Oleh: Firdaus Abie
Saya “mendapatkan” lima kali “drama” pemilihan Ketua Umum
KONI Provinsi Sumatera Barat.
Pertama, tahun 2000. Ketika itu, pasca PON XV di
Surabaya, seluruh pemangku kebijakan olahraga di Sumbar menuntut agar dilakukan
(ketika itu masih bernama) Musyawarah Olahraga Daerah Luar Biasa (Musyordalub)
KONI Sumbar.
Dasar tuntutannya, pertama; prestasi Sumbar saat PON di Surabaya, sangat buruk. Berada di urutan dua terbawah. Posisi ke 26 dari 27 provinsi. Kedua; jika Musda dilakukan lebih awal dengan durasi masa bakti empat tahun, maka Musda berikutnya dilaksanakan setiap selepas PON. Artinya, setiap satu periode kepengurusan, menjadi “kewajiban” untuk mengurus dan membenahi olahraga Sumbar minimal untuk satu kali Pekan Olahraga Wilayah (Porwil), Kejuaraan Nasional Pra PON, dan PON. Kepengurusan masa itu, dan masa sebelumnya dimulai kurang dua tahun jelang PON, sebagai puncak supremasi olahraga daerah di kancah Nasional.
Kedua, tahun 2009. Ketika itu, dua kandidat; Indomar Asri (sang petahana) berhadapan dengan Syahrial Bakhtiar. Suasana Musyordalub terasa sangat panas. Ketika pemilihan, Indomar Asri menang dua suara. Di saat suasana kubu Indomar Asri merayakan kemenangan, tiba-tiba salah seorang peserta, dari Pengda (ketika itu masih bernama Pengda. Sekarang bernama Pengprov) Pertina menyampaikan pengakuan mengejutkan.
Pengakuannya, ia menerima uang dari kubu Indomar Asri.
Uang itu ditujukan agar dirinya
memberikan suara kepada Indomar Asri. Ia terima uang tersebut, lalu ia memilih
Indomar Asri.
Byaarrrrr....!
Sontak semua kaget. Suasana gaduh dan ricuh. Pendukung Indomar Asri menuntut. Kubu lain
menyerang pula. Setelah suasana dapat dikendalikan, Pimpinan Sidang Syaiful SH
memberikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan tanggapan.
Beragam pandangan muncul. Ada yang meminta, pemilihan
diulang. Ada yang mengusulkan, Indomar Asri didiskualifikasi. Lama perdebatan
terjadi. Ketika pandangan semakin mengerucut kepada kesepatan; dilakukan
pemilihan ulang.
Saya yang ketika itu Ketua Siwo PWI Sumbar, pemilik hak
suara pada Musyorda KONI Sumbar, menyampaikan; jika hanya sekadar pemilihan
ulang tanpa sanksi, tidak ada gunanya. Saya mengusulkan, minimal harus ada
kesepakatan terlebih dahulu dalam bentuk (misalnya) pengurangan suara.
Jumlahnya disepakati sebelum pemilihan. Usulan saya didukung Ketua Forki Sumbar
H Leonardy Harmainy. Terjadi lagi diskusi dan perdebatan. Akhirnya, pimpinan
sidang mengetuk palu; setuju ada pengurangan suara.
Indomar Asri meminta kesempatan bicara. Ia kemudian
menyatakan, mengundurkan dari dari proses pemilihan agar insan olahraga di Sumbar
tidak terpecah belah.
Ketiga, tahun 2013. Ketika itu ada beberapa calon, hingga
menjelang pemilihan mengerucut kepada tiga nama. Syahrial Bakhtiar, sang
patahana. Azhar Latif, Ketua Pengprov PRSI Sumbar. Hendra Irwan Rahim, Ketua
Pengrov Forki Sumbar, akhirnya memutuskan mengundurkan diri dari pencalonan.
Syahrial Bakhtiar memperoleh 55
suara, Azhar
Latif empat
suara. Ada empat peserta yang
abstain, dan enam Pengprov memilih keluar ruangan sebelum pemilihan. Ke enam
Pengprov tersebut, Persatuan Golf
Indonesia (PGI), Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi), Persatuan Gulat
Seluruh Indonesia (PGSI), Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI),
Persatuan Bola Volly Seluruh Indonesia (PBVSI), dan Persatuan Olahraga Dayung
Seluruh Indonesia (PODSI).
Periode kedua tidak diselesaikan Syahrial
Bakhtiar sampai selesai. Ketika Ia menjadi Wakil Rektor III Universitas Negeri Padang,
jabatan yang diembannya dinilai sebagai
jabatan rangkap. Bertentangan dengan Pasal 40 UU No 3
Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, Pasal 56 ayat 1-4 PP No 16
tentang Penyelenggaraan Olahraga, SE Mendagri No 800/2398/SJ tanggal 26 Juni
2011, SE KPK No B-903/01-15/04/2011 tanggal 4 April 2011 serta hasil yudisial
review MK No 27/PPU-V/2007 jadi acuan surat dari Mendagri itu.
Gubernur Sumbar Irwan
Prayitno menyikapi edaran Mendagri
kepada Ketum KONI Sumbar, tertanggal
30 Maret 2016. Gubernur meminta agar Ketua Umum KONI Sumbar segera menyikapi surat dari
Mendagri tersebut. Tak berselang lama, akhirnya Syaiful SH ditetapkan sebagai
Pelaksana Tugas.
Keempat, tahun 2016.
Setelah Syaiful SH menjadi pelaksana tugas menggantikan Syahrial Bakhtiar,
proses pemilihan Ketua Umum KONI Prov Sumbar dilaksanakan, Desember 2016. Syaiful SH mengumpulkan 39
suara, Terjadi kericuhan karena masing-masing kubu saling bertahan dengan
pandangan mereka, hal ini terkait pada persoalan boleh atau tidaknya seorang
PNS menjadi pengurus KONI. Acuannya Undang-undang
No.3/2005 tentang Keolahragaan Nasional.
Kelima, 2021. Pascaditetapkannya Agus Suardi alias Abien
menjadi Ketua Umum KONI Sumbar, periode 2021-2025, secara aklamasi,
persoalannya bukan berarti selesai. Ada Pengprov yang akan mengajukan protes
terhadap hasil yang sudah disepakati.
Pasca terpilih akalamasinya Abie, “jagat” dunia maya (terutama sejumlah orang
yang terkait langsung atau tak langsung dengan olahraga di Sumbar) dihiasi
berbagai kicauan yang diduga dari orang-orang berseberangan kubu. Kendati tidak
menusuk secara langsung, tidak sebut identitas, namun komunikasi searah yang
dilakukan, seakan mengarah kepada pihak sebelahnya. Saling sindir dan serang
secara masih berlangsung, hingga kini. Tadah sedikit masih lebih panas daripada
gelasnya.
Stephen P. Robbins, Ph.D dalam buku The Truth About
Managing People, setiap peralihan apa pun dalam sebuah organisasi besar, selalu
menciptakan kondisi yang mendorong dan menyokong rumor di atas kabar angin.
Kendati secara spesifik Stephen P. Robbins lebih mengkaji
dari sudut organisasi perusahaan atau dunia kerja, namun sejalan dengan kondisi kekinian yang sedang
berlangsung di KONI Prov Sumbar. Ada-ada saja rumor (gunjingan; KKBI) yang
berkembang, dikembangkan atau sengaja dituliskan di media sosial. Rumor muncul
sebagai respon terhadap situasi yang penting bagi seseorang, dimana terdapat
ambiguitas dan di bawah kondisi yang memunculkan kegelisahan.
Dibagian lain, jika sebenar-benarnya orang olahraga, ketika
tali mick telah digulung, saatnya rapatkan barisan, satukan langkah dan
tindakan untuk menatap ke depan. Apalagi PON di Papua, tahun 2021, sudah di
depan mata.
Bagi yang jagoannya belum berkesempatan menjadi Ketua
Umum KONI Sumbar, atau sudah pernah berada di barisan yang memperoleh amanah,
atau belum berkesempatan sama sekali, berikanlah kesempatan kepada Abien dan
kawan-kawan lain untuk mengelola olahraga Sumbar untuk empat tahun ke depan.
Kuatir? Ya, tentu banyak yang kuatir, lantaran Abien nyaris
hanya punya waktu kurang dari enam bulan untuk membawa duta-duta olahraga
terbaik Sumbar ke kancah Nasional. Terhadap hal ini, tugas terberat yang akan
dilakukan adalah konsolidasi organisasi. Memperkuat kembali visi dan impian
yang sudah dicetuskan kepengurusan terdahulu.
Jika dilihat ke belakang, rentang waktu yang kini
dimiliki. Abien tak jauh berbeda dibandingkan saat Syaiful SH menjabat
pelaksana tugas Ketua Umum KONI Sumbar, menggantikan Syahrial Bakhtiar, tahun
2016. Syaiful dkk berhasil membawa
pulang 14 emas, 10 perak, 20 perunggu. Bedanya, Syaiful dan Abie
datang dari pintu berbeda. Sebelum menjadi pelaksana tugas, Syaiful menjabat
Waketum I KONI Prov Sumbar. Abien justru dari “luar” karena ketika maju
pada pemilihan, Ia merupakan Ketua Umum KONI Kota Padang.
Pada akhir 2016,
Syaiful SH terpilih menjadi Ketua Umum KONI Sumbarm, sehingga jika ditalungkuik ditilantangan,
sesungguhnya PON 2021 adalah ujian pencapaian kinerja kepengurusan periode 2017-2021. Semula
PON direncanakan 2020, namun ditunda karena Covid-19. Masa kepengurusan sudah
diperpanjang pula. Rencananya berakhir selesai PON di Papua, namun KONI Pusat
mewajibkan untuk melaksanakan Musyordalub.
Tugas berat, memang. Tapi seharusnya tidak serta merta
menjadi sangat berat, sebab kendati Abie dkk baru memimpin, namun dalam konteks keorganisasian, blueprint-nya serta teknis pelaksanaan mempersiapkan
atlet sudah dirancang, dipersiapkan dan dijalankan pengurus sebelumnya bersama
pengurus cabang olahraga. Hasil yang nanti dicapai di PON Papua adalah cerminan
dari proses yang sudah dilakukan sejak kepengurusan KONI Sumbar, periode
2016-2021, kecuali jika ada perubahan sangat krusial yang mengubah kebijakan
terdahulu.
Bagi pihak yang
mendukung Abien, jangan jumawa. Pencapaian hari ini tidak akan berarti banyak,
tidak akan dipandang hebat oleh publik jika pada laga sesungguhnya di Papua,
tidak memperoleh hasil gemilang. Target 16 emas bukanlah pekerjaan mudah. Empat
tahun lalu sudah dicoba, tapi gagal, walau bisa menambah capaian dibandingkan
PON terdahulu. Lebih baik menyatukan perbedaan dari pada merentangkan perbedaan
pandangan. Kawan dimaksimalkan, “lawan” diajak bersama.
Kenapa saya menulis “lawan” menggunakan dua tanda petik (“),
karena sesungguhnya sesama patriot olahraga tak ada lawan. Lihatlah di arena,
setelah babak belur dihajar tinju, atau kena tendangan di tubuh dan wajah, akan
dilanjutkan dengan saling rangkul dan saling puji terhadap kelebihan
masing-masing, serta mengevaluasi kekurangan sendiri.
Abien dalam posisi sulit. Selain konsolidasi terhadap
anggota KONI terutama yang berseberangan saat pemilihan, ia tak hanya
dihadapkan pada taget PON yang tidak
ringan, tapi juga harus menyelesaikan urusan lain secara simsalabim. Dua hari
setelah terpilih, Abien harus menyelesaikan kewajiban tunggakan yang harus
dibayarkan, listrik kantua KONI Sumbar
dan gedung beladiri yang manunggak dari kantong pribadinya. Menyelesaikan dua
bulan gaji pegawai sekretariat yang belum dibayar, termasuk membayar bantuan
untuk atlet.
Baru permulaan! Abie akan menghadapi jalan panjang, berliku, dan berbatu, tapi “jam pasirnya”
terus tercurah. Durasi waktu tersedia
tak seberapa. Kendati demikian, sekali pun Abien dan kepengurusannya dalam posisi sulit,
namun muara akhirnya adalah wajah olahraga Sumbar di kancah Nasional. Tentu arang
yang tercoreng di kening, di Surabaya,
21 tahun silam, tak ingin terulang kembali.
Saatnya insan olahraga di Sumbar bersatu kembali. Bak
kata bijak tetua rang Minang dulu; biduak lalu, kiambang batawik. Proses
pemilihan Ketua Umum sudah selesai, mari lanjutkan pekerjaan dan jalani dengan
komitmen sesuai dengan Mars Patriot Olahraga, karya Melky
Goeslaw, ayah dari Melly Goeslaw. Pertama kali dikumandangkan saat KONI Pusat
dipimpin Wismoyo Arismunandar.
Kami... (7X)
Kami Patriot
Kami Patriot
Kami Ini Patriot Olahraga
Mengabdi Berkarya untuk Nusa Bangsa
Dalam Meraih Cita-cita
Kami Patriot
Kami Patriot
Kami Ini Patriot Olahraga
Gigih Dalam Berjuang di Medan Laga
Berbakti Untuk Indonesia
Kesetiaan Adalah Kebanggaanku
Disiplin Satu-satunya Nafasku
Demi Jayanya Sang Merah Putih
Kehormatan Adalah Segalanya
Gemertak Tulang Mendidih Darahku
Semangat Berapi Membakar Batinku
Tuhan Adalah Kekuatanku
Setiap Kuhadapi Lawanku
Kami Patriot
Kami Patriot
Kami Ini Patriot Olahraga
Biar Mata Dunia Memandang Indonesia
Kita Dahsyat dan Perkasa (2X)
Kami Patriot!
Nah, perhatikan liriknya. Pada pengantar lagu, kata Kami diulang
hingga tujuh kali. Kami merupakan keterangan
untuk orang pertama jamak. Artinya, ada “saya” dan kita bersama menjadi satu
dalam sebuah kesatuan yang tidak terpisahkan. Ingat, kata Kami diulang hingga
tujuh kali.
Lalu perhatikan pula setiap bait berikutnya. Selalu diawali
dengan kalimat; Kami Patriot. Diulangnya, Kami Patriot. Kata patriot bermakna pencinta
atau pembela Tanah Air. Kemudian dipertegas dengan kalimat; Kami Ini Patriot
Olahraga.
Terang sekali, maknanya Kami adalah pencinta dan pembela
Tanah Air melalui olahraga. Disetiap bait, ada kalimat tersebut yang mampu
membangkitkan gelora di dada untuk sebuah perjuangan. Diakhir lagu kembali
ditegaskan dengan kalimat; Kami Patriot!
Kalau memang patriot olahraga, buktikanlah!*
No comments:
Post a Comment