Oleh: Firdaus
Pertama kali mendapatkan kabar dari seorang saudara
bahwa LP Tanjunggusta, Medan, dijebol para napi, kemudian napinya kabur, saya
hanya tersenyum kecil. Isu apalagi ini? Tanya saya dalam hati.
Pikiran saya langsung melayang pada kejadian sekitar
20 tahun silam. Ketika itu saya masih menjadi wartawan Harian Semangat, Padang.
Bertugas di desk liputan hukum dan kriminal, sembari belajar pada seorang
senior. Saat itu hampir seluruh sudut di Padang serta berbagai daerah di
Sumbar, diliputi ketakutan dan kecemasan luar biasa.
Menyikapi situasi itu, Kapolda Sumbar (ketika itu,
kalau tak salah,---pen) Kolonel Polisi Yusuf Nairan bersama perwira Polda
Sumbar dan Kapolresta Padang memantau langsung situasi tersebut. Sempat dua
malam keliling kota sembari memberikan pengarahan kepada warga yang
berjaga-jaga. Saya termasuk satu dari sejumlah wartawan yang ikut dalam patroli
malam tersebut.
Ketika rombongan sampai di kawasan Ampang, Kecamatan
Kuranji – Padang, rombongan dicegat petugas ronda. Kolonel Polisi Yusuf Nairan
langsung turun, kemudian memperkenalkan diri kepada warga yang mencegat
rombongan tersebut. Kapolda tidak tersinggung, malahan memberikan apresiasi
kepada warga, sebab warga sangat peduli pada lingkungan dan memiliki keberanian
untuk menghentikan rombongan yang cukup besar tersebut.
Pertemuan malam itu, sekaligus menjadi kesempatan
bagi Kapolda untuk menggali lebih dalam persoalan yang dihadapi masyarakat,
terutama terkait dengan persoalan Kamtibmas. Warga tersebut menyampaikan,
mereka terpaksa melakukan hal tersebut karena mendapat kabar bahwa LP Pekanbaru
jebol. Ratusan napinya lari dan sebagian besar sudah berada di Sumbar, terutama
di Padang.
Kecemasan tersebut kemudian disusul dengan adanya
sejumlah kasus pembunuhan di Padang. Rentang kejadian antara yang satu dengan
kejadian lain tak berselang lama. Sejumlah warga kemudian menghubung-hubungan
“kabar” yang terjadi di Pekanbaru tersebut dengan serangkaian kejadian di
Padang.
Kapolda menjelaskan, kabar tersebut hanya isu. Ia
sudah berkomunikasi dengan Kapolda Riau. Kabar itu tidak benar. Kalau pun ada
sejumlah kasus pembunuhan di Padang, juga tak berselang lama, pelakunya
berhasil diringkus. Tak seorang pun di antara pelaku tersebut napi yang lepas.
Malahan justru orang terdekat dengan korban.
Ketika dialog itu sedang seru-serunya, tiba-tiba
warga menghentikan sebuah taxi. Di dalam taxi ada seorang penumpang. Penumpang
itu ditanyai panjang lebar oleh warga. Ternyata, penumpang tersebut salah
seorang keluarga dari salah seorang warga yang ikut ronda.
Dari dialog dengan sopir taxi dan penumpang tersebut,
warga terkejut. Keduanya menyebutkan, apa yang ditemuinya di Sumbar, tak jauh
berbeda jika dibandingkan dengan di Riau. Penyebabnya, warga Riau cemas karena
LP Muaro – Padang, jebol. Para napinya melarikan diri ke Riau.
Kolonel Polisi Yusuf Nairan pun kemudian
menyampaikan, tak benar LP Muaro Padang jebol. “Itu hanya isu. Kami di Sumbar
justru mendapatkan isu LP di Pekanbaru yang jebol,” jelas Yusuf Nairan,
dibenarkan warga yang ronda.
Selang beberapa saat setelah mendapat kabar dari
saudara tersebut, saya langsung menonton siaran tv berita. Eh, kabar itu benar.
Sedang ada siaran langsung di televisi. Berarti dugaan awal saya meleset. LP
Tanjunggusta jebol ternyata bukan isu, berbeda dengan “kabar” yang terjadi sekitar
20 tahun silam.
Persoalan yang mendasari kaburnya para napi, dipicu
oleh kehadiran undang-undang yang tidak lagi memberikan kesempatan remisi
kepada napi kasus narkoba serta kapasitas yang tak lagi memadai di LP
Tanjunggusta.
Khusus persoalan kedua, sudah menjadi rahasia umum
kalau kapasitas LP di negeri ini cenderung tak lagi memadai, walau terkadang
sering pejabat di negeri ini mengembar-gemborkan bahwa kondisi tahanan di LP
tetap memadai dan manusiawi. Berbeda dibandingkan dengan ruangan untuk tahanan
korupsi.*
CATATAN: Tulisan ini dimuat pada kolom KOPI MINGGU, Harian Pagi Padang Ekspres, edisi Minggu 14 Juli 2013.
No comments:
Post a Comment