Oleh: Firdaus
Jalan Taluak Berpisang. Sekali pun bukan hal baru, namun judul berita itu cukup menggelitik. Beritanya menarik karena masyarakat menanam pisang di jalan. Jalannya pun bukan jalan kampung, tetapi jalan raya, jalan utama; ruas By Pass – Simpang Taluak, Nagari Taluak, Kecamatan Banuhampu, Agam.
Bentuk sindiran lain, ada orang memancing ikan di jalan raya yang tergenang air, bersamaan dengan adanya lubang yang cukup dalam di jalan tersebut. Kalau pun yang bersangkutan tahu, ia tak akan pernah mendapatkan ikan di sana, namun aksi yang dilakukannya tak lain adalah sebagai bentuk kekecewaan kepada pemerintah.
Di Padang, sebuah keluarga menuntut Pemko Padang, terutama Dinas PU-nya, karena ada anggota keluarga mereka yang mengalami kecelakaan di jalan raya, akibat buruknya kondisi jalan. Tak hanya itu, Walikota Padang Fauzi Bahar sempat tabik rabo kepada Dinas PU yang dinilainya tak becus mengurus kenyamanan jalan raya. Banyak jalan berlubang di wilayah Kota Padang.
Pada sebuah kesempatan, penulis juga sempat mendengarkan kekecewaan Bupati Pasaman Barat H Baharuddin, menyangkut persoalan jalan. Alasan sang bupati, lantaran adanya pembagian kelas jalan ---jalan negara, jalan provinsi, jalan kabupaten atau kota--- membuat akselerasi daerah tidak bisa secepat yang diinginkan masyarakat.
Ia membeberkan fakta. Jalan yang ada di kawasan Simpangampek, Pasaman Barat, masuk pada kelas jalan negara dan beberapa di antaranya jalan provinsi. Tugas perbaikan dan pembenahan jalan tersebut menjadi miliki negara dan provinsi. Daerah tidak boleh mengganggu.
Persoalannya kini, pertumbuhan di Simpangampek jauh lebih pesat dari sebelumnya. Sejak berdirinya Kabupaten Pasaman Barat, dengan pusat pemerintahannya di Simpangampek, otomatis membuat derap langkah kemajuan di kawasan itu bergerak sangat cepat. Percepatan tersebut tidak sebanding dengan perkembangan jalan.
Kenyataan lebih memprihatinkan adalah ruas jalan Simpangampek hingga perbatasan Agam. Kondisi jalannya sangat buruk. Sudah rusak parah. Kabupaten tak bisa berbuat banyak, selain mengajukan permintaan ke pemerinthan provinsi dan pusat. Hingga kini, tak juga ada realisasinya.
“Kini kita yang menggarapnya, tidak dibolehkan oleh aturan. Salah kita,” kata H Baharuddin, ketika itu.
Itulah, kini. Jalan yang semula diharapkan sebagai sarana transportasi, kini menjadi persoalan serius di negeri ini. Lihatlah, sepanjang rute di Sumbar, nyaris tak ada jalan yang benar-benar mulus. Nyaris tak ada jalan yang lapang.
Jika tidak berlubang, hampir dapat dipastikan kondisinya bergelombang. Atau setidaknya, perjalanan akan terganggu oleh orang-orang yang sudah berjualan di sepanjang sisi jalan. Ketika ditagah, jawabnya untuk mencari makan anak bini. Jika dibiarkan, itu artinya pemerintah telah melakukan pembiaran terhadap mereka yang mengganggu ketertiban umum.
Jalan Taluak Berpisang. Seorang kawan mengatakan, sudah ada pula yang kini berladang di jalan. Mendengar kalimat itu, kawan saya yang lain mengatakan kalau kawan tersebut sudah kuno.
“Kenapa?”” tanya saya heran.
Ia menjawab datar; sudah biasa kok, kalau ada orang berladang di jalan.*
CATATAN: Tulisan ini dimuat di Harian Umum RAKYAT SUMBAR, edisi Selasa 20 Maret 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Ruang Buku Karya Dosen Unand
Suatu ketika, saat podcast dengan Pak Ir Insannul Kamil , M.Eng, Ph.D , WR III Unand. Kata beliau, Jangan Mengaku Mahasiswa jika tak B...
-
Ketika hadir dan berbagi bekal menulis cerpen, di akhir Oktober 2019, awalnya asyik-asyik saja. Sebanyak 50 orang pelajar SMP 2 Sijunj...
-
Judul : Cincin Kelopak Mawar Penulis : Firdaus Abie Penerbit : ErKa Tahun Terbit : 2016 ...
-
Oleh: Firdaus Entah kenapa, pada momentum peringatan Hari Ibu, kali ini, saya teringat pada cerpen karya A.A Navis (alm). Cerpen ...
No comments:
Post a Comment