Pinto Janir? Orangnya
lasak!
Ya, itulah Pinto Janir.
Kalau tak lasak, bukanlah Pinto Janir. Saking lasaknya, ada-ada saja yang
dibuatnya. Sebentar menulis. Sebentar buat taman. Lalu ada di studio rekaman.
Buat lagu. Melukis. Buat koran. Menulis Cerpen. Menulis novel. Setelah itu,
entah apa lagi dibuatnya.
“Kreativitasnya dan
idenya luar biasa,” kata Zul Efendi, wartawan senior yang kini memimpin koran
Haluan. Saya menyapanya dengan panggilan da Zul, ketika kami bertemu di sebuah
pesta pernikahan, akhir pekan lalu.
Malamnya, percakapan
itu saya sampaikan kepada Pinto Janir, yang biasa saya sapa bang Pinto, ketika
ia menghubungi.
“Sampaikan salam hormat
saya kepada da Zul, ya Abie,” kata bang Pinto.
Saya tak langsung
menjawab, malahan bertanya padanya, “apo suplemen yang bang Pinto minum?”
Pertanyaan itu tidaklah berlebihan. Saya melihat dan mengikuti, sejak Januari 2021, rasanya energi Pinto Janir lebih dari biasanya. Selama ini saya mengenal anak Gunuang Pangilun ini seakan memutarbalikkan waktu. Ia lebih banyak “beredar” di malam hari. Berkarya dan berkreativitas dari sore hingga selepas Subuh.
Saya pernah
mencandainya, “pagi dek abang, kan manjalang magrib,” kata saya, “pagi dek nan
lain, manjalang lalok dek abang,”
Ia terkekeh.
Begitulah biasanya.
Entah sudah berapa tahun ia membalikkan waktunya.
“Apo suplemen yang bang
Pinto minum?” tanya saya lagi.
“Suplemen abang hanyo kopi
jo rokok. Alah tu mah,” katanya.
Entah mengapa, sejak
tiga bulan terakhir, aktivitas seorang Pinto Janir terekam nyata di akun facebooknya. Ada-ada saja yang ia
lakukan, sekaligus menjadi penyampai kabar bagi yang berteman dengannya.
Setidaknya saya mencatat
tiga aktivitas intensif yang dilakukannya, saat ini.
Pertama, ia sedang
mempersiapkan hajatan besar untuk dunia yang sudah digelutinya sejak berseragam
putih biru. Ia bersama Pemko Sawahlunto mempersiapkan agenda apresiasi untuk Sembilan
Wartawan Berpengaruh dari Ranah
Minang untuk Indonesia. Sekaligus meluncurkan buku tentang sembilan Wartawan
Berpengaruh dari Ranah Minang untuk Indonesia dalam sebuah acara bersentuhan
seni dan budaya.
Rencana hajatan tersebut berjalan seiring dengan langkah yang
kini diurus Pemko Sawahlunto. Memperjuangkan leluhur pers Indonesia,
Djamaluddin Adinegoro, yang populer dengan sebutan Adinegoro, menjadi Pahlawan
Nasional.
Kedua dan ketiga, bisa disatukan saja. Ia sedang benar-benar
konsentrasi menginspirasi guru di Kabupaten Agam dan Kota Sawahlunto. Di Agam,
sudah dirintisnya kehadiran Komunitas Guru Inspiratif (KGI). DI Sawahlunto,
juga ada KGI, tapi Komunitas Guru Inovatif.
Di Agam, selangkah lebih maju dari Sawahlunto. Karya
guru-guru inspiratif sudah nyata. Sudah menjadi buku. Menghimpun karya-karya
para guru. Sudah melahirkan Koran Guru. Sudah pula diciptakannya Mars KGI Agam.
Melatih siswa sejumlah sekolah untuk berkarya. Banyak yang sudah dilakukan.
Di Sawahlunto, komunitasnya sudah berdiri.
Persiapan-persiapan berkarya terus dilakukan. Pinto Janir seakan berpacu dengan
waktu, walau sesungguhnya tak ada tenggat waktu khusus yang harus diburunya.
Darah yang mengalir di tubuhnya sangat beragam. Darah
wartawan, sudah pasti. Ia sudah menjadi wartawan saat masih SMP. Di usia muda,
sudah menjadi redaktur di Mingguan Canang. Fokusnya kepada dunia pendidikan
sangat panjang. Ia “memiliki” halaman Dari Sekolah ke Sekolah (DSKS). Juga ada
rubrik khusus Topan Menjawab. Membina penulis pelajar. Aktivitas otak kanannya
terbilang lengkap. Ia jago buat taman.
Hebat melukis. Penulis Cerpen. Penulis novel. Urusan desain koran dan majalah
jangan diujikan kepadanya. Lagu yang diciptakan dan dinyanyikan sudah entah
berapa.
Setelah ini, entah apa lagi yang akan dibuatnya. Energinya seakan
tak pernah tersedot oleh padatnya jadwal dan tingginya jam terbang.
Pinto Janir. Eh, bang Pinto. Semoga sehat selalu. Kurangi
rokok dan kopinya, ya... [Firdaus Abie]
No comments:
Post a Comment