* Randai, Kesenian Tradisional Asli Minang:
Penampilan randai. (sumber foto: http://thegenteelsabai.files.wordpress.com/2011/12/cropped-header1.jpg) |
Randai memiliki sejarah yang panjang. Berangkat
dari permainan anak-anak muda Melayu, kemudian berkembang menjadi teater.
Randai sebangun dengan dengan Lenong (Betawi), Makyong (Riau), Mamanda
(Kalimantan), Ketoprak (Jawa) dan lain-lain.
Pada awalnya, randai dimainkan anak-anak nagari
Minangkabau di sasaran silat. Mereka memainkan randai disela-sela latihan
silat, sehingga gerak dan langkah silat terlihat nyata pada randai. Aktivitas
randai, tak hanya sekadar memiliki filosofis yang kuat, tetapi juga memiliki
banyak keunikan yang tak dimiliki kesenian tradisional lainnya.
Ciri khasnya, menurut Zulkifli S.Kar, M.Hum Dt
Sinaro Nan Kuniang, yang juga dosen Instirut Seni Indonesia (ISI)
Padangpanjang, randai terdiri dari empat komponen pokok; cerita, dialog dan
akting, gurindam (cerita yang dinyanyikan) dan galombang (jalan melingkari
secara bersama). Seluruh komponen di randai menjadi satu kesatuan menjadi
sebuah cerita (kaba).
Cerita dalam randai adalah cerita yang mengantarkan
dan mengandung nilai-nilai untuk menjalani kehidupan. Cerita yang ditampilkan
dalam randai, sejak dahulu hingga kini, selalu menjaga nilai-nilai sosial dan
tidak akan pernah mengungkapkan aib.
Kalau pun ada cerita yang diangkat dari kisah
nyata, maka lokasi kejadian akan disamarkan dan tidak akan pernah mengungkapkan.
Pemainnya juga demikian. Nama asli tak akan dimunculkan, kemudian diganti
dengan nama yang disimbolikan. Misalnya,
tokoh memiliki keahlian silat, disegani masyarakat dan memiliki postur tinggi
semampai dan tampan, maka akan cenderung diberi nama Palimo Gagah, dan
sebagainya.
“Artinya, tokoh atau lokasi yang dimainkan mewakili
simbol-simbol yang ada,” kata Zulkifli sembari menyebutkan, setelah gempa 30
September 2009 meluluhlantakkan Sumbar, ia diminta untuk menciptakan cerita
randai yang dimaksudkan sebagai media sosialisasi rumah tahan gempa. Ia
kemudian menghasilkan cerita berjudul Ande
Paringgo.
Hal unik dari randai adalah posisi “panggung”-nya
yang dikelilingi penonton, sehingga pemain secara bebas bisa membelakangi atau
menghadap ke penonton, tak peduli siapa yang menonton. Artinya, ketika menonton
randai, maka status sosial seorang penonton tidak pernah dipandang. Semua sama.
Berbeda dengan kesenian tradisi lain di
Minangkabau, randai memiliki perbedaan yang spesifik. Jika kesenian lain,
memiliki “rasa” dimana kesenian itu lahir dan tumbuh, namun randai memiliki
“rasa” Minangkabau secara umum. Misalnya, rabab pasisia, silat, saluang pauah,
salawat dulang, saluang darek, sampelong dan lain-lain, memiliki rasa yang
sangat kental dengan daerah asalnya. Kalau pun kemudian ada permainan randai
dari Pariaman, Pesisir Selatan, Payakumbuh dan sebagainya, namun “rasa” daerah
tersebut tak akan pernah muncul, yang ada hanya rasa Minangkabau secara umum.*
No comments:
Post a Comment