Menulislah. Maka, menulislah mereka! Tak ada
kalimat yang sulit, jika kata-kata dibuhul jadi satu. Tak ada tulisan yang rumit, jika kata dan
kalimat dipadu menjadi satu. Maka menulislah. Awali dengan Bismillah. Akhiri
dengan Alhamdulillah.
"Kami sangat berminat sekali menulis. Ingin
pula seperti mereka. Bisa mengekspresikan diri melalui tulisan, tetapi banyak
kendala yang dihadapi," kata Tiara, menjelang sore di pinggiran Batang
Alahanpanjang, Mega Wisata, Bonjol,
Kabupaten Pasaman, Sabtu (14/12)
Tiara, anak
Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI) Pasaman, tak sendiri. Ia datang bersama
komunitasnya. Ada juga anak muda dari Komunitas dan Pustaka Ladang Raso
serta anak-anak muda dari Forum Pegiat
Literasi Pasaman.
Aku dan Zhilan Zhalila menjadi pembuka Rentak
Sastra Pasaman.
"Apa kendalamu, dik?" tanyaku. Aku datang
bersama Zhilan Zhalila, penulis muda Sumatera Barat, yang beberapa waktu lalu
meluncurkan buku kumpulan cerpen tunggalnya; Tasbih Untuk Papa.
"Tak tahu dari mana memulai," kata yang
lain menimpali.
"Saat asyik menulis, tiba-tiba blank. Tak tahu
lagi apa yang hendak ditulis,"
"Ada tulisan di media, sepertinya biasa-biasa
saja. Kok bisa?" tanya Puja, siswi SMA Negeri 1 Bonjol.
"Ide sudah ditemukan, sangat banyak, tapi
harus tulis yang mana?"
"Tulis judul dulu atau isinya dulu?"
"Sudah, ini dulu," kata Arbi Tanjung,
sang moderator menengahi, "nanti dilanjutkan pada sesi kedua,"
Wow, banyak sekali. Mereka sangat antusias. Mereka
membawa harapan besar dalam bincang Menulis
Kreatif dan Strategi Publikasi. Impian mereka sama seperti orang-orang yang
sudah menjalani aktivitas menulis. Kendati impian mereka sama, tetapi mereka
punya perbedaan nyata. Mereka tak hanya
sekadar mencintai dunia kepenulisan, tetapi juga mencintai lingkungan. Mereka
memiliki komunitas arung jeram yang sekaligus menyatukan diri dengan
lingkungan, sungai dan sejarah.
Harus mulai dari mana? Dari mana saja bisa dimulai.
Coba mulai dari lingkungan terdekat. Berjuta kisah ada disekeliling kita.
Pungut satu persatu. Catat secara detail, lalu pilih beberapa kisah menarik dan
pilah untuk dijadikan naskah.
Artinya, ide tak perlu cari jauh-jauh. Terkadang
kisah yang ada di sekitar kita juga akrab dengan orang lain. Kisah di sekitar
kita, ada kalanya tak jauh berbeda dengan kisah orang lain, sehingga ketika
membaca kisah tersebut, orang lain turut merasakan akrab dengan cerita
tersebut.
Mau tulis yang mana dulu? Judul atau kisahnya,
terserah. Jika sudah ada kebiasaan, tergantung kebiasaan. Mana enaknya. Jangan
dibebani oleh naskah yang ditulis. Jangan terlalu memaksakan diri, atau sampai
merasa terpaksa. Hakikat menulis, menulislah dengan hati dan perasaan. Jika
menulis dengan memaksakan diri, maka diri akan terbebani.
Ada yang terbiasa langsung menulis judul. Kehadiran
judul menjadi “pengawal” terhadap rangkaian tulisannya. Judul dijadikan garis
merah untuk memastikan agar tulisannya tetap pada “rel” yang dirancang. Ada
juga yang langsung menulis judul, kemudian
naskahnya “melenceng” dari judul
tersebut. Biarkan saja. Lanjutkan tulisan tersebut sesuai “kata hati” yang
hendak ditulis. Judul bisa diganti belakangan.
Seseorang kemudian menimpali, “ada tulisan di
media, sepertinya biasa-biasa saja. Kok bisa?" katanya mengingatkan kalau
pertanyaannya belum dijawab.
Tulisan biasa-biasa saja, tetapi dimuat di koran.
Hop. Ini menarik. Ini ----barangkali--- “kemenangan” di penulis dalam menjalani
strategi publikasi naskahnya. Setelah naskah selesai, lalu hendak dikirim ke
media, maka pelajari medianya. Adakah naskah yang ditulis layak di media
tersebut? Apakah tersedia rubrikasi yang sesuai dengan naskah tersebut?
Misalnya, sebuah media cetak tidak memiliki halaman atau rubrikasi untuk
sastra, lalu dipaksakan juga mengirim cerpen atau puisi ke sana.
Sebuah naskah yang hendak dikirim ke media, juga
harus diperhitungkan waktunya. Apa jadinya jika dipenghujung tahun, naskah yang
dikirimkan ke media justru seputar patriotisme tujuhbelasan?
Suara azan berkumandang. Diskusi pun hentikan.
Magrib dulu.
*
Selepas magrib, sesi kedua dilanjutkan. Persiapan Baca
Puisi Pasaman, yang akan menghadirkan penyair Asia Tenggara, 27-29 Desember
2019, dipersiapkan secara matang. Komunitas ini menjadikan iven Baca Puisi
Pasaman sebagai kegiatan menutup tahun.
Di 2020, sejumlah agenda sudah dipersiapkan. Setiap
bulan, minimal diusung satu hajatan. Sudah tertata empat agenda untuk empat
bulan pertama. Wow.., luar biasa. Mereka mengemas acara dengan biaya secara
swadaya saja. Adakah yang mau ikut serta? *