Oleh:
Firdaus Abie
Tiga belas (13). Banyak
orang yang takut dengan angka ini. Mulanya di China dan Amerika, memiliki
keyakinan, angka 13 dianggap sebagai angka sial. Hotel dan gedung bertingkat
tidak menggunakan urutan tingkat 13. Setelah
angka 12, langsung ke angka 14.
Menurut
Numerologi, angka 13 didefinisikan sebagai angka sial dari semua angka yang
sering muncul. Mistik sebagai nomor sial itu, terus
menjalar ke belahan dunia lainnya. Banyak orang yang memaknai begitu, sehingga tak
hanya gedung dan hotel, ada banyak rumah yang tidak mau menggunakan nomor 13
sebagai angka alamat rumahnya. Ketakutan pada angka 13 dinamai Triskaidekaphobia.
“Kesialan-kesialan” itu dihubung-hubungkan dengan
metoda “Cocoklogi”, misalnya Apolo 13
gagal mendarat di bulan karena tangki oksigennya
meledak 13 April 1970. Microsoft versi 12
berupa Microsoft Office 2007.
Microsoft Office versi 13 tak pernah dirilis, lalu Microsoft Office 2010
merupakan
versi ke 14. Jika direntang, sangat
panjang daftar “ketakutan” orang pada angka 13.
Asumsi angka 13 sebagai angka
sial, tak berlaku bagi Padang TV, sebuah
tv lokal di Padang. Ulang tahunnya hari ini, merupakan ulang tahun ke 13.
Sebuah perjalanan waktu yang lumayan panjang. Suka duka sudah dilalui. Proses
panjang sebuah kreativitas sudah dijalani.
Derasnya pertumbuhan dan kemajuan pertelevisian Nasional, ternyata Padang
TV masih bisa eksis. Dikelola puluhan anak muda yang selalu optimis disetiap
derap langkahnya, selalu kreatif menghadirkan tayangan-tayangan berkualitas.
Kini, Padang TV satu-satunya tv lokal Sumbar berkonten umum yang masih
bertahan. TV lokal lain yang pernah ada,
satu persatu “gugur” dalam perjuangan untuk menghidupinya.
Diawal kehadiran Padang TV, saat itu saya menempati posisi Wakil Pemimpin
Redaksi di Padang Ekspres. Pucuk pimpinan
Padang Ekspres Group; Sutan Zaili
Asril (alm) dan Marah Suryanto, mempercayai saya menjadi Koordinator Persiapan
Padang TV. Ada 13 orang yang diberi amanah, 11 orang karyawan Padang Ekspres. Tiga
orang dari Posmetro Padang. Kami
menamakan tim tersebut dengan Tim 13.
Dari Padang Ekspres, selain saya, ada Two Efly, Abdullah
Khusairi (kini dosen di UIN), Yoppy Newey, Dodi Ardiansyah, Heri Sugiarto, Syam
Chaniago (kini sudah pensiun), Erisman, Firman Wan Ipin, Defri Mulyadi, Fathan
Zulfan. Lalu ada dua orang dari Posmetro
Padang; Deva Nurindahsari, Budi Syahrial (kini anggota DPRD Padang).
Jika dikenang masa persiapan tersebut, terkadang
saya senyum-senyum sendiri. Semua personil, tidak satu pun yang pernah
berkecimpung di dunia televisi. Saya, Two Efly, Abdullah Khusairi Heri
Sugiarto, Erisman, Defri Mulyadi dan Budi Syahrial, berlatar belakang jurnalis
di media cetak. Deva Nurindahsari dan Firman Wan Ipin, berasal dari marketting.
Fathan Zulfan, Dodi Ardiansyah, berlatar belakang IT dan teknik komputer. Syam
Chaniago, fotografer dan ilustrator.
Yoppy Newey, desain grafis.
Mungkin hanya Deva Nurindahsari yang agak mendekati. Ia penyiar radio.
“Tak ada yang tak mungkin!” tekad kami kala itu.
Sekali pun optimis, namun saat perjalanan ke Riau TV, Pekanbaru, untuk
menimba ilmu, ada pertanyaan yang kami apungkan, “ada apa dengan kita? Apakah
ini kesempatan atau pembuangan?”
Pertanyaan itu bukan tanpa alasan. Kami “ditakdirkan” untuk mendirikan tv, tapi
tak seorang pun yang punya pengalaman di dunia pertelevisian. Diberi kesempatan
latihan di Riau TV hanya sepekan. Selama
sepekan itu pula, sejumlah personil menderita sakit dan harus bertahan di
hotel.
Pulang dari pelatihan, belum terlihat tanda-tanda kehadiran tv di Padang
Ekspres Group. Bagai mendapat jatah tiket
satu kali perjalanan. Two Effly memberikan analogi, pasukan
dikirim berperang ke sebuah pulau. Sesampai ditujuan, kapal dibakar dulu
agar tidak kembali sebelum tugas selesai.
Kembali ke posisi semula, posisi saat berangkat latihan ke Pekanbaru, tak
bisa lagi. Sudah ada yang menggantikan. Daripada kepalang tanggung, persiapan
dilakukan. Rapat-rapat strategis dilakukan, misalnya membuat logo, mempersiapkan
program acara, mempersiapkan bumper, mempersiapkan
presenter dan lain-lain. Termasuk menetapkan tagline; Maju Bersama.
Pekan ketiga usai pelatihan, pemancar mulai datang. Peralatan dan kebutuhan
lain dilengkapi. Titik koordinat pemancar dicari. Dapat di kawasan Komplek
Perumahan Unand, Ulugadut. Pos ronda tak terpakai pun dipinjam. Proses
peminjaman dilakukan melalui rapat di masjid di komplek tersebut. Disaat hampir semua warga setuju, ternyata
ada yang menolak, tapi kemudian dapat ditenangkan oleh Prof Fachri Achmad, tokoh
masyarakat setempat. Akhirnya, warga mengizinkan dengan suara bulat.
Tayang perdana, Kamis 1 Maret 2007, dalam bentuk ujicoba. Dipilih pukul 00.00
WIB. Tujuannya, jika siaran bocor dan mengganggu siaran tv lain, tidak banyak
yang komplain. Ketika siaran ujicoba tayang, semua kru menghubungi keluarga
masing-masing untuk mengabarkan kondisi penerimaan siaran.
Ujicoba lanjutan dilakukan Kamis sore. Materinya suasana kebakaran Istano
Basa Pagaruyuang – Tanahdatar. Kebakaran terjadi Selasa, 27 Februari 2007,
sekitar pukul sembilan malam. Siaran ujicoba sukses. Besoknya diulangi tayangan
yang sama, namun ditambah materi lagu-lagu Minang. Hari-hari berikutnya, jam
siaran ditingkatkan, materi siaran diperbanyak dan selalu dievaluasi.
Berbekal pengalaman kru yang sebagian besar adalah wartawan, maka program
pun diarahkan berkaitan dengan karya jurnalistik. Detak Sumbar, dan Detak Sore
menjadi program andalan dalam bentuk berita, dilengkapi dengan berita setiap
jam; Detak Terkini. Galanggang, program olahraga sekali sepekan. Kaliliang
Kampuang, program berita yang dikemas lebih santai. Cerita Sore, mengangkat
kisah perjuangan hidup orang-orang yang tak mau menyerah dengan keadaan. Banyak
lagi program lain, termasuk program pengajian dan kesenian tradisional.
Tak ketinggalan program off air. Padang TV juga membuat program di lapangan
yang sangat spektakuler; Masak Sakampuang. Program ini menjadi sangat populer
karena dikemas sangat apik. Tradisi masyarakat sejak lama di Padang, disaat
lelaki bergotong-royong membersihkan dan memperbaiki kampung, kaum perempuannya
memasak untuk makan bersama. Malam sebelum acara, diadakan malam hiburan.
Masak Sakampuang
digelar
di seluruh kecamatan di Padang.
Dimulai di Kec Kuranji. Berakhir di Kec Padang Barat. Episode
11, atau episode terakhir di Padang, menghadirkan suasana haru. Tak hanya menyelesaikan
rangkaian jadwal yang padat. Revi Yuliana, produser yang memegang program
tersebut, meninggalkan Padang TV. Ia memutuskan harus melanjutkan pendidikan. Masak
Sakampuang kemudian dinobatkan sebagai program paling kreatif di tv se-Riau Pos
Group.
Ketika Padang TV sudah berjalan di relnya, satu
persatu personil Tim 13 ditarik kembali ke Padang Ekspres. Mereka digantikan personil
Padang Ekspres lainnya, beserta rekrutmen baru Padang TV. Kini, hanya Defri
Mulyadi dan Fathan Zulfan, personil Tim 13 yang masih berkiprah di Padang TV.
Telah 13 tahun Padang TV berkiprah mengudara dari
langit Kota Padang. Menembus berbagai pelosok dan belahan dunia lainnya melalui
live streaming. Mengantarkan program-program bernuansa lokal Minangkabau, khususnya berkaitan dengan
agama, budaya, adat istiadat dan pendidikan untuk generasi muda.
Sebuah kemajuan luar biasa telah dicapai, materi Local Content tak ditinggalkan. Setidaknya,
tergambar dari tagline pada momentum 13 Tahun, menjadi acuannya; Untuak Basamo.
Selamat Ulang Tahun.
Maju Bersama Untuak Basamo!*
No comments:
Post a Comment