* Inmemoriam Asril Bahar
Oleh: Firdaus
Saya mendapatkan kabar duka, berpulangnya Asril
Bahar, tokoh olahraga Sumbar, Sabtu (6/8-2011) sekitar pukul 08.45 Wib dari
Wakil Ketua Media dan Promosi Koniprov Sumbar Agus Mardi, melalui pesan
singkat. Ketika itu saya sedang berada di pandam pekuburan keluarga di Jirek,
Seberangpalinggam – Padang, untuk menentukan lokasi pemakaman adik dari nenek
saya yang wafat Jumat sore sebelumnya.
Ketika itu, saya meminta pandangannya bahwa ada anak
seorang anak remaja yang saat ini sedang duduk di kelas III SMA. Ia ingin
pindah cabang dari sepakbola ke takraw. Apakah masih bisa berprestasi?
“Tergantung adaptasinya,” jawab Asril Bahar ketika itu,
lalu ingin melihat dulu anak tersebut. Hanya saja, sejak saat itu, tak
pernah ada komunikasi lanjutan. Juga belum pernah terwujud pertemuan
sesudahnya.
Sedangkan pertemuan terakhir saya dengannya terjadi saat
Porwil di Batam, tepatnya disaat upacara pengalungan medali cabang takraw,
dengan hasil; putra-putri Sumbar meraih empat emas, alias menyapu bersih semua
medali emas yang disediakan.
“Alhamdulillah, target itu terpenuhi” katanya sambil
menerima salam saya, ketika itu.
“Bukankah hanya satu emas, Da. Jadi, kan melebihi target,”
kata saya menimpali.
“Target yang disampaikan ke Koniprov Sumbar memang hanya
satu emas, namun kita di PSTI Sumbar memiliki target empat emas. Kita tak
mau muluk-muluk untuk menyampaikan ke publik. Kita juga mengukur diri,”
kata Asril Bahar.
Keberhasilan itu dirasakan Asril Bahar dkk-nya sebagai
sebuah keberhasilan yang tak bisa dilukiskan. Pascaberakhirnya masa
kepengurusan yang dipimpin Ali Mukhni, Pengda PSTI Sumbar tidak lagi memiliki
ketua umum. Pernah Aristo Munandar dipercaya menjadi ketua umum, namun tidak
bertahan lama. Juga pernah muncul nama Taslim dan Wiztian Yutri sebagai
kandidat kuat Pengda PSTI Sumbar, namun tidak ada kelanjutannya.
“Tanpa ketua umum pun, ternyata kita bisa jalan juga,” kata
Asril Bahar.
Itulah Asril Bahar. Jika sudah berurusan dengan takraw, ia
sangat total. Asril Bahar dikenal sebagai petarung sejati untuk takraw. Sejak
mengenal takraw, tepatnya saat bersekolah di SGO, tahun 1978, Asril Bahar sudah
benar-benar mengabdikan dirinya untuk takraw. Jika sudah berurusan dengan
olahraga ini, maka ia bisa sering lupa waktu.
“Papa sepertinya tak bisa dipisahkan dengan takraw. Jika
sudah mengurus takraw, papa sering lupa waktu. Malahan waktu liburan
bersama sering dikorbankan untuk mengurus takraw, ” kata Diah dan Oni, kedua
putrinya, suatu ketika.
Apa yang dirasakan kedua putrinya, juga dirasakan senior
dan lingkungannya, “hari-harinya memang sepertinya tak bisa dipisahkan dari
takraw. Jadi, jika bicara soal takraw Sumbar, juga tak bisa dipisahkan dengan
nama Asril Bahar,” kata Yanuar Kiram (PR III UNP), Asril (Dekan FIK), Ishak
Aziz, Zalpendi, yang sudah mengenal Asril Bahar sejak masih di SGO.
Ishak Aziz yang juga kakak kelas Asril Bahar semasa di SGO
menyebutkan, kehadiran Asril Bahar di sekolahnya, juga memberikan motivasi
tersendiri bagi anak-anak SGO dimasa itu, sebab prestasi Asril Bahar sangat
menjulang di sepak takraw.
“Padahal sepak takraw hanyalah olahraga pelarian bagi
saya,” kata Asril Bahar, yang dikenal sebagai apit kiri, saat masih menjadi
petakraw, suatu ketika pada saya.
Pelarian dimaksud, sebelumnya anak rang Pariaman ini
menekuni basket dan sepakbola. Hanya saja, ia tidak berprestasi, sebab
posturnya tergolong kecil untuk kedua olahraga itu. Orang tuanya yang juga
mantan atlet, memintanya untuk pindah cabang olahraga.
Ketika masuk SGO, ia mengenal takraw. Ketika itu takraw
tergolong baru di Sumbar. Ia tertarik dan kemudian mencoba olahraga itu.
Latihan total pun kemudian dilakoninya. Berbagai upaya dilakukannya. Tekadnya
untuk berprestasi terus memompa dirinya.
Upaya keras dan kecerdasannya pun membuahkan hasil. Latihan
senam yang didapatkannya di SGO dimanfaatkannya untuk takraw. Bola takrawnya
digantung di bawah batang rambutan di halaman rumahnya di Kampuangkalawi,
Padang. Setiap hari bola itu ditendangnya dengan cara salto yang
diperolehnya dari senam.
Ketika itu dipraktekkan saat latihan, semua yang ada
tertegun. Begitu pun ketika dipertunjukkan Asril Bahar saat bertanding. Banyak
yang mengagumi kemampuannya. Sejak itu, namanya pun melambung dalam waktu
singkat. Ia dipercaya memperkuat Sumbar pada Kejurnas Sepak Takraw II/1978,
atau hanya beberapa bulan berlatih takraw. Tepatnya saat Asril Bahar
masih duduk di kelas I SGO.
“Smash salto yang kini menjadi andalan bagi setiap tim
takraw, adalah ciptaan Asril Bahar,” kata Ishak Aziz, Sekretaris Jurusan
Kepelatihan, Fakultas Ilmu Keolahragaan UNP, yang dulu kaka kelas Asril Bahar di
SGO.
Lamunan mengingat kenangan tentang Asril Bahar terputus
ketika adik sepupu mengajak saya meninggalkan kawasan makam, meninggalkan
pekerja yang menggali kubur, untuk kembali ke rumah duka.
Selamat jalan nenek tercinta…
Selamat jalan juga, Da As..*
No comments:
Post a Comment