Oleh: Firdaus
Seorang
raja yang memerintah dengan kebajikan akan tampak bagaikan bintang kutub utara,
bintang yang berada di tempatnya, sementara bintang-bintang lain beredar
mengelilinginya.
Confusius
Pesan bijak filsuf Cina itu, tiba-tiba mengingatkan
saya akan diskusi lepas sembari ngopi
jelang sore, dengan sejumlah wartawan di Bukittinggi, beberapa hari lalu.
Sejak sebulan terakhir, berlanjut hingga hari ini, dan diperkirakan
akan semakin hangat hingga jelang akhir Mei 2011, tak lain adalah “nasib”
wartawan Sumbar yang beraliansi kepada asosiasi wartawan tertua; Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI) Sumbar.
Jadwalnya telah tiba. Kepengurusan PWI Sumbar yang
kini dipimpin Basril Basyar, sudah berakhir masa bakti. Jadwal Konferensi
Cabang (Konfercab) PWI Sumbar kali ini, sudah lewat beberapa bulan dari jadwal
sesungguhnya, namun masih dalam batas toleransi.
Dibandingkan konfercab periode sebelumnya, kali ini suasananya terasa sangat berbeda. Sejauh ini, hajatan yang hanya terisisa dua pekan itu, terkesan kurang menarik dari sisi kandidat yang akan memimpin PWI Sumbar periode ke depan.
Selain Basril Basyar, baru ada dua nama yang sudah
menyatakan siap untuk maju, Amrizal Rengganis dan Jayusdi Effendi. Kalau pun
kemudin ada sejumlah pengurus mau pun anggota PWI Sumbar lainnya yang dinilai
memiliki kapasitas, namun jauh-jauh hari mereka sudah menyatakan tidak akan
maju.
Jika jumlah itu tidak bertambah pada hari
pelaksanaan, maka ada sebuah pertanyaan yang perlu dijawab; adakah ini pertanda
bahwa PWI tidak lagi menarik?
Pertanyaan itu bukan tidak beralasan. Ada ratusan
wartawan anggota PWI Sumbar, dan sedikitnya ada sekitar 150 -170 orang anggota
yang memiliki hak untuk memilih dan dipilih, tetapi mereka yang bertarung tidak
cukup dengan hitungan jari.
Menjadi pengurus, apalagi ketua PWI Sumbar, agaknya
tidak berbeda jika dibandingkan dengan ketua organisasi sosial mau pun
organisasi profesi lainnya; meluangkan waktu dan pikiran, perasaan, juga
material. Jika tidak siap, sebaiknya tidak usah nekad.
Dalam diskusi lepas itu, sejumlah persoalan mengapung
begitu saja. Intinya, umumnya melihat bahwa telah terjadi penurunan kualitas
PWI secara umum. Penyebabnya, pertama; PWI tidak lagi sebagai satu-satunya
wadah berhimpun wartawan. Kedua, apa yang dikerjakan kepengurusan tidak
berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kualitas SDM dan kesejahteraan
anggotanya.
Dari dua persoalan tersebut, sebenarnya persoalan
mendasar bukan pada alasan pertama, tetapi justru pada masalah kedua. Kalaulah
sebuah organisasi yang setiap akan pergantian kepengurusan mendengungkan
peningkatan kualitas SDM dan kesejahteraan anggota tidak merealisasikan janji
tersebut, maka anggota mana yang tidak akan menarik diri, setidaknya hanya
melihat dari jauh saja.
Dari fenomena yang ada, maka dapat dipastikan jika
kepengurusan memainkan perannya seperti eorang
raja yang penuh kebajikan, maka tentu
saja bintang-bintang lain akan beredar mengelilinginya untuk menambah indahnya
dan harmonisnya pemandangan di kala malam. Jika tidak, maka hanya ada kesepian
di gelapnya malam. *
CATATAN:
Tulisan ini dimuat pada kolom KOPI MINGGU, edisi 15 Mei
2011
No comments:
Post a Comment