Oleh: Firdaus Abie
Tulisan
Rita Arin, Paragonian (sebutan untuk karyawan PT Paragon Technology and
Innovation) asal Depok, yang dibagikan Mas Aqua Dwipayana, pada Komunikasi Jari
Tangan, Sabtu (8/5/2021) kemarin, berjudul;
Jika Sudah Menjadi Muslim, jangan Sia-sia..., selain mengalir dan turut
mengaduk-aduk perasaan kita disaat membacanya, seakan memberi “penanda”
ternyata di lingkungan Paragonian ada yang memiliki bakat atau potensi menulis.
Jika
dihubungkan dengan usulan Mas Aqua kepada Pak Salman, Chief Executive Officer
(CEO) PT Paragon Technology and Innovation, seperti ditulis Mas Aqua pada
tulisan berjudul; Kekagetan Salman, Kebahagiaan Zensa, serta pengakuan Pak
Salman, senang pada teman-teman yang mempunyai kemampuan menulis karena bisa
menyampaikan berbagai pemikirannya lewat tulisan, maka sangatlah klop.
Tanpa bermaksud melebih-lebihkan, saya sedikit banyak mengetahui proses penulisan yang dilakukan Rita Arin, yang sehari-hari saya sapa dengan panggilan Hajjah Arin. Saya mengenalnya ketika kami sama-sama memperoleh kesempatan umrah dari PT Paragon Technology and Innovation. Saya, Hajjah Arin dan 36 jamaah lainnya berangkat ke Tanah Suci, Rabu (15/1/2020).
“Pintu
Masuk” saya dan Hajjah Arin mendapatkan perjalanan ibadah ini, sangat berbeda.
Hajjah Arin memperolehnya karena Ia menjadi karyawan PT Paragon Technology and
Innovation sudah lebih dari tujuh tahun. Dari ketentuan perusahaan, setiap
karyawan yang bekerja lebih dari tujuh tahun, akan diberangkatkan umrah dengan
biaya ditanggung penuh oleh perusahaan. Tak ada perbedaan fasilitas apa pun,
sekalipun posisi dan jabatan berbeda.
Ketika
saya menuju pabrik bersama Suyunus
Rizki Ekananda (wartawan Koran Jakarta), Juhri Samanery (SCTV - Indosiar di
Maluku), sesaat sebelum berangkat ke Tanah Suci, driver yang membawa
kami, Pak Manan, bercerita. Ia sudah memperoleh kesempatan tersebut pada keberangkatan
pertama, tahun 2017. Saat itu, di antara jamaah ada Buk Nurhayati, Pak Subakat
Hadi serta anak-anak beliau yang bekerja di perusahan tersebut. Beliau
mendapatkan fasilitas yang sama dengan karyawan dalam kloter tersebut.
Saya
memperoleh “Pintu Masuk” berbeda, karena saya bukan karyawan PT Paragon
Technology and Innovation. Minggu pertama November 2020, selepas Salat Magrib,
saya ditelpon Mas Aqua. Beliau mengajak saya untuk melaksanakan umrah, antara
Desember 2020 atau Januari 2021. Saya tertegun. Mendadak sekali.
“Jangan
pikirkan soal biaya. Tapi siapkan saja diri untuk melaksanakan ibadah di Tanah
Suci,” kata Mas Aqua, ketika itu.
Beliau
kemudian menyebutkan, dirinya memperoleh lima tiket dari Buk Nurhayati untuk
berangkat umrah bersama sekitar 500 karyawan perusahaan kosmetik terkenal tersebut.
Salah satu produk populernya, Wardah. Semua biaya ditanggung perusahaan.
“Tidak
harus buat laporan perjalanannya,” Mas Aqua melanjutkan.
Penjelasan
ini sangat dimaklumi, sebab Mas Aqua yang pernah menjadi wartawan Jawa Pos
tentu paham apa yang ada dalam pikiran saya ketika itu. Selama ini, jika ada
sebuah lembaga, institusi membawa wartawan dalam sebuah perjalanan, biasanya
akan diikuti dengan “kewajiban” menuliskan laporan perjalanan tersebut.
Saya akhirnya berada di Kloter 14 (dari 16
kloter jamaah yang diberangkatkan PT
Paragon Technology and Innovation). Selain saya, ada dua wartawan lain, Suyunus Rizki Ekananda, Juhri
Samanery. Dua wartawan lainnya, Erwin
Kustiman (Pikiran Rakyat Bandung), Djoko Heru Setiyawan (Jawa Pos
Radar Bali Denpasar) berada di Kloter 13.
Setelah
sampai di Padang, saya tetap saja menulis walau tak ada kewajiban, seperti
disampaikan Mas Aqua. Saya mencicil tulisan satu persatu. Rangkaian perjalanan
umrah tersebut saya tulis secara bersambung. Semuanya sembilan tulisan dalam bentuk feature.
Tulisan tersebut dimuat di Harian Umum Rakyat Sumbar, di online www.rakyatsumbar.id, juga di blog pribadi saya, www.cincinkelopakmawar.spot.com.
Tulisan
tersebut juga saya kirimkan ke WA Grup Kloter 14, grup jamaah yang satu kloter
ke Tanah Suci. Sampai kini, grup tersebut masih aktif sebagai sarana berbagi
informasi dan silaturrahmi kami. (Ketika 15 Januari 2021, kami menyempatkan
pertemuan virtual melalui zoom. Kostum wajibnya; batik saat umrah, atau minimal
pakai slayer biru merek Paragon yang dipakai sebagai penanda jamaah dari
Paragon, ketika umrah tahun lalu. Hahahaha….)
Belakangan
Hj Arin mengirimkan pesan secara pribadi kepada saya. Katanya, membaca tulisan
yang saya bagikan di grup. Ingin pula Ia menulis. Ada kisah perjalanan hidupnya
yang ingin ditulis, “tapi saya tak bisa menulis,” katanya.
Lalu,
saya berikan tips sederhana bagaimana menulisnya. Mulai saja dari apa yang
ingin disampaikan. Ia kemudian menyampaikan keraguannya. Saya katakan, menulis
tidak sesulit yang dibayangkan. Tulis saja dulu.
“Saya
akan coba,” katanya. Ada optimistis disampaikannya.
Besoknya,
saya tanya Hj Arin.
“Sedikit
lagi, Pak,” katanya sambil meminta tambahan waktu.
Sesuai
janjinya, saya tagih lagi. Ia kemudian mengirimkan naskahnya melalui Japri WA.
“Malu
saya, Pak. Tulisan saya jelek,” katanya.
Setelah
saya baca, saya hubungi beliau. Saya
katakan, saya kurang yakin kalau sebelumnya Ia tak pernah menulis, sebab materi
yang disampaikannya sangat runut. Ia melukiskan dengan sangat jelas. Modal
dasar menulisnya sudah besar.
Kendati
demikian, saya minta izin padanya untuk membenahi sedikit kaidah penulisan yang
tepat. Ketika itu, sekali pun secara materi tidak ada masalah dari tulisan
tersebut, namun ada beberapa bagian yang perlu disesuaikan dengan kata baku,
kalimat yang tepat mau pun tanda baca yang sesuai. Ia mengizinkan.
Setelah
selesai dan Ia baca ulang, akhirnya tulisan tersebut tuntas. Saya minta izin
kepadanya agar tulisan tersebut saya muat di Harian Umum Rakyat Sumbar, Jumat 7
Februari 2020. Tulisan tersebut kemudian saya muat juga di online www.rakyatsumbar.id, pada laman https://rakyatsumbar.id/jika-sudah-menjadi-muslim-jangan-sia-sia/ selain itu, saya juga posting di
blog pribadi saya; http://cincinkelopakmawar.blogspot.com/2020/02/jika-sudah-menjadi-muslim-jangan-sia-sia.html
Lama
tak berkomunikasi, tiba-tiba ia memposting link sebuah blog pribadi pada grup
WA Kloter 14. Link tersebut berisi tulisannya berjudul; Jika Sudah Menjadi
Muslim Jangan Sia-sia. Blog tersebut merupakan blog pribadinya, https://ritaarien.blogspot.com/2020/06/kisahku-menjadi-muslim.html
“Saya
sudah punya blog, Pak” katanya, ketika saya tanya.
Disaat
menulis tulisan ini, saya sempatkan berkunjung kembali ke blognya. Kendati Ia
belum rutin menulis, namun selain tulisan tentang kisah hidupnya, tulisan lain masih terkait dengan aktivitasnya
sebagai Paragonian. Di antaranya Ia menulis tentang Love Eye Make Up,
menggunakan produk Wardah. Ada juga tips yang diberikannya bagaimana menggunakan
Skin Care dimasa Pandemi Covid-19 dengan produk Wardah, dan beberapa tulisan
lainnya.
Kembali
kepada usulan agar Paragonian diberi ruang untuk menulis, sangatlah bijak dan
hebat. Kemampuan tulisan yang dimiliki tersebut tak hanya bisa disalurkan
kepada media mitra PT Paragon Technology and Innovation, tetapi Paragonian
sekaligus menjadi Ambassador-nya perusahaan dalam mengabarkan
informasi-informasi detail dan teknis yang tak terjangkau oleh media. *
No comments:
Post a Comment