Oleh: Firdaus Abie
Impian
menjadikan Indonesia sebagai Macan Asia, kandas! Penyebabnya,
capaian suara Prabowo – Sandi hanya
44,68 persen. Jokowi – Ma’aruf Amin memperoleh 55,50 persen suara. Capaian suara Prabowo turun dibandingkan lima
tahun sebelumnya. Ketika kemudian Prabowo bersedia masuk ke kabinet, menjadi
pembantu presiden, berakhirlah harapan rakyat Indonesia. Khususnya rakyat yang
memilihnya.
Ketika
diumumkan Kabinet Indonesia Maju, atau periode ke dua Jokowi, ternyata
ada nama Probowo di sana. Masyarakat terkejut. Terutama masyarakat di daerah
yang memenangkan Prabowo, seperti Sumbar,
Aceh, Sulsel, Jabar, NTB dan Madura. Berlahan kemudian, mereka mulai menghindari karena tak menerima kehadiran Prabowo di kabinet. Masyarakat
menilai, kabinet tersebut sebenarnya jauh panggang dari api untuk
seorang Prabowo. Apalagi untuk mencapai impiannya membawa Indonesia menjadi
Macan Asia.
Disadari
atau tidak, sejak saat itu ada sikap menjauh dari masyarakat pendukung Prabowo
sebelumnya. Kendati Prabowo sudah menjelaskan alasannya, namun tetap saja sulit
diterima.
Dikutip
dari www.detik.com, Prabowo menyebutkan alasannya menerima pinangan masuk ke
kabinet. Jokowi ingin mengabdi untuk Indonesia. Dirinya juga ingin berbakti
kepada Indonesia. Setelah kalah bersaing, tak perlu dipermasalahkan. Harus
bersatu untuk satu tujuan.
Prabowo
kemudian mengungkapkan fakta sejarah. Salah satunya tentang William H Seward, yang
merupakan mantan rival Presiden Amerika Serikat ke-16 Abraham Lincoln. Ketika
Loncoln menang, Ia memilih satu lawannya, Seward, menjadi Secretary of State di kabinet.
Seward bertanya
kepada Abraham Lincoln, bahwa dirinya tahu kalau Lincoln tidak suka kepadanya,
tapi Abraham Lincoln menjawab bahwa
mereka berdua bertujuan mengabdi untuk
Amerika Serikat.
Kendati begitu, tetap saja masyarakat pendukung
Prabowo sulit menerima. Sikap antipati muncul secara sporadis. Apalagi setelah
itu, setelah berjalan masa bakti kabinet ke dua Jokowi, memasuki tahun ke tiga,
ternyata peran Prabowo nyaris tak tampak secara nyata.
Bagaimana pun juga, Prabowo adalah Gerindra,
Gerindra tak bisa dipisahkan dari Prabowo. Keberadaan Prabowo di kabinet,
memberikan ruang sempit di hati masyarakat kepada seorang Prabowo, sosok utama
di Partai Gerindra.
Kondisi diperparah lagi ketika tokoh dan kader
Partai Gerindra yang merupakan Menteri Kelautan dan
Perikanan Edhy Prabowo terjerat kasus hukum, terkait benih
lobster.
Survey Saiful Mujani Research and Consulting
(SMRC), seperti dirilis www.detik.com, Kamis, 07 Oktober 2021, pukul 13:50 WIB,
elektabilitas Partai Gerindra berada di posisi keempat setelah PDI-P, Partai
Golkar dan PKB. Pada Pemilu 2019, Partai
Gerindra peraih suara terbanyak kedua. Di atasnya, PDI-P.
Hasil tersebut setidaknya menjadi lampu kuning yang sudah menyala untuk
Gerindra. Waktu tak seberapa lagi. Jika dihitung hingga tanggal pemungutan
suara Pemilu 2024, maka waktu yang tersisa
kurang dari dua tahun lagi. Pemungutan suara dilakukan Rabu, 14 Februari
2024. Gerindra haruslah mampu menghadirkan lampu hijau,
setelah lampu kuning. Bukan menjadi lampu merah.
Menghadapi pekerjaan besar, menghimpun pandangan
penduduk Indonesia yang 273 juta, tepatnya 273.879.750 jiwa (Data Kependudukan Semester II Tahun 2021, per 30 Desember 202, Direktorat Jenderal Dukcapil, Kemendagri), kepada satu titik, Partai Gerindra, butuh kerja nyata dan tak biasa.
Kerja nyata dan tak biasa harus benar-benar dipadupadankan dengan membangun narasi
komunikasi yang tepat, sesuai tuntutan kebutuhan rakyat. Bukan demi kepentingan
partai politik, atau untuk elit politik tertentu saja.
Narasi komunikasi yang tepat, tentu disejalankan
dengan sikap dan langkah nyata partai dan situasi yang terjadi. Dikutip dari
Drs Jalaluddin Rakhmat M.Si dalam Psikologi
Komunikasi (edisi revisi), ketika komunikator (orang yang menyampaikan
pesan) berkomunikasi, yang mempengaruhi bukan saja apa yang ia katakan, tetapi
juga keadaan dia sendiri.
Ada tiga jenis kredibilitas yang perlu dimiliki
seorang komunikator, yaitu ethos (kemampuan untuk menunjukkan reputasi
pribadi), pathos (faktor emosi komunikator) dan logos (pengetahuan komunikator
dengan tema yang disampaikan dan memecahkan persoalannya) (Gatra-gatra Komunikasi Antarbudaya, Dr Alo Liliweri, MS)
Ketika saat
ini tiga orang ketua partai ditingkat pusat mendukung penundaan Pemilu 2024,
justru menjadi bola salju yang menimbulkan gejolak di tengah-tengah masyarakat.
Gelindangan bola salju ini, sebenarnya bentuk lain dari wacana Jokowi tiga
periode yang pernah menggema beberapa waktu sebelumnya. Dipandang dari sudut
konstitusi, tak ada alasan yang bisa membenarkan Jokowi menjadi presiden untuk
periode ketiga, kecuali kalau dilakukan perubahan undang-undang.
Tak bisa tiga periode, lalu wacananya diubah
menjadi penundaan Pemilu. Dikutip dari laman ww.kompas.com, mantan Menkumham
Yusril Ihza Mahendra menilai, usulan penundaan Pemilu berkaitan langsung
dengan norma konstitusi sebagaimana diatur
Undang Undang Dasar (UUD) 1945. Pertama, Pemilu adalah pelaksanaan
kedaulatan rakyat yang pelaksanaannya diatur dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat 2.
Pasal itu mengatakan bahwa Pemilu dilaksanakan sekali dalam lima tahun.
Artinya, setelah lima tahun sejak dilantik,
masa jabatan penyelenggara negara tersebut seharusnya berakhir dengan
sendirinya.
"Jadi, jika Pemilu ditunda melebihi batas
waktu lima tahun, maka atas dasar apakah para penyelenggara negara itu
menduduki jabatan dan menjalankan kekuasaannya?" tutur dia.
Yusril mengatakan, atas alasan itu, maka Pemilu
yang ditunda tidak memiliki dasar hukum sama sekali. Oleh karena itu, jika
tidak ada dasar hukum, maka semua penyelenggara negara mulai dari Presiden dan
Wakil Presiden, anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD semuanya ilegal.
"Alias tidak sah, atau tidak
legitimate," sambungnya.
Apakah Gerindra sejalan dengan ketiga partai politik tersebut,
atau mengikuti legitimasi hukum? Jawaban resmi Gerindra sudah dibeberkan secara
benderang oleh Andre Rosiade, Ketua DPD Gerindra Sumbar yang juga anggota
DPR-RI asal Sumbar.
Dalam dialog di Kompas TV, Andre Rosiade menyebutkan, sebagai
partai pendukung pemerintah, partainya tetap taat azas dan taat pada
konstitusi. Mendukung Pemilu setiap lima
tahun, tepatnya 2024. Sikap di parlemen, sudah disepakati 14 Februari 2042.
Penjelasan sikap Gerindra, sedikit banyaknya memberikan benang
merah yang jelas. Kendati tiga partai yang mengajukan menunda Pemilu 2024
adalah partai pendukung pemerintah, dan Gerinda juga partai pendukung
pemerintah, namun Gerindra tidak terbawa arus melabrak konstitusi. Penjelasan
tersebut menjadi kredit poin tersendiri bagi Gerindra di tengah-tengah
masyarakat.
Penguatan kembali kredibilitas partai di tengah-tengah
masyarakat perlu dilakukan. Ibarat sebuah perjalanan, langkah sudah
dilangkahkan. Kini, menjelang Pemilu 2024, sebuah pendakian terjal sedang
dihadapi. Tak mungkin surut ke belakang. Teruslah melangkah ke depan.
Sikap Gerindra yang disampaikan Andre Rosiade
merupakan keputusan bijak politisi partai yang dipimpin Prabowo. Sikap tersebut
akan menjadi landasan berpijak bagi masyarakat untuk tetap menggantungkan
harapan, membangun Indonesia yang lebih baik ke depan bersama Partai Gerakan
Indonesia Raya.
Berangkat dari Visi, menjadi partai politik
yang mampu menciptakan kesejahteraan rakyat, keadilan sosial dan tatanan
politik negara yang melandaskan diri pada nilai-nilai nasionalisme dan
religiusitas dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang senantiasa berdaulat di bidang
politik, berkepribadian di bidang budaya dan berdiri diatas kaki sendiri dalam
bidang
ekonomi.
Ditindaklanjuti enam misi. Pertama, mempertahankan
kedaulatan dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus
1945.
Kedua, mendorong pembangunan nasional yang
menitikberatkan pada pembangunan ekonomi kerakyatan, pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan dan pemerataan hasil-hasil pembangunan bagi seluruh warga bangsa
dengan senantiasa berpegang teguh pada kemampuan sendiri.
Ketiga, membentuk tatanan sosial dan politik
masyarakat yang kondusif untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dan kesejahteraan rakyat.
Keempat, menegakkan supremasi hukum dengan
mengedepankan azas praduga tak bersalah dan persamaan hak di hadapan hukum
serta melindungi seluruh warga Negara Indonesia secara berkeadilan tanpa
memandang suku, agama, ras dan/atau latar belakang golongan.
Kelima, merebut kekuasaan pemerintahan secara
konstitusional melalui Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden dan Pemilu Kepala
Daerah untuk menciptakan lapisan kepemimpinan nasional yang kuat dan bersih
disetiap tingkat pemerintahan.
Jalan terjal yang kini dihadapi, terkait
menurunkan elektabilitas Gerindra, sejalan dengan Survey Saiful Mujani Research and Consulting,
sebagai buntut dari beberapa persoalan yang terjadi di partai, seperti
dijabarkan di atas, memang bukan pekerjaan mudah untuk menyelesaikannya,
tetapi juga bukan berarti tidak mungkin bisa dilaksanakan. Tinggal kemauan dan
fokus para elit partai dan kader untuk menuju puncak harapan yang diinginkan.
Jika
Gerindra benar-benar komitmen dengan visinya sebagai partai politik yang mampu menciptakan kesejahteraan
rakyat, keadilan sosial dan tatanan politik negara yang melandaskan diri pada
nilai-nilai nasionalisme dan religiusitas dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang
senantiasa berdaulat di bidang politik, berkepribadian di bidang budaya dan
berdiri di atas kaki sendiri dalam bidang ekonomi, maka bukan tidak mungkin harapan
dan impian rakyat Indonesia akan bisa direalisasikan.
Mengapa bisa? Visi yang ditindaklanjuti dengan
Misi, menjadi sebuah kekuatan dahsyat karena menjadi bagian dari impian dan
harapan rakyat Indonesia. Tinggal bagaimana elit partai dan kader partai
mengemas sedemikian rupa, sehingga semuanya bisa dilaksanakan.
Elit partai, baik di tingkat pusat, provinsi
hingga DPC dan ke bawahnya, bersama kader, adalah aset berharga dan sangat
penting yang mampu membuat partai bisa terbang lebih tinggi. Selain mengamati
situasi dan perkembangan secara nasional, bisa juga ditindaklanjuti dengan
menyesuaikan dengan kearifan lokal di tingkat daerah.
Dalam konteks daerah, misalnya di Sumatera
Barat. Langkah yang diambil Ketua DPD Partai Gerindra Sumatera Barat Andre
Rosiade adalah gerakan berani, luar biasa dan menyesuaikan dengan kebutuhan serta
tuntutan daerah.
Andre Rosiade telah mendobrak “dinding-dinding
beton” legislator asal daerah di tingkat pusat dengan caranya. Ia dekat dengan
rakyat. Berada di tengah-tengah rakyat yang membutuhkan. Kalau pun secara fisik
tidak bisa hadir, namun tim dan kader-kader Gerindra ada ditengah tangisan
rakyatnya.
Sumatera Barat yang memiliki 14 anggota DPR-RI
dan empat anggota DPD-RI, ternyata hanya hitungan jari yang turut merasakan
tangisan warganya. Tak cukup hitungan jari sebelah tangan, wakilnya di
sidang-sidang tentang rakyat yang berani bersuara lantang dengan fakta dan
data. Mengerincangi berbagai persoalan demi kehidupan masyarakatnya yang lebih
baik.
Ada gelindingan bola salju lainnya yang terasa
dahsyat. Selama ini, legislator hanya turun ke daerah, berkunjung ke Dapilnya.
Kunjungan tersebut, sangat wajar karena itulah suara yang harus dipeliharanya.
Tapi seorang Andre Rosiade beserta timnya dari Gerindra justru ada di mana
masyarakat butuh perhatian.
Perhatian itu, tak hanya disaat tertimpa
bencana. Salah satu hal yang sangat nyata, saat momentum HUT ke-14 Partai
Gerindra. Diisi dengan aktivitas menanamkan nilai-nilai nasionalisme dan
religius kepada publik. Hal yang mungkin
tidak pernah menjadi perhatian. Termasuk perhatian menghargai karya seniman.
Memperdalam nilai agama kepada hafiz-hafizah muda.
Apa yang telah dilakukan DPD Gerindra Sumatera
Barat adalah bukti, bahwa kader-kader partai ini masih melangkah dan bergerak
dalam fokus dan kerja nyata. Jika derap langkah ini juga diikuti DPC Gerindra
se-Sumatera Barat, DPD Gerindra se-Indonesia berikut DPC-nya, dengan memperhatikan
kearifan lokal, maka gerakan Partai Gerindra akan terasa detaknya
di seluruh Bumi Persada.
Ketika gerakan tersebut sudah bergerak di
seluruh wilayah NKRI, maka jalan terjal yang sedang dilalui saat ini, akan bisa dengan mudah didaki, atau justru
bisa diubah menjadi jalan yang landai. Sekaligus akan mampu mampu
menghadirkan “lampu hijau”, setelah “lampu kuning”. Bukan menjadi “lampu merah”
sehingga bisa kembali menggapai impian membangun negeri ini menjadi Macan Asia. *
Daftar Pustaka
2. Direktorat Jenderal Dukcapil, Kemendagri
4.
Kompas TV
5.
http://partaigerindra.or.id/visi-misi-partai-gerindra
6.
Drs
Jalaluddin Rakhmat M.Si, 2004, Psikologi Komunikasi, Bandung, PT Remaja
Rosdakarya
7.
Dr Alo Liliweri, MS, 2001, Gatra-gatra Komunikasi Antarbudaya, Yogjakarta,
Pustaka Pelajar
Biodata Penulis:
Nama : Firdaus Abie
HP/WA : 082170531100
Alamat : Komplek Lubuk Intan, Kel Lubuk
Buaya, Kec Kototangah - Padang
No comments:
Post a Comment