Judul
di atas bukan sekadar judul, tapi dikutip
dari tema ulang tahun ke-8 (delapan) Harian Umum Rakyat Sumbar. Sejak 1 Juni
2010, koran yang sedang dibaca hari ini, telah turut mengambil peran untuk pembangunan Sumatera Barat. Mendorong dan
menginspirasi masyarakat untuk berbuat yang terbaik.
Dilihat
dari usia, Harian Umum Rakyat Sumbar tergolong lebih muda dibandingkan
koran-koran harian lain di Sumbar. Koran ini salah satu produk era reformasi.
Dua puluh tahun perjalanan era reformasi, baru separoh waktu menemani dan
mengawal perjalanan masa yang disebut-sebut sebagai era keterbukaan.
Tapi
usia muda bukanlah alasan untuk tertinggal dibandingkan yang lebih tua. Jika
yang muda kreatif; berpikir, melangkah
dan bertindak out of the box, maka
akan dapat menyodok ketertinggalan dari
seniornya. Tidak berarti yang muda kalah dalam persaingan.
Diusia
sewindu ini, kami mengusung tema; Rakyat
Sumbar untuk Indonesia. Inilah semangat kami untuk memberikan kontribusi
positif kepada negeri ini, hari ini dan hari-hari selanjutnya. Ada makna dan
semangat berlipat ganda di sana.
Selama
ini, masyarakat Sumbar, orang-orang Sumbar atau orang yang memiliki tali darah,
garis keturunan dan silsilah dari Sumbar secara umum, Minangkabau khususnya, memiliki
peran besar dan kontribusi nyata untuk perjuangan dan pembangunan bangsa.
Faktanya terbentang nyata, ratusan bahkan ribuan putra-putri terbaik asal
Sumbar atau Minangkabau, telah memberikan kontribusi nyata sejak masa lalu. Hakikat itu pula yang ingin
terus digelorakan, agar putra-putri dari negeri ini tetap konsisten mengawal
Ibu Pertiwi.
Dalam
konteks sebagai media, Rakyat Sumbar
tak hanya mengkedepankan diri sebagai sebuah industri, yang hitung-hitungannya
laba rugi. Tidak! Koran ini komit dan teguh dalam bersikap serta menjaga idealisme sebagai
pilar ke-empat pembangunan bangsa. Tidak hanya sekadar berhitung-hitungan
bagaimana bisnis yang dikelola layaknya bisnis semata. Kami tetap berpegang
teguh pada hakikat sebuah media, menjadi
penyambung lidah dan mata hati masyarakat.
Kami tidak akan pernah melepaskan diri
untuk mengawal setiap derap
langkah kehidupan bangsa.
Bagi
kami, Rakyat Sumbar untuk Indonesia, tidak
hanya sebatas jargon atau tema yang latah “harus” ada dalam setiap ulang tahun.
Tidak demikian! “Keluarnya” tema
tersebut melalui sebuah diskusi panjang, melalui perdebatan-perdebatan terkait
dengan harapan yang hendak dicapai dimasa depan. Bukan sekadar tema yang “harus”
dimunculkan setiap tahun.
“Pencapaian”
yang didapatkan dari tema ulang tahun kali ini, merupakan tindaklanjut dari
dari tema yang diusung pada ulang tahun, ditahun lalu. Ketika itu, semangat
kami; Inspirasi Rakyat Sumbar.
Semangat itu berlanjut menjadi kekuatan.
Berlahan dan pasti, impian itu telah
memberikan inspirasi. Tak sedikit catatan-catatan inspirasi yang telah kami dapatkan. Inspirasi dari rakyat Sumbar telah mendorong kami mencapai posisi seperti
yang ada saat ini.
Terhadap
semua harapan tersebut, dinamisasinya diwujudkan melalui logo yang dipakai pada
momentum ulang tahun kali ini. Menggunakan
warna biru dan merah. Biru melambangkan kesetiaan, bijaksana, percaya diri, kepercayaan dan kecerdasan. Jika ditinjau dari
sudut psikologis, biru berarti bertanggungjawab dan (yang lebih penting) memiliki efek positif bagi tubuh dan pikiran.
Warna
merah pada kata Untuk Indonesia, tidak hanya sekadar keberanian, tetapi adalah
kekuatan, agresif, bergairah dan memiliki semangat yang sangat kuat. Perjuangan
Untuk Indonesia hanya bisa dilakukan jika dalam diri ada keberanian, kekuatan,
gairah dan semangat yang kuat serta agresif, seperti yang dimiliki para pendiri
bangsa dulu.
Tekad
dan harapan yang dimiliki tersebut diejawantahkan pada angka 8 (delapan) yang memiliki dua
unsur goresan; Kaluak Paku (Gelungan daun pakis) dan Karambiak (Kerambit).
Keduanya diambil dari tradisi leluhur Minangkabau yang tak dimiliki suku bangsa
manapun.
Kaluak
paku adalah nama salah satu motif ukiran dalam adat Minangkabau. Berasal dari
motif gulungan (kaluak) pada ujung tanaman pakis (paku) yang masih muda.
Secara harfiah, kandungan makna pada kaluak paku berarti gulungan tanaman
pakis yang memiliki keindahan dan kedinamisan. Secara tersirat, menggambarkan kodrat manusia. Pucuk pakis pada awal
pertumbuhannya melingkar ke dalam, kemudian
tumbuh melingkar ke luar. Manusia
pada tahap awal mengenal dirinya
terlebih dahulu sebelum melakukan sosialisasi dan interaksi dengan
lingkungannya. Introspeksi diri dulu sebelum berbuat ke luar. Inilah perlambang
tanggungjawab seorang lelaki Minangkabau kepada penerusnya.
Karambiak
merupakan senjata tradisional Minangkabau. Biasanya, seorang pendekar
mengeluarkannya sebagai senjata terakhir untuk menuntaskan pertarungan demi
membela diri. Dalam catatan tertua yang ditemukan, Asian Journal British: July
– Dec 1827, mengatakan bahwa tentara Minangkabau dipersenjatai dengan keris di
pinggang dan tombak di tangan mereka. Jika senjata itu hilang, rusak dan sebagainya
saat bertarung, maka mereka akan mengeluarkan senjata pamungkas, Kerambit.
Senjata ini berbentuk pisau kecil. Ukurannya
lebih kurang sejengkal. Bentuknya melengkung, mirip cakar harimau. Digunakan
untuk merobek anggota tubuh lawan secara cepat, tentu saja dibutuhkan keberanian
dalam bela diri. Luka akibat Kerambit, dari luar tampaknya hanya seperti luka
kecil saja, namun di bagian dalam sangat mengkuatirkan karena putusnya
urat-urat dalam tubuh.
Impian
ini tentu tidak akan berarti apa-apa jika pembaca, pelanggan dan mitra
meninggalkan kami. Kami optimis, impian
tersebut dapat diwujudkan jika pembaca,
pelanggan dan mitra masih bergandengan tangan bersama kami demi sebuah cita-cita luhur, memberikan bakti
terbaik untuk negeri tercinta, bernama; Indonesia!*
No comments:
Post a Comment