Oleh: Firdaus[1]
Saya
tiga kali “keluar masuk” Padang Ekspres.
Pertama kali masuk, saya satu dari 20 orang perintis, generasi pertama Padang Ekspres. Awal bergabung, sebelum
koran ini terbit, saya diplot menjadi redaktur olahraga, namun tepat saat
lebaran ke dua, Rabu 20 Januari 1999, saya harus berangkat ke Pekanbaru,
menjadi koordinator cetak jarak jauh, mengawal proses finishing.
Materi
dari Padang baru setengah jadi, itu pun hanya untuk halaman daerah, kemudian semuanya diselesaikan di Pekanbaru. Padang Ekspres ketika itu, dicetak di
percetakan Riau Graindo, percetakannya Riau
Pos. Cetak jarak jauh ini berlangsung selama enam bulan.
Minggu,
14 Januari 2007. Bersama 11 orang personil Padang
Ekspres dan dua orang karyawan Posmetro Padang, kami berangkat ke
Pekanbaru, menuju Riau TV. Proses
magang yang sangat singkat, hanya sepekan, menguatkan semangat kami untuk
membangun pondasi kehadiran Padang TV.
Tanggal keberangkatan tersebut merupakan momentum pertama kali saya “keluar”
dari Padang Ekspres, sebab sekembali
dari Pekanbaru, sekali pun tindaklanjut Padang
TV belum terlihat tanda-tandanya, namun saya sudah harus meninggalkan “kursi”
Wakil Pemimpin Redaksi (Wapemred) di Padang
Ekspres, posisi yang sudah saya tempati sejak 2004.
Tanpa
pernah saya duga, Oktober 2008, saya harus kembali ke “kapal induk”. Setelah
“sekolah” di Padang TV menjadi
Pemimpin Redaksi dan merangkap Manager Program. Saya diberi amanah menjadi
Pemimpin Redaksi di Padang Ekspres. Amanah
itu saya jalani selama tujuh bulan, tepatnya menghadapi momentum penting,
Pemilu 2009. Setelah itu, terhitung 1 Juni 2009, saya harus kembali ke rumah
kedua; Padang TV.
Januari
2010, saya kembali ke “kapal induk” dan dipersiapkan untuk merintis media baru
di lingkungan Padang Ekspres Group.
Mei 2010, saya menyusul kawan-kawan yang sudah ditugaskan merintis penerbitan
koran baru. Ketika itu, di Padang Ekspres
ada suplemen Rakyat Sumbar Utara,
terbit tiap hari, wilayah edarnya di Padangpanjang, Tanahdatar, Payakumbuh,
Limapuluh Kota, Agam, Bukittinggi, Pasaman dan Pasaman Barat. Juni 2010,
suplemen tersebut berganti menjadi koran tersendiri, dan Oktober 2011 berganti
nama menjadi Harian Umum Rakyat Sumbar.
Sejak
mendapat kepercayaan turut merintis,
membangun dan mengembangkan Harian
Umum Rakyat Sumbar, hingga kini, selama itu pula saya nyaris tak banyak
tahu bagaimana suasana redaksi Padang
Ekspres lagi.
Jika
melihat kualitas kerja, dari produk yang dihasilkan, terlihat jelas kemajuan
yang luar biasa. Kemajuannya dicapai
dalam bentuk personal dan tim kerja.
Kemajuan dalam bentuk personal, setidaknya, sejumlah gelar juara foto, artikel
yang diikuti wartawan Padang Ekspres
merupakan salah satu wujud nyata jawaban peningkatan kualitas tersebut. Begitu
pun dengan perwajahan dan liputan indept-news
yang terus mewarnai setiap edisi koran ini. Banyak kemajuan yang sudah
dicapai.
Di
balik semua itu, ada satu hal yang tak mungkin bisa saya lupakan dari kekhasan
di redaksi Padang Ekspres, yakni
suasana kerjanya. Suasana kerja yang dibangun dan terbangun di masa lalu,
hingga kemudian saya “meninggalkan” redaksi Padang
Ekspres adalah semangat kebersamaannya. Setidaknya; ada empat kebiasaan
yang sangat mendarah daging. Pertama; setiap ada yang baru kembali dari tugas
liputan luar kota, maka ada semacam “kewajiban” untuk memberi oleh-oleh orang
redaksi, termasuk pracetak. Minimal, kehadiran pertama yang bersangkutan
kembali ke kantor, “harus” membawa makanan. Ketika makanan itu datang, biasanya
ada saja yang menyahuti dengan istilah khusus; bukan isu. Entah dari mana asal
usul kata itu, yang pasti, bila ada yang berteriak; bukan isu, maka seketika
itu juga semua yang sedang bekerja akan berhenti dan berlarian mengejar bukan
isu tersebut, walau sesungguhnya semuanya kebagian sekali pun tidak dikejar.
Sensasinya justru ada disaat berebut tersebut.
Kedua,
saat rapat sore. Rapat sore merupakan rapat evaluasi edisi yang terbit hari
tersebut dan mematangkan rencana edisi besok. Semua peserta rapat diizinkan
untuk mancikaraui materi atau
perwajahan setiap halaman, namun tidak diperkenankan mempersoalkan halaman yang
redakturnya belum datang atau tidak hadir. Alasannya, kalau pun dipersoalkan,
redaktur tersebut juga tidak akan tahu persoalan di halamannya, kemudian
dikuatirkan pesan sampai kepada redaktur bersangkutan bisa simpang-siur
sehingga memungkinkan terjadinya miscommunication.
Ketiga;
hakikat peran dan fungsi struktur di redaksi benar-benar berjalan baik. Sekali
pun Pemimpin Redaksi merupakan orang pertama di redaksi, namun Koordinator
Liputan adalah orang pertama dalam hal penugasan liputan. Semua wartawan,
termasuk Pemred mau pun Wapemred, harus tunduk dan patuh pada penugasan yang
diberikan Koordinator Liputan, yang notabene
dua tingkat di bawah Pemred, atau satu tingkat di bawah Wapemred.
Hal
ini tak hanya sekadar konsep, namun saya yang ketika itu menjadi Wapemred
bersama Yulius Putra, pernah ditugaskan oleh Koordinator Liputan Two Effly
(Kini Wakil GM Padang Ekspres) bersama
Alfitra (saat itu Redaktur Pelaksana, kini Kabag Umum di PDAM Padang) untuk
sebuah tugas liputan di Bukittinggi secara serentak.
Keempat;
semua tim kerja redaksi seakan disiapkan untuk menguasai
banyak hal. Dalam tugas kewartawanan, harus mampu menguasai beberapa bidang
liputan. Begitu pula dalam mengelola halaman. Seorang redaktur tak hanya bisa
memiliki kemampuan editing, tetapi juga dituntut bisa menguasai perwajahan dan
menata (lay-out) halaman. Saya pernah memegang halaman Utama (Halaman 1) plus halaman
Nasional (3 halaman), Halaman Olahraga (2 Halaman) dan halaman Selebritis (1
halaman) secara bersamaan setiap hari. Halaman Selebritis bisa diselesaikan
sebelum Magrib, namun halaman Utama dan Nasional harus dikerjakan secara
bersamaan dengan materi halaman Olahraga. Biasanya proses pengerjaan dilakukan selepas
pukul 8 malam hingga dinihari. Tak hanya itu, saya pernah mendapat kepercayaan
lebih dari manajemen, Ketika itu, saya
diberi kepercayaan menjadi Asisten Redaktur Pelaksana (Penanggungjawab edisi
Minggu) dan sekaligus merangkap Asisten Koordinator Liputan. Redaktur Pelaksana
saat itu, Jayusdi Effendi. Koordinator Liputan ketika itu, Wiztian Yoetri.
Memasuki
enam tahun saya “meninggalkan” Padang
Ekspres, salah satu rubrik yang saya rintis bersama Montosori, Nashrian
Bahzein dan Yusrizal KW, hingga kini masih eksis menjumpai pembaca Padang Ekspres setiap Minggu. Awalnya,
rubrik itu kami isi secara bergantian berempat orang saja, namun belakangan
justru membuat tim redaksi Padang Ekspres
semakin tertantang untuk menulis, menuangkan gagasan dan pikiran kepada publik,
namun perihal suasana kerja, saya tak tahu pasti. Semoga masih seperti yang
dulu.
Ah,
tiba-tiba saya teringat; bukan isu..!*
[1]
Pemimpin
Redaksi Padang Ekspres, Oktober 2008 – Mei 2009
Tulisan ini didedikasikan untuk peringatan 17 Tahun Padang Ekspres; 25 Januari 1999 - 25 Januari 2016
No comments:
Post a Comment