Oleh: Aqua Dwipayana
Saya memiliki dua pengalaman berharga yang sangat menarik. Keduanya kasus yang berbeda namun akhirnya membuat kedua pelakunya sama-sama sulit mendapatkan rezeki. Mereka yang melakukannya rugi sendiri karena untuk selamanya tidak dipercaya.
Pengalaman pertama dengan seorang pengemudi. Sebut saja inisialnya A. Sedangkan yang kedua dengan seorang penjual makanan tradisional yang berinisial B.
A adalah pengemudi seorang teman. Saya mengenalnya saat mengemudikan mobil yang saya pinjam. Selama beberapa hari saya bersama A.
Mobil yang dikemudikannya tergolong mewah. Harganya lebih dari 1 miliar rupiah. Cuma nilainya menjadi turun dengan sikap A yang tidak simpati.
Sejak pertama kali ketemu A di salah satu Bandara, saya sudah merasakan itu. Saya menilai A keras kepala dan mau menang sendiri. Merasa paling tahu lokasi yang akan saya datangi dengan alasan tinggal di kota itu selama puluhan tahun.
Khawatir Bersikap Sama
Ironisnya A tidak mau - katanya tidak tahu - menggunakan google maps sehingga beberapa kali kami kesasar dan banyak waktu yang terbuang percuma. Meski begitu A tidak merasa bersalah sama sekali.
Puncak kekesalan saya pada A adalah saat saya mengajak seorang teman untuk silaturahim ke beberapa kawan. Pesan saya ke A, sesudah mengantar saya Bandara - mau kembali ke Jakarta - agar teman saya itu diantar ke tempat pertemuan semula dengan saya. Teman itu mau mengambil mobilnya yang dititipkan di tempat itu.
Tanpa merasa bersalah, A mengatakan setelah mengembalikan mobil ke pemiliknya, naik motornya mengantarkan teman saya. Mendengar itu langsung saya tegaskan kepada A untuk langsung antarkan teman saya ke tempat pertemuan semula sesudah dari Bandara.
"Siap Pak Aqua. Saya laksanakan," ujar A.
Minggu lalu A berkali-kali telefon saya namun tidak saya respon karena sedang sibuk. Setelah saya telefonnya, A mengatakan sedang mencarikan pekerjaan sebagai sopir buat adik kandungnya di Jakarta yang sudah lama menganggur.
"Adik saya di Jakarta sudah lama menganggur. Dia butuh pekerjaan sebagai sopir. Kalau Pak Aqua membutuhkannya atau ada teman bapak yang butuh tenaga dia, tolong dibantu. Kasihan dia," ujar A.
Mengingat sikap negatif A yang pernah saya rasakan, membuat saya tidak tertarik untuk memenuhi permohonan bantuannya. Khawatir adiknya bersikap yang sama dengan dia.
Kerugian Jangka Panjang
Sedangkan dengan B saat saya mampir di warungnya, banyak cerita yang isinya sepinya pembeli selama pandemi Covid-19. Apalagi tempat jualannya terkena imbas Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
"Kadang sehari jualan dari pagi sampai sore tidak ada pembelinya. Sementara para karyawan harus digaji," ungkap B.
Saat ketemu saya memesan banyak makanan yang dijual B. Jumlahnya mencapai ratusan ribu rupiah.
B selama ini memonitor aktivitas saya. Termasuk interaksi saya yang banyak bersentuhan langsung dengan TNI.
Kemudian B menyampaikan ingin mengembangkan pelanggannya ke jajaran TNI. Dia minta tolong saya untuk mempromosikan makanan dagangannya. Waktu itu saya katakan insya Allah siap membantu.
Beberapa minggu kemudian momentum untuk mendekatkam B dengan jajaran TNI muncul. Saya ada kegiatan Sharing Komunikasi dan Motivasi di salah satu satuan TNI.
Malam sebelum acara Sharing Komunikasi dan Motivasi saya kontak B. Memesan makanan yang dijualnya. Totalnya mencapai jutaan rupiah. Saya minta makanannya dimasukkan dalam plastik mika agar penampilannya lebih menarik dan layak disajikan buat perwira TNI dan para istrinya.
Bayangan saya B menyambut gembira pesanan saya itu. Apalagi jumlahnya lumayan banyak dan sangat terasa manfaatnya saat pandemi Covid-19. Sedangkan permintaan tambahan plastik mika itu gampang sekali dipenuhi karena banyak dijual di toko plastik.
Di luar dugaan saya, B berdalih sulit memenuhi permintaan saya karena waktunya mepet. Selain itu dia keberatan diberi plastik mika karena menghilangkan kekhasan makanan yang dijualnya.
Mendengar jawaban B, saya putuskan tidak jadi membeli makanannya. Kesempatannya untuk berinteraksi dengan kalangan TNI menjadi hilang. Padahal momentum itu bagus sekali. Apalagi saya mengenal baik komandannya. Saya bisa mempromosikan jualan B.
A dan B dengan sikapnya itu, meski berbeda, membuat mereka sulit mendapatkan rezeki. Menghilangkan kesempatan di depan mata.
Mereka lupa bahwa sikapnya - positif atau negatif - terkait erat dengan kredibilitas mereka. Itu berpengaruh langsung pada rezeki mereka.
Saya sengaja menceritakan pengalaman di atas untuk diambil hikmahnya. Kesimpulannya ketika tidak melayani dengan baik maka akan merasakan kerugiannya dalam jangka panjang. Semoga kita tidak melakukan hal yang merugikan diri sendiri itu. Aamiin ya robbal aalamiin...
>>>Saat sedang santai di Bogor setelah lima hari berada di Sumbar dan Riau, saya ucapkan selamat melayani dengan hati dan selalu meniatkannya ibadah. Salam hormat buat keluarga. 19.00 11092021
No comments:
Post a Comment