Membangun
Karakter,
Mendidik
dengan Hati
Yetti Yulia, M.Pd
Penulis : Yetti Yulia, M.Pd
ISBN : 978-623-290-056-1
Penerbit : CV Cipta Media Edukasi – Surabaya
Cetakan
I : Juli, 2020
Pembedah : Firdaus Abie
Banyak orang beranggapan, menulis adalah
pekerjaan yang paling sulit. Bukti nyata dari anggapan tersebut, tak sedikit
orang mengelak jika diminta menulis.
Di kalangan guru pun demikian. Sangat
banyak guru yang mentok pangkatnya di IV.a karena syarat untuk bisa ke IV.b dan
seterusnya, harus memenuhi angka kredit 12 pada unsur sub publikasi ilmiah.
Akibat mentok ini, akhirnya guru-guru
tersebut pasrah dengan pangkat IV.a hingga pensiun, padahal jika syarat angka
kredit tersebut dipenuhi, maka yang bersangkutan akan bisa ke IV.b dan
seterusnya.
Tapi tak sedikit pula guru yang bisa
menembus IV.e.
Lalu, apa sebabnya guru yang tertahan di
IV.a tersebut? Apakah karena tak bisa menulis, atau malas belajar dan
membiasakan diri? Coba kita lihat;
1.
Malas Menulis
·
Kalau urusannya dengan kata; Malas
Menulis, ya, selesai! Tak ada rumus apa pun!
2.
Tak Bisa Menulis
·
Jika persoalannya tidak bisa menulis,
maka jalan keluarnya, mengapa tidak dipelajari atau mengapa tidak pernah
dicoba.
·
Sulitnya menulis, atau tak bisa menulis,
sebenarnya terletak pada pikiran kita saja. Ketika kita “berdamai” dengan
pikiran bahwa menulis itu sulit, atau kita tidak bisa menulis, maka, selama itu
pula kita akan kesulitan atau tidak akan bisa menulis.
·
Mengapa kita tidak bersahabat dengan
pikiran, bahwa menulis itu tidak sesulit yang dibayangkan? Menulis itu tidak
serumit yang dipikirkan. Insya allah, semuanya akan bisa dituntaskan.
·
Belajar menulis, bisa saja diibaratkan
seperti balita yang hendak belajar berjalan. Mulanya merangkak dulu, lalu jalan
pegang kursi, pegang meja, pegang dinding. Sekali-sekali dilepas, jatuh.
Bangkit lagi. Lepas lagi. Jatuh lagi. Sampai akhirnya bisa berjalan lepas
tangan sendiri.
·
Pada banyak pengalaman, dalam sejumlah
kunjungan saya ke sekolah, saya sering mendapatkan hal tersebut. Tak sedikit
guru menyatakan, tak bisa menulis karena menulis tersebut susah.
·
Bagaimana langkah praktisnya?
o
Pada dasarnya, saya yakin, guru sudah
punya dasar atau konsep dasar menulis dalam pikirannya, sebab semasa kuliah,
konsep-konsep menulis tersebut sudah menjadi makanan sehari-hari. WR III Unand
Dr Insannul Kamil pernah mengatakan; ketika kuliah, jika seorang mahasiswa tak
bisa menulis, maka jangan pernah mengaku sebagai mahasiswa.
o
Pengalaman di SMPN 2 Sijunjung, ketika
memberikan materi; Teknik Menulis Cerpen bagi Guru Bahasa Indonesia SMP se-Kab
Sijunjung.
o
Menulis, mulailah dengan (Rumus 3 Minus
1)
§ Sebaiknya
berangkat dari lingkungan
§ Sesuatu
yang dikuasai
§ Sesuatu
yang menyenangkan
o
Hindari menulis dengan memaksakan diri
dan menulis yang tidak dikuasai.
·
Beberapa fakta menulis didasarkan pada
tiga hal di atas;
o
Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
o
Novel Siti Nurbaya
o
Novel Laskar Pelangi
o
Novel Ayat-ayat Cinta
o
Novel Negeri 5 Menara
o
Membangun Karaktek, Mendidik dengan Hati
(Yetti Yulia, M.Pd)
B
u k u
Membangun
Karakter,
Mendidik
dengan Hati
Yetti Yulia, M.Pd
Pembedah : Firdaus Abie
Merupakan contoh nyata, bahwa menulis
yang berangkat dari Rumus 3 Minus 1 akan menghasilkan sesuatu yang bisa
diandalkan.
Setelah saya membaca buku ini, maka
dengan mengetahui latar belakang penulisnya, saya tak perlu lagi mencari tahu
kepada penulis, bagaimana suasana beliau ketika menulisnya, apakah sudah sesuai
dengan rumus di atas atau belum. Saya tak perlu bertanya, tetapi saya hakkul
yakin, beliau secara tidak sadar sudah “masuk” pada rumusan tersebut.
Apa alasan saya? Mari kita lihat dan
kita “uji” agak sejenak;
·
Sebaiknya berangkat dari lingkungan
§ Naskah
ini ditulis karena penulisnya sudah berada di lingkungan ini dalam rentang
waktu yang panjang. Dimulai dari persiapan menghadirkan sekolah ini, lalu
rapat-rapat pembahasan mengolah dan mendudukkan visi dan misi sekolah, lalu
ikut langsung terlibat menjadi eksekutor dan pembuat kebijakan terhadap
langkah-langkah sekolah.
·
Sesuatu yang dikuasai
§ Berangkat
dari poin pertama tersebut, maka dapat dipastikan, penulis buku ini benar-benar
menguasai secara detail setiap aspek dan komponen yang ada. Tak hanya dalam
berupa konsep dan indicator-indikatornya, tetapi juga menguasai secara detail evaluasi
kegiatan tersebut. Potensi, keunggulan, kelemahan dan evaluasinya dipaparkan
secara terperinci.
·
Sesuatu yang menyenangkan
§ Bagian
ini akan mengikuti secara tegak lurus jika dua komponen sebelumnya sudah
dikuasai dan dapat dijinakkan.
Kita juga bisa simak secara detail pada
biografi sang penulis, kesimpulan saya;
1)
Ternyata sudah banyak karya tulis yang
dihasilkan. Semua karya yang ditulis berangkat dari apa yang ada di lingkungan
beliau, baik berupa jurnal, buku mau pun karya ilmiah. Semuanya berangkat dari
apa yang ada disekitarnya.
2)
Apa yang dilakukan buk Yetti Yulia M.Pd
sekaligus mematahkan argumentasi banyak orang, bahwa menulis adalah untuk
orang-orang atau guru bidang studi Bahasa Indonesia, atau IPS saja. Tidak!
Menulis adalah untuk semua orang. Bagi guru, untuk semua guru!
·
Saya menemukan banyak guru yang bukan
guru bahasa Indonesia jago menulis. Dari sejumlah guru di berbagai sekolah yang
saya kenal, justru banyak guru non bahasa Indonesia yang menulis dibandingkan
guru bahasa Indonesia. Bagi saya, kondisi ini, agak menjadi tanda-tanya. Guru
bahasa Indonesia bisa dan jago menulis, sebenarnya sudah seharusnya. Justru
kebanggetan jika tak bisa menulis. Perkenalan saya dengan buk Yetti, sekaligus
menambah perbendaharaan teman saya dari guru fisika yang hebat menulis.
o
Sebelumnya, dua pekan silam, saya
mengenal Susidawati, guru fisika di SMAN 1 2x11 Enam Lingkung. Tak hanya buku
terkait bidang studinya, tetapi juga karya sastra.
o
Sebelumnya lagi, Karnalis, guru fisika
di SMAN 5 Padang. Menulis tentang fisika yang dihubungkan dengan falsafah adat
Minang; adat basandi syara’ dan syara’ basandi kitabullah.
3)
Buku ini sesungguhnya sudah memenuhi
kaidah sebuah buku, keilmiahannya bisa dipertanggungjawabkan. Memenuhi standar
sebuah buku dan tidak banyak catatan.
·
Penulisannya sudah rapi. Saya hanya
menemukan satu kata yang typo (salah ketik), dan tak lebih dari lima kata
hubung diawal kalimat.
Lalu, kembali kepada persoalan di atas,
mengapa orang cenderung mengatakan; tak bisa menulis, atau; menulis sangat
susah, menulis itu rumit, dan bla..bla..bla.. lainnya. Persoalan utamanya
terletak kepada Tidak Meluruskan Cara
Berpikir. Cenderung “Berdamai” dengan Hati bahwa; Menulis itu Sulit! Padahal, sesungguhnya tidak seperti yang
dibayangkan!
Dari pengalaman saya berbagi kiat
praktis menulis, sebenarnya semua yang dikhawatirkan, semua hal yang ditakutkan
dan menjadi ketakutan banyak orang tentang menulis, dapat disingkirkan dengan
cara; 1) Tahu Kiatnya, 2) Mau Mencoba.
Terhadap kedua hal ini, dalam berbagi
pengalaman di ratusan sekolah, secara intensif sejak 2010, sebenarnya hal
tersebut didapat disingkirkan kalau sekolah, atau guru benar-benar mau
melaksanakannya. Kiat-kiat praktis yang biasa saya berikan diberbagai sekolah,
rata-rata butuh waktu empat sampai lima jam. Diawali dengan memberikan kiat
praktis, lalu praktek dan evaluasi. Langkah awal yang sangat sederhana
tersebut, sebenarnya sudah bisa memberikan stimulus bagi peserta untuk bisa
memahami dan mempraktekkan, kemudian dapat menghasilkan semua tulisan
sederhana.
Langkah praktis tersebut memang tidak
serta merta menjadikan sebuah karya sempurna, tetapi setidaknya mampu menerobos
dinding terjal yang selama ini membatasi ruang gerak mereka yang selama ini
bersikukuh pada prinsip; Tak Bisa Menulis. Menulis itu Sulit!
Saya menemukan standar menarik dalam
buku ini, Halaman 154. Di sana dituliskan; guru
yang bertugas untuk membentuk agar budaya membaca dan menulis itu terpatri
dalam karakter siswa, oleh karena itu, seorang guru harus memiliki kemampuan
membaca dan menulis yang baik.
Saya sepakat!
Ada dua kisah berbeda yang saya
dapatkan;
1.
Di SMAN Negeri 5 Padang
2.
Saat saya menjadi pemateri pelatihan
menulis bagi pelajar di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Sumatera Barat, tahun
2019.
Saran:
1.
Jika memberikan hukuman kepada siswa,
misalnya siswa terlambat, tidak buat tugas dan lain-lain, sebaiknya jangan
dalam bentuk hukuman fisik lagi; membersihkan pekarangan sekolah, membersihkan
wc, membereskan taman dan lain-lain, tetapi hukumannya dihubungkan dengan hal-hal
produktif yang berhubungan dengan pengembangan literasi sekolah.
Biodata
Narasumber:
Nama :
Firdaus Abie
Tempat/Tgl Lahir : Padang/8 Desember 1971
Alamat :
Komplek Lubuk Intan Blok D.9 Lubuk Buaya, Koto Tangah – Padang.
Nomor Kontak : 082170531100
Medsos :
FB Firdaus Abie
Youtube Firdaus
Abie
Pekerjaan : Jurnalis
Kompetensi : Wartawan Utama
Jabatan :
1. 2010
– sekarang Direktur Harian Umum Rakyat Sumbar
2. 2009
– 2010 Wakil General Manager Padang TV
3. 2008
– 2009 Pemimpin Redaksi Padang Ekspres
4. 2007
– 2008 Pemimpin Redaksi & Manager Program Padang TV
5. 2007 Merintis Padang TV
6. 2004
– 2007 Wakil Pemimpin Redaksi Padang
Ekspres
7. 1999
– 2004 Redaktur & Redaktur
Pelaksana Padang Ekspres
8. 1999 Merintis Padang Ekspres
9. 1991
– 1999 Wartawan Harian Semangat
10. 1989
– 1991 Wartawan Pelajar KMS Singgalang
Karya Non Jurnalistik :
1. Novel
berbahasa Minang, Indak Talok Den Kanai Ati
2. Novel
Cincin Kelopak Mawar
3. Novel
Pong Pong Nan
4. Novel
Telepon Ibu
5. Kumpulan
Cerpen Cincin Kelopak Mawar
6. Antologi
Cerpen Uang Jemputan
7. Antologi
Cerpen Potongan Tangan di Kursi Tuhan
8. Antologi
Cerpen Sepenggal Rindu Dibatasi Waktu
9. Editor
Buku:
·
Kumcer Tasbih Untuk Papa
·
Kumcer Apalah Makna Sebatang Pohon
·
Kumcer Dua Pilar Rindu
·
Kumcer Hujan yang Mengawali
·
Kumpulan Puisi Jalinan Kata Kita
·
Best Praktis Taksi Uda Menuju BIM
·
Dilema Guru Diera Milenial
·
Padang Under Cover
·
Suluh
·
Mengelola Hutan dengan Hati
10. Buku
25 Tahun Universitas Baiturrahmah
11. Buku
36 Tahun Ikatan Alumni SMA Negeri 3 Padang dan 40 Tahun SMA Negeri 3 Padang
12. Buku
121 Wartawan Hebat Sumatera Barat (karya bersama)
Aktivitas Lain :
1. Pembina
Bengkel Literasi Rakyat Sumbar.
2. Menulis
Cerpen, Puisi dan Novel.
3. Instruktur
Pelatihan Menulis.
4. Guru
berbagai lomba menulis dan bercerita.