolahku.
Sesungguhnya, tujuan utama mereka
adalah perjalanan ke Sumbar. Ketika itu populer dengan sebutan Studi Tour. Hari
pertama di sekolahku, mereka datang menjelang malam. Besoknya berangkat setelah
sarapan pagi. Besoknya lagi, juga demikian, namun di hari ketiga, mereka datang
kembali selepas makan siang.
Sorenya ada sejumlah pertandingan
persahabatan, di antaranya voli, basket dan sepakbola. Malamnya dibentang Malam
Kesenian yang sekaligus menjadi Malam Perpisahan, sebab besok pagi, mereka
harus kembali ke Kerinci.
Di sela-sela malam acara
tersebut, aku berkenalan dengan seorang siswi. Setelah berkenalan nama, kami
bicara tentang banyak hal, namun seputar kesukaan belaka. Tak sekali pun
menyinggung tentang sekolah mau pun lingkungan sekolah. Kami bicara dalam
bahasa Minang.
Aku paham, orang-orang di Kerinci
juga bisa berbahasa Minang. Kendati ada sedikit perbedaan intonasi, tapi
sesungguhnya bahasa Minang yang sehari-hari dipakai di Kerinci, sama dengan
bahasa Minang keseharian di Padang. Aku tahu karena di bengkel karoseri ayahku
sering ada bus dari Kerinci yang diperbaiki, dan rata-rata pemilik mau pun
pengemudinya adalah orang Kincai.
Ketika acara Malam Kesenian dan
Malam Perpisahan selesai, satu persatu siswa dari Kerinci mulai memisahkan
diri. Mereka minta izin untuk istirahat karena besok pagi akan berangkat. Aku
melihat, teman ngobrolku, belum juga hendak beranjak.
Aku kemudian mengingatkan dia
agar segeralah istirahat.
Ia terkejut, “Kok aku yang
disuruh istirahat?” tanyanya.
“Besok kan balik ke Kerinci,”
jawabku.
“Siapa yang ke Kerinci,” ada nada
heran dari jawabannya.
Ternyata, Ia sekolah di sekolahku
juga. Kami satu sekolahan. Awalnya aku menduga Ia dari Kerinci, sementara Ia
menduga justru aku yang dari Kerinci. Akhirnya kami tertawa bersama. Kami
sama-sama jadi tamu di sekolah sendiri.
Ah, itu dulu. Dulu sekali.
Puluhan tahun silam. *
No comments:
Post a Comment