*Terkatung-katung
8 Jam di Laut Nunukan Bersama Staf Kemendes PDTT
Kamis
– Jumat (17-18 Agustus 2017) lalu, sebuah speadboat berisi 12 penumpang dari
rombongan Kemendes PDTT, terkatung-katung dihempas badai dan ombak besar di
laut Nunukan, Kalimantan Utara. Rombongan
itu bermaksud ke Tarakan, setelah memperingati upacara detik-detik proklamasi
di Pulau Sebatik.
Wartawan Harian
Umum Rakyat Sumbar Firdaus, yang berada
dalam rombongan, menuliskan pengalamannya
dalam bentuk bertutur. Ditulis secara bersambung. Kali ini, merupakan naskah keduabelas.
Tulisan penutup. [] []
Selepas
subuh, saya kembali ke ruangan tempat kami makan. Kelopak mata sudah terasa
berat untuk dibuka. Badan terasa letih. Kondisi fisik melemah. Saya dapati
ruangan sudah bersih. Suhu ruangan sangat sejuk dan aroma pengharum ruangan
yang nyaman. Saya lalu tidur meringkuk, bergulung berselimut sarung.
Hitungan
detik berikutnya, Nana Suryana, tenaga ahli Setdirjen Pembangunan Kawasan
Pedesaan, datang. Ia memilih tidur di lantai beralas karpet, “dingin,” katanya
singkat.
Belum
sempat ia merebahkan tubuhnya, masuk seorang lagi. Rupanya seorang prajurit di
KRI Kerapu 812. Ia menyerahkan sehelai baju kaos loreng kepada Nana, “terima
kasih, bang,” kata Nana.
Nana tak menduga diberi kaos tersebut. Nana
menyebutkan, tadi dia sempat berbicang-bincang usai makan dengan tentara
tersebut, kemudian ia menceritakan semuanya. Termasuk seluruh pakaian yang
dibawanya sudah terendam air. Basah semua. Sebelum Nana berganti baju, saya
sudah tidak tahu apa-apa lagi.
Ketika
saya bangun, ada empat orang lagi yang tidur. Tiga di lantai, satu di kursi
santai. Saya segera bangkit. Sudah setengah delapan pagi. Saya bergegas ke
kamar mandi. Cuci muka dan gosok gigi, kemudian mengemasi jaket yang tadi
dijemur di buritan dan memasukkannya ke tas. Di tas, masih ada dua stel pakaian
bersih. Alhamdulillah tidak ikut basah.
Saya
bergabung dengan kawan-kawan senasib di
buritan. Ada juga Mayor Laut Ramli Arief dan beberapa personil KRI Kerapu 812. Kami
bercerita ringan seputar kejadian yang baru dialami. Cuaca pagi sangat cerah. Secerah hati
kami setelah melewati masa menegangkan.
Menjelang
merapat di dermaga, sebuah kapal seakan menyambut kehadiran kami. Ada lambaian
tangan dari sejumlah orang dari KN Gajah Laut, kapal milik Bakamla. Saya tak
tahu siapa saja di atas kapal tersebut, namun tetap membalas lambaian.
Ketika
KM Kerapu 812 merapat, satu persatu naik ke dermaga Lantamal Tarakan. Saya naik
ke dermaga setelah Adji Setyo Nugroho, Dt Febby (keduanya Tim Ahli Kantor Staf
Menteri Kemendes PDTT), dan Toaik dan Ope. Setelah tas saya ambil, saya
mendatangi Datuk Febby. Ketika itu ia sedang terlibat pembicaraan dengan
seseorang berbaju batik, sedangkan Adji bicara dengan lima orang, diantaranya
ada yang berseragam TNI-AL dan berbaju batik.
“Datuk,
mohon izin,” kata saya memotong pembicaraan Datuk Febby dengan seseorang
berbaju batik tersebut, setelah saya menyalami keduanya.
“Ya,
silakan, pak” kata lelaki berbaju batik tersebut sembari menepuk pundak saya.
“Saya
minta bantuan, pak. Kiranya ada anggota bapak yang bisa mengantarkan saya, Ope
dan Toaik langsung ke bandara,” kata saya.
“Pesawat
jam berapa?” tanyanya.
“Sembilan
seperempat,” jawab saya.
Ia
kemudian melihat jam di pergelangan tangannya, “kayaknya tak terkejar lagi,
pak,” katanya.
“Masih
ada sekitar satu jam lagi,” jawab saya. Ope dan Toaik juga membenarkan. Rasanya
masih bisa dikejar.
“Sebaiknya
bapak istirahat dulu di sini,” pintanya.
Ope
menjelaskan kepadanya, tiket perjalanan kami satu paket terkoneksi Tarakan –
Balikpapan – Jakarta dan Padang, hari ini.
“Dikejarkan
pun ke bandara, rasanya tak terkejar dengan waktu yang tersisa. Sebaiknya
istirahat dulu di sini agak sejenak, minimal hingga lepas siang. Tenangkan diri
dan pikiran agak sejenak,” pintanya.
Saya,
Ope, Toaik saling berpandangan, lalu kami sepakat menerima saran lelaki berbaju
batik itu. Belakangan saya mengetahui kalau beliau bernama Novachristo Joseph
Silangen, sehari-hari menjabat sebagai Pemimpin BNI Cabang Tarakan, Kalimantan
Utara.
Bersamaan
dengan itu pula, Deputi Operasi Bakamla Laksamana Madya Rahmat Eko Rahardjo, Kepala Biro Umum Bakamla Laksmana Pertama
Suradi Agung Slamet, Danlantamal Tarakan
Laksamana Pertama Ferial Fachroni, Kasubbag Humas Bakamla Kapten (Mar) Mardiono,
menemui kami. Mereka menyalami kami satu persatu, termasuk Komandan KRI Kerapu 812 Mayor Laut Ramli
Arief.
Sesaat
di dermaga, kami kemudian dibawa istirahat sejenak di Markas Lantamal di
Tarakan. Setelah makan, delapan dari 12
rombongan kami bergerak menuju Bandara Internasional Juwata. Kami makan di
sebuah kedai sederhana. Semua menikmati jamuan Novachristo Joseph Silangen.
Saat
makan siang itu, sang Kacab BNI Tarakan tampak sibuk mengatur perjalanan
selanjutnya. Ia sudah mempersiapkan kendaraan untuk delapan orang yang akan
langsung ke Bandara Juwata, dan sekaligus mengatur persiapan untuk istirahat
dan keberangkatan saya bserta Ope, Toaik dan Nana. Jadwal penerbangan kami dari
Tarakan ke Balikpapan dan terus ke Jakarta dimulai pukul 17.10 wita.
Selama
menunggu penerbangan, kami berempat dibawa istirahat oleh Novachristo Joseph
Silangen ke rumah dinas Wakil Kepala Cabang BNI Tarakan. Rumah dinas ini sangat
rapi. Penghuni belum masuk. Kata Novachristo, baru saja terjadi mutasi dan
promosi dijajarannya. Wakil Kacab sebelumnya, promosi menjadi Kacab di tempat
lain, sedangkan wakil yang baru juga promosi dari tempat lain. Wakil yang baru,
direncanakan baru akan menempati rumah tersebut Senin berikutnya.
Selama
di rumah dinas Wakacab BNI Tarakan, kami memanfaatkan waktu untuk beristirahat
dan santai sejenak. Kami merasa tersanjung dan risih juga karena dilayani sangat
telaten oleh dua orang staf Novachristo.
“Sampaikan
saja kepada mereka apa yang bapak butuhkan. Saya mohon izin sebentar, nanti
saya ke sini lagi,” kata Novachristo, belakangan saya dapat kabar kalau beliau
ada pertemuan dengan Wakil Kepala Wilayah BNI Irwan.
Pukul
15.30 wita, kami bergerak ke Bandara Juwata. Bandaranya tak jauh dari pusat
kota. Saya memperkirakan, tak sampai 10
menit dari tempat kami istirahat, sudah sampai di bandara. Keberangkatan kami ke Bandara lebih cepat
dari rencana yang kami janjikan kepada Novachristo, sehingga beliau menyusul
kami ke bandara.
Novachristo
datang bersama Irwan, pimpinannya. Saat perkenalan, Irwan langsung menditeksi
kami, “Padang ya, pak?” tanyanya.
“Iyo,
da,” sambar saya.
“Padang
dima?” tanyanya.
“Padang
kota. Lubuakbagaluang,” jawab saya.
“Ambo
rang Bukiktinggi,” jawabnya.
Ia
pun bercerita, baru setahun jadi wakil kepala wilayah. Sebelumnya ia kepala
cabang di Medan. Posisinya di Medan digantikan orang Padang juga, yang sebelumnya
berkarir lama di BNI Wilayah di Padang.
Ketika
ada panggilan masuk ke ruang tunggu, kami pun beralih posisi. Di ruang tunggu,
saya baru menghubungi isteri dan mengabarkan perihal yang terjadi malam
sebelumnya. Awalnya saya bermaksud menyampaikan setelah di rumah saja, namun sore itu, sejumlah media
online dan televisi sudah memberikan peristiwa di lautan tersebut. Saya tak
ingin isteri dan anak-anak kuatir.
Begitu
sampai di dalam pesawat, saya langsung duduk di 8C, sesuai nomor pada
boardingpass. Di sebelah saya, Ope dan Toaik. Sebelum awak kabin memperagakan
demo penggunaan alat-alat di pesawat, saya sudah tidak tahu apa-apa lagi. Saya
tertidur.
“Pulas
sekali tidurnya,” kata Ope, ketika saya terbangun bersamaan dengan adanya
pengumuman bahwa pesawat segera mendarat di Balikpapan. *
No comments:
Post a Comment