Rindu
itu membuncah. Sekali tekan, menjalar liar entah kemana. Menembus beribu-ribu
kilometer. Tak cukup sepekan, detaknya terus bergerak. Semakin cepat. Lumbung pun
terus terisi. Satu persatu nama tersangkut di tangan admin.
“Kita
harus bertemu..”
“Kapan?”
“Terserah,
kapan saja”
“Ya,
kapan saja”
“Ya,
secepatnya!”
“Lebih
cepat, lebih baik”
“Dimana?”
“Dimana
saja”
“Terserah..”
Menunggu
ada yang bergerak, tak ada yang menggerakkan. Tak ada yang berinisiatif. Sama-sama
menunggu, tapi tangan-tangan lembut, tangan-tangan kasar, terus saja
mengirimkan kabar. Kapan kita berkumpul? Tak jua terkumpulkan. Selalu begitu.
Menjelang
malam, ada kabar duka.
“Mohon
doanya, semoga isteriku diterima di sisi Allah SWT,”
Pesan
itu bergulir. Satu persatu menyahuti. Di sela-sela hujan malam itu, pesan untuk
datang membezuk pun disampaikan. Satu persatu mengiyakan.
Pagi,
satu persatu datang ke rumah duka. Selepas memberikan doa untuk jenazah, menemui keluarga, dan mensalatkan jenazah, ada
respon positif satu sama lain. Semua
saling berjabat tangan. Memperkenalkan diri.
Perkenalan
diri dalam bingung. Tangan berjabat erat, kening berkerut. Mengingat sesuatu.
Pikiran melayang ke masa lalu. Masa dimana tangan-tangan itu dulu pernah saling
dekat. Pernah saling pukul, pernah saling sapa, pernah saling melambaikan ke
tangan-tangan lain. Itulah mulanya.
Melihat
ke belakang, sebenarnya pemilik tangan-tangan itu pernah bersama dalam kurun
waktu tiga tahun. Ada yang kemudian bersambug tiga tahun lagi, tapi sebahagian
besar terpisah karena kenyataan hidup yang berbeda. Ada juga yang pergi
meninggalkan kota ini.
Kini,
setelah 30 tahun pemilik tangan-tangan itu terpisah, mereka bertemu kembali. Bertemu
dalam suasana yang berbeda. Tidak lagi anak-anak berseragam putih biru,
bercelana pendek, menggunakan rok selutut. Ada juga diantaranya sedikit di atas
lutut. Tidak lagi anak-anak culun, tidak lagi “cinok baruak” yang bebas
bergerak sekehendak hatinya.
Dulu,
pemilik tangan itu masih anak-anak. Sekarang mereka juga sudah punya anak. Ada juga
yang anaknya sudah memiliki anak pula. Semuanya sudah berkepala empat. Sudah beruban.
Beberapa orang diantaranya sudah ada pula yang meninggal dunia. Innalillahi
wainna illaihirojiun..
Di
usia yang tak muda lagi, mereka masih merangkai rindu. Rindu pada persahabatan
masa lalu. Rindu untuk tetap bisa bersatu, bersama dalam mengisi hari-hari ke
depan. Bagi kami, persahabatan yang dibina sejak 1985, lalu meninggalkan SMP
Negeri 11 Padang ditahun 1988, dan terpisah dalam rentang waktu yang panjang
hingga 30 tahun sekarang, harus tetap dijalin kembali.
Persahabatan
masa lalu, teman kecil, hakikinya menjadi sahabat sejati. Sahabat dan saudara!*
[Firdaus Abie]
No comments:
Post a Comment